Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cerita Warga Gembong Kabupaten Tangerang Soal Air Limbah PT Mayora

TEMPO.CO, Tangerang- Baedoni, 45 tahun terlihat serius mengamati permukaan air dalam saluran pembuangan yang melintasi kampung itu. Sambil berdiri dipinggir saluran, Ketua RT 01, RW 02, kampung Gembong Jatake, Desa Gembong, Kecamatan Balaraja itu menggerakan kepala kearah hulu dan hilir saluran. "Kalau sekarang airnya agak bersih (air saluran)," ujarnya saat ditemui Tempo disela sela pengambilan sampel air sumur oleh tim laboratorium Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang pada Kamis 7 Oktober 2021.

9 Oktober 2021 | 10.54 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Saluran limbah PT Mayora Indah Jayanti, Kabupaten Tangerang, pada 23 September 2021 pukul 10.57. Foto Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Tangerang- Baedoni, 45 tahun, terlihat serius mengamati permukaan air dalam saluran pembuangan yang melintasi kampung itu. Sambil berdiri di pinggir saluran, Ketua RT 01, RW 02, Kampung Gembong Jatake, Desa Gembong, Kecamatan Balaraja itu menggerakkan kepala ke arah hulu dan hilir saluran. "Sekarang, airnya agak bersih (air saluran)," ujarnya saat ditemui Tempo disela pengambilan sampel air sumur oleh tim laboratorium Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang pada Kamis, 7 Oktober 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Padahal, kata Baedoni, beberapa hari lalu air dalam saluran irigasi yang juga menjadi saluran pembuangan limbah PT Mayora Indah Jayanti berwarna pekat dan berbusa. "Ini agak jernih karena sedang ramai dibicarakan, diberitakan." 

Menurut Baedoni, warna dan kepekatan limbah Mayora kerap berubah-ubah. "Kadang hitam, coklat pekat, kadang panas dan bau." 

Biasanya, kata dia, limbah dengan warna pekat mengalir malam hari dari sehabis Magrib hingga dini hari. "Kalau Sabtu pagi sampai malam, Ahad Magrib sampai pagi."

Sejak ramai soal dugaan pencemaran air di saluran pembuangan itu terlihat lebih bersih tidak berbau. "Kalau lagi diramaikan, air limbah yang keluar bersih, nanti kalau sudah mulai reda airnya kembali kotor," kata Baedoni.

Persoalan limbah antara Mayora dan warga kampung itu, ujar Baedono, seperti tak pernah selesai. Bahkan, belum lama ini warga kampung marah karena air limbah berwarna hitam pekat dan bau menyengat keluar mengalir ke saluran itu.

Merasa sangat terganggu, pemuda di kampung itu akan menutup gorong-gorong pembuangan limbah Mayora. "Tapi saya cegah dan itu tidak terjadi (penutupan gorong-gorong)," kata Baedoni.

Tak lama, kata Baedoni, perwakilan perusahaan itu datang ke kampung. "Mereka mengakui jika ada masalah dengan mesin."

Baedoni mengatakan sekitar 215 keluarga warga kampung itu berada di sekitar aliran pembuangan limbah PT Mayora Indah Jayanti. Jarak antara kampung dengan bangunan pabrik itu hanya dibatasi tembok beton setinggi empat meter dan saluran irigasi yang dijadikan saluran pembuangan limbah dengan lebar sekitar lima meter.

Panjang saluran limbah mulai dari gorong-gorong pembuangan limbah Mayora hingga ujung kampung Gembong Jatake sekitar 1 kilometer. "Dulunya saluran irigasi ini kami gunakan untuk mandi dan mencuci, sekarang sudah tidak bisa lagi," kata Baedono.

Terkait sejumlah warganya yang mengaku air sumurnya berubah warna dan rasa, Baedoni mengakui hal itu. "Tapi itu sedikit karena disini hampir semua warga sudah berlangganan air Aetra," katanya.

Kepala Desa Gembong Nurjen mengakui pembuangan air limbah Mayora sering dilakukan pada malam hari. "Tidak tahu juga ya apakah ini modus agar tidak terlalu menarik perhatian," kata Nurjen.

Nurjen yang rumahnya berada persis di depan saluran irigasi pernah secara khusus merekam detik detik pembuangan limbah Mayora pada malam hari. "Kadang bau banget, kotor dan berbusa," katanya.

Ditemui secara terpisah, Industrial Relation General Affair PT Mayora Indah Jayanti, Mukhlis mengakui cukup sering menerima keluhan dari warga sekitar dengan berbagai alasan. "Dari masàlah air, bau hingga masalah lahan yang bukan menjadi ranah kami," ujarnya.

Mengenai cerita Baedoni tentang ancaman pemuda kampung yang akan menutup gorong-gorong pembuangan Mayora, Mukhlis mengatakan, itu bukan gorong-gorong Mayora.  Hanya, "Lokasinya persis dekat gorong-gorong kami."

Adapun soal keluhan warga mengenai limbah berwarna hitam dan bau, Mukhlis mengakui itu pernah terjadi sekitar satu tahun lalu. "Itu force mejour, ada kerusakan mesin kami sehingga luber, pompa rusak," kata Mukhlis.

Mukhlis juga memastikan jika Mayora Indah Jayanti telah melakukan pengolahan limbah pabrik secara baik dan benar. "Kami perusahaan besar yang sangat hati-hati dalam pengolahan limbah." Semua limbah, diproses melalui proses beberapa tahap sebelum dialirkan ke saluran pembuangan.

Sebelum dibuang limbah pabrik Mayora diproses melalui Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau (wastewater treatment plant, WWTP). "Kami ada bak penampungan yang cukup besar." 

Limbah produksi ditampung, diproses beberapa tahap, diendapkan, disaring baru dibuang melalui saluran pembuangan.

Mukhlis mengklaim limbah perusahaannya bersifat organik dan tidak berbahaya untuk kesehatan dan lingkungan. "Karena bahan baku pabrik kami dari bahan makanan," kata dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus