Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mimpi Nobel Gunung Emas

Staf Khusus Presiden membuat penelitian situs Gunung Padang jadi heboh. Dituding hanya proyek cari duit.

27 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Mimpi Nobel Gunung Emas
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

SEJAK merilis ada sejenis piramida di bawah Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, awal tahun lalu, Andi Arief kerap kedatangan orang-orang dari perkumpulan tarekat. Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam ini pun makin yakin di bawah bukit itu ada peninggalan masa lalu yang sangat maju. "Penerawangan ahli tarekat juga begitu," katanya tiga pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ukuran kemajuan adalah dugaan di bawah bukit setinggi 894 meter dari permukaan laut itu ada "unsur logam". Logam itu dicurigai mendekam di pusat gunung setelah tim yang dibentuk Andi Arief, beranggotakan arkeolog dan geolog muda, memindainya. Radar bumi itu menangkap benda-benda yang tergolong pengantar setrum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Andi berasumsi lebih jauh. Menurut aktivis mahasiswa 1998 yang pernah diculik tentara ini, logam tersebut mungkin emas yang tersimpan di kuil peninggalan sebuah peradaban di tatar Sunda 10.900 tahun lalu. Jika benar, kata dia, "Bisa dimanfaatkan negara sebagai sumber daya alam."

Ia merujuk pada cadangan emas di Gunung Grasberg, Papua. Saat gunung itu diteliti dan ditemukan geolog Belanda, Jean-Jacques Dozy, pada 1936, tak ada yang percaya di sana tersimpan logam mulia. Laporannya di jurnal ilmiah bahkan dicampakkan. Mata dunia terbuka setelah geolog PT Freeport McMoran membuktikannya 30 tahun kemudian. Papua kini jadi tambang emas yang tak impas-impas.

Perburuan emas di situs purbakala pernah juga terjadi pada 2002. Waktu itu, Menteri Agama Said Agil Husin al-Munawar memerintahkan sejumlah orang menggali prasasti Batutulis di Bogor karena petunjuk mimpi yang menyebutkan di bawahnya tersimpan cadangan emas senilai Rp 1.500 triliun. Namanya mimpi, penggalian itu hanya menghasilkan lubang sedalam dua meter.

Kalaupun bukan emas, kata Andi Arief, logam di perut Gunung Padang itu telah menunjukkan pada tahun 8000 sebelum Masehi peradaban di Cianjur sudah sangat maju. Pada masa itu, belum ada peradaban lain di dunia yang menghargai dan menggunakan logam untuk kehidupan sehari-hari.

Temuan sementara tim yang dipimpin Danny Hilman Natawidjaja, geolog di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, itu menunjukkan bahwa Gunung Padang adalah selimut yang menutupi sebuah bangunan tempat pemujaan purba berupa punden berundak. Punden itu terkubur akibat suatu bencana besar yang melumat penduduknya.

Sebelum disebut punden, bangunan itu awalnya dirilis tim sebagai sejenis piramida yang mirip kuil kuno Machu Picchu di Peru. Untuk memastikan kemiripannya, sejumlah arkeolog dikirim ke negeri Amerika Latin itu. "Apa pun nama dan bentuknya, yang jelas di bawah itu ada ruang-ruang, mungkin berisi relief informasi siklus gempa besar," kata Andi.

Jika semua asumsi itu terbukti, Andi yakin temuan Gunung Padang tak hanya akan mengguncang dunia arkeologi, tapi juga sejarah umat manusia. "Ganjarannya hadiah Nobel," ujarnya. Karena itu, tim mengebornya untuk membuktikan asumsi tersebut. Dua sampel yang diambil dari kedalaman dua meter lalu diuji laboratorium Badan Tenaga Nuklir Nasional, yang menunjukkan umur karbon itu 4.700 dan 10.900 tahun.

Para geolog juga menemukan pasir putih halus dari perut gunung. Bekas Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Andang Bachtiar, yang menjadi anggota tim, menduga pasir itu unsur alam yang dipakai dalam teknik meredam guncangan gempa pada struktur bangunan. Misi Andang memang menghubungkan penelitian-penelitian bencana purba dengan peradaban.

Pada November 2010, Andang mengajak Danny Hilman meneliti hubungan sesar dengan peradaban manusia. Dari sesar yang mereka datangi dan dipindai dari Aceh hingga Lombok dengan radar, Gunung Padang, Bukit Dago Pakar di Bandung, dan Gunung Sadahurip di Garut paling cocok dengan tujuan itu.

Ketiga bukit ini berada dalam satu garis sesar Lembang dan Cimandiri. Setelah tiga titik itu dikalibrasi, lorong dan ruang di dalam gunung tersebut diduga buatan manusia. Asumsi ini kian tebal karena, sejak ditemukan pada 1914, Gunung Padang dinyatakan sebagai situs cagar budaya.

Andi Arief punya cerita berbeda soal awal penelitian timnya. Menurut dia, situs Gunung Padang ditemukan ketika timnya meneliti sesar Lembang dan Cimandiri. Bersama Kementerian Pekerjaan Umum, ia mengumpulkan data siklus gempa di zaman purba, setelah tsunami Aceh pada 2004.

Para peneliti yang diajaknya antusias ketika menemukan di atas sesar itu ada situs Gunung Padang. Apalagi setelah mereka memindainya. Sebuah tim pun dibentuk lebih khusus. Selain Danny dan Andang, ada arkeolog muda Universitas Indonesia, Ali Akbar. Mereka diberi nama Tim Terpadu Gunung Padang.

Sebagai orang dekat Presiden, Andi mengenalkan tim ini kepada Susilo Bambang Yudhoyono sekaligus melaporkan temuan awal. Pada pertengahan Februari 2011, Yudhoyono memanggil tim ini ke rumahnya di Cikeas untuk melakukan presentasi. "Bagus datanya, teruskan," kata Andang, menirukan Presiden. "Bapak Presiden memerintahkan saya mem-back-up," ujar Andi.

Back-up itu berupa kemudahan mendapatkan izin penelitian dari Bupati Cianjur dan dinas-dinas purbakala. Karena Gunung Padang sudah dinyatakan sebagai benda cagar budaya, penelitian terhadap bukit itu hanya bisa dilakukan lembaga resmi negara, seperti Dinas Purbakala atau Lembaga Arkeologi. Dengan status dan jabatannya, Andi bisa mendapat semua izin itu.

Namun penelitian itu mendapat tentangan dari para arkeolog senior, seperti Mundardjito, guru besar arkeologi Universitas Indonesia. Mereka mengkritik metode Tim Terpadu yang memakai asumsi dan lebih mementingkan hasil ketimbang proses. Mundardjito menyebut mereka sebagai kelompok ilmuwan antiquarian, yakni peneliti yang tak mengindahkan proses.

Dalam arkeologi, kata Mundardjito, penelitian tidak semata menemukan benda cagar budaya, tapi juga menggali informasi intangible di sekitarnya sehingga timbul kesatuan cerita yang utuh tentang benda purbakala itu. "Kredo arkeolog itu seeing is believing, bukan asumsi," ujarnya.

Maka Andi Arief pun dituding hanya mencari sensasi dan bermotif uang. Ia menyangkalnya. Hingga uji sampel, penelitian baru memakan biaya sekitar Rp 360 juta. Uang itu pun total pengeluaran pribadi dari setiap anggota tim. "Ada yang bilang sampai Rp 4 miliar. Anggaran kantor saya saja cuma Rp 1,5 miliar setahun," kata Andi.

Andang mengaku tak dibayar saat mengebor dan menyediakan sendiri alatnya. Ia bahkan mengeluarkan Rp 60 juta untuk ongkos uji sampel di laboratorium Badan Tenaga Nuklir Nasional serta ongkos pesawat buat mengunjungi beberapa sesar di Aceh, Lombok, dan Jambi. "Penelitian Gunung Padang ini hobi saja," ujar Danny Hilman.

Karena minim data, uji sampel karbon lanjutan di laboratorium karbon radio Beta Analytic di Miami, Amerika Serikat, tertunda. Ini adalah laboratorium kelas wahid untuk menguji umur karbon.

Sumbangan dana bukan tak ada. Menurut Andi, beberapa pengusaha yang percaya temuan timnya datang menawarkan bantuan uang. "Saya tolak semua karena kami tak mau utang budi," ujarnya.

Jika kelak penelitian ini berbuah Nobel, kata Andi Arief, "Pemerintah mesti mengganti biayanya berlipat-lipat."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Untung Widyanto berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Bagja Hidayat

Bagja Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Alumni IPB University dan Binus Business School. Mendapat penghargaan Jakarta Jurnalis Award dan Mochtar Loebis Award untuk beberapa liputan investigasi. Bukunya yang terbit pada 2014: #kelaSelasa: Jurnalisme, Media, dan Teknik Menulis Berita. Sejak 2023 menjabat wakil pemimpin redaksi

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus