Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Potong Jalur Dosen Galak

Alivermana Wiguna menyingkirkan kelompok radikal di kampusnya. Menyusupkan mahasiswanya untuk mengintai.

25 Juli 2020 | 00.00 WIB

Alivermana Wiguna bersama mahasiswa di STKIP Muhammadiyah Sampit, Kalimantan Tengah, 22 Juli lalu.
Utfa Yunianto
Perbesar
Alivermana Wiguna bersama mahasiswa di STKIP Muhammadiyah Sampit, Kalimantan Tengah, 22 Juli lalu. Utfa Yunianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Kembali dari studi doktoral, Alivermana Wiguna menemukan sejumlah mahasiswa menjadi radikal.

  • Berbagai cara dilakukannya untuk menghalau gerakan radikal, dari melarang ceramah hingga berdebat.

  • Alivermana tak membiarkan kelompok radikal mempengaruhi dan merekrut anggota baru.

PENGAJIAN di pelataran Masjid Al-Mukhlisin pada suatu sore akhir 2014 belum selesai saat Alivermana Wiguna, 45 tahun, datang. Dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, itu langsung menanyakan kegiatan para mahasiswa di masjid yang terletak di kompleks kampus tersebut.

Rahmat Spianur, mahasiswa jurusan pendidikan ekonomi, mengaku menjawab bahwa mereka sedang mengaji. “Mengaji kok membuka Power Point ‘Dosa Investasi’,” kata Rahmat menirukan ucapan Alivermana saat dihubungi Tempo pada Selasa, 21 Juli lalu. “Dosa Investasi” adalah kajian salah satu kelompok Islam yang menyatakan manusia yang tak berbuat dosa turut menanggung dosa orang lain. Kajian ini juga mendukung sistem kekhilafahan untuk menyelesaikan masalah pelanggaran dan dosa manusia.

Menurut Rahmat, yang saat itu masih duduk di semester III, Alivermana terlihat sangat marah. Ia menyatakan “Dosa Investasi” hanya mengambil sebagian ayat Al-Quran dan mengarahkan pembacanya memiliki pemikiran serta sikap radikal. Alivermana pun melarang para mahasiswa mengikuti kajian itu. Alivermana membenarkan adanya peristiwa tersebut. “Itu satu dari banyak kemarahan saya terhadap kelompok radikal ini di kampus,” ujarnya pada Jumat, 17 Juli lalu.

Rahmat bercerita, awalnya dia mengikuti pengajian itu karena diajak rekan satu kelasnya. Ketika itu, rekannya mengatakan senior kampus memiliki pengetahuan luas mengenai agama Islam. Rahmat, yang ketika itu berusia 18 tahun, menyambut ajakan tersebut karena ingin mempelajari agama.

Saat Alivermana marah-marah sore itu, Rahmat sudah menjadi anggota kelompok pengajian tersebut selama hampir empat bulan. Dalam sepekan, dia dan kelompok tersebut dua kali beraktivitas di pelataran masjid. Pengajiannya memiliki empat tingkatan, dari membahas masalah ketuhanan, mempercayai hal gaib, menyalahkan sistem demokrasi, dan terakhir mempelajari “Dosa Investasi”.  Metode pengajaran kajian itu menggunakan buku dan Power Point dari laptop dan dibimbing langsung oleh para seniornya di kampus.

Di tengah kegundahannya, Rahmat mulai mengikuti pengajian dan ceramah yang digelar Alivermana di lingkungan kampus. Salah satu ceramah yang paling ia ingat adalah setiap muslim tidak boleh sama-sama menyalahkan kelompok atau ajaran lain. Hal ini bertolak belakang dengan pengajian radikal yang Rahmat ikuti bersama seniornya di kampus. Belakangan, setelah rutin mengikuti ceramah Alivermana, Rahmat memilih meninggalkan kelompok pengajian tersebut.

Alivermana gencar memberangus kelompok radikal di kampusnya mulai akhir 2013. Saat itu, dia baru kembali mengajar di STKIP Muhammadiyah Sampit setelah tiga tahun absen karena menempuh pendidikan doktoral di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Ia kaget luar biasa begitu mendengar kabar bahwa kepengurusan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) STKIP dikuasai mahasiswa yang berafiliasi dengan kelompok radikal.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri

Hussein Abri

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus