Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah DKI memaklumi apabila belum seluruhnya 195 apartemen di Ibu Kota menjalankan Peraturan Gubernur Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik tahun ini.
Kepala Bidang Pembinaan, Penertiban, dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Meli Budiastuti memaparkan dua alasannya terkait masalah pengelola apartemen itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, implementasi pembentukan kepengurusan yang menyesuaikan Pergub 132/2018 perlu melalui beberapa tahapan. Pengurus, papar dia, harus melakukan sosialisasi, penjaringan panitia musyawarah (panmus), rapat pembentukan panmus, Rapat Umum Anggota Luar Biasa (RUALB), memilih pengurus atau Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS), dan penyesuaian Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi kalau sampai terpilih pengurus dia melampaui 2019, ya sesuai dengan tahapannya, kami bisa maklumi di situ. Karena tahapannya memang tidak melanggar daripada tahapan yang ditentukan Pergub," kata Meli saat dihubungi, Jumat, 8 November 2019.
Yang terpenting, Meli mengutarakan, P3SRS apartemen sudah memulai tahapan awal implementasi Pergub 132/2018. Pelaksanaan Pergub dimulai ketika pengurus sudah melakukan sosialisasi. Meli berujar Pergub 132/2018 harus dilaksanakan tiga bulan setelah sosialisasi dari pemerintah. Dinas Perumahan DKI menyosialisasikan Pergub tersebut sejak Desember 2018.
Menurut Meli, hingga kini sekitar 120 dari 195 apartemen di Jakarta sudah menjalankan Pergub 132/2018. 195 apartemen itu terdiri dari hunian dan non hunian. Apartemen non hunian inilah, lanjut Meli, yang menjadi satu masalah baru dalam pelaksanaan Pergub 132/2018.
Apartemen non hunian adalah rumah susun yang dimanfaatkan seluruh unitnya sebagai mal atau kantor. Itu artinya, dia menambahkan, pemilik rusun tak berdomisili di apartemen terkait. Sementara dalam Pergub 132/2018 mengatur syarat bahwa menjadi pengurus harus ber-KTP alias berdomisili di apartemen terkait.
Aspek ini, menurut Meli, memengaruhi hak suara pemilik mengingat kepemilikan apartemen non hunian rata-rata badan hukum. Karena itulah, penegakan hukum terhadap apartemen non hunian perlu menggunakan pergub lain.
"Mereka (non hunian) biasanya menunggu batas berakhir periodenya sambil menunggu akan diterbitkannya pergub mengenai aturan non hunian," jelas Meli. "Jadi kalau tidak bisa tercapai 195, ya itu karena fungsinya adalah fungsi non hunian," lanjut dia.
Pembahasan Pergub 132/2018 kembali mencuat belakangan ini lantaran P3SRS di Apartemen Lavande, Jakarta Selatan kembali bermasalah. Pembentukan kepengurusan di Apartemen Lavande disebut belum menyesuaikan Pergub 132/2018 hingga saat ini. Prosesnya mandek di tahap sosialisasi.