Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Metode Ilmiah Mencari Gunung Padang

27 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Metode Ilmiah Mencari Gunung Padang
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Prof Dr Mundardjito*

Penggalian di situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, tidak dilakukan di bawah pengawasan Pusat Arkeologi Nasional. Padahal lembaga ini memiliki ahli dalam penelitian situs dan bangunan megalitik. Juga tidak dalam pengawasan Balai Arkeologi Bandung, selaku unit pelaksana teknis pemerintah untuk penelitian arkeologi.

Penggalian itu juga tidak melibatkan Direktorat Peninggalan Cagar Budaya dan Permuseuman serta Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang, selaku unit pelaksana teknis pemerintah untuk pelestarian situs arkeologi. Dari media, kita tahu penggalian itu untuk membuktikan bahwa situs Gunung Padang adalah sebuah bangunan piramida.

Penggalian tanpa rancangan penelitian yang memadai ini mengingatkan pada kegiatan penggalian benda kuno di era para antiquarian, yang mengandalkan bukti empiris. Situs Wikipedia mengutip antiquarian sekaligus arkeolog Inggris, Sir Richard Colt Hoare, yang memiliki moto "We speak from facts not theory". Namun, pada pertengahan abad ke-19, metode ini sudah ditinggalkan dengan lahirnya cabang-cabang ilmu akademis terkait, seperti arkeologi, sejarah, numismatics (studi mata uang kuno), sigillography (studi segel hukum), philology (studi bahasa yang dipakai dalam dokumen kuno), studi kesusastraan, dan studi diplomasi.

Hoare dikenal sebagai salah satu penggali awal situs megalitik Stonehenge pada 1879-1810. Namun, karena belum ditemukan three-age-system pada masa itu, ia gagal menebak usia temuan. Akibatnya, ia gagal pula melakukan interpretasi. Namun, sebagai arkeolog, ia menunaikan kewajibannya membuat catatan masif temuan itu dalam dua volume buku The Ancient History of Wiltshire (1821).

Pada kurun relatif sama, yaitu 1814, Sir Thomas Raffles mendapat laporan adanya bangunan kuno di bawah sebuah bukit besar di Jawa Tengah. Ini yang kemudian kita kenal sebagai Candi Borobudur. Ia menulis temuan itu di bukunya yang mendunia, History of Java. Namun upayanya hanya sampai di situ. Pemugaran terpadu baru dilakukan pada 1902. Sepanjang hampir seratus tahun sejak diungkap Raffles, Borobudur menjadi incaran kolektor barang antik sedunia.

Agak memalukan bila kemudian situs Gunung Padang harus mendapat perlakuan antiquarian serupa pada awal abad ke-21 ini. Penelitian di situs Gunung Padang sudah dilakukan sejak 1980-an. Tulisan terakhir yang saya buat tentang situs Gunung Padang tertanggal Agustus 2002.

Namun tahun-tahun ini situs tersebut tidak masuk prioritas program penelitian arkeologi nasional, seperti halnya situs megalitik di Kabupaten Poso. Situs ini tersebar di tiga lembah yang merupakan situs megalitik terluas di Indonesia; situs tiga kesultanan yang diterjang lahar Gunung Tambora pada letusan 1815. Situs ini diduga merupakan permukiman manusia di Sambiran, Buleleng, Bali.

Era antiquarian sudah berlalu. Penelitian arkeologi Indonesia kini patuh pada tahap-tahap berikut: rancangan penelitian, keputusan menggali, proses penggalian, pasca-penggalian, dan interpretasi. Rancangan penelitian oleh "Tim Terpadu Penelitian Mandiri Gunung Padang" inilah yang sulit ditemukan, bahkan di Pusat Arkeologi Nasional.

Rancangan penelitian adalah narasi deskriptif dan terperinci atas penelitian yang diusulkan. Harus jelas obyek yang diteliti, mengapa diteliti, dan bagaimana dijalankan. Juga harus terang kemampuan dan pengalaman peneliti, jangka waktu penelitian, serta dukungan yang tersedia.

Dengan kata lain, fondasi rancangan penelitian arkeologi ada pada tujuan dan strategi penelitian. Setiap rancangan penelitian dapat diuraikan dalam bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah di bawah Gunung Padang itu ada piramida? Atau ada struktur lain? Apakah ingin diketahui umur lapisan-lapisan tanah di bawahnya? Apakah hendak diketahui luas bangunannya?

Proses selanjutnya adalah menjalankan disiplin ilmiah agar penelitian tepat sasaran. Khusus untuk Gunung Padang, diskusi menjadi mutlak guna menghilangkan trauma sebelumnya dalam kegiatan serupa di Gunung Sadahurip (Garut) dan Gunung Lalakon (Bandung). Kedua kegiatan ini tidak melalui prosedur baku penelitian. Dengan diskusi yang dihadiri ahli terkait, rencana penelitian disempurnakan, dan mendapat legitimasi pelaksanaannya.

Kelayakan penelitian arkeologi menyangkut tiga aspek, yaitu waktu pelaksanaan, organisasi, dan kompetensi peneliti. Ketiga aspek ini berkaitan erat. Sedangkan tahap interpretasi dilakukan ketika data sudah memadai dan mendukung suatu kesimpulan untuk dipublikasikan.

Mengherankan bahwa Tim Mandiri mendapat izin untuk mengambil sampel dari situs. Meskipun saat penggalian lapangan dilakukan tanpa didampingi ahli struktur megalitik yang ditunjuk Pusat Arkeologi Nasional. Saat itu, sang ahli sedang sibuk menjalani penelitian di luar Jawa.

Tim tidak berupaya mencari ganti ahli struktur megalitik yang lain. Hingga penggalian berakhir, Tim tidak melibatkan ataupun menginformasikan kegiatannya kepada instansi terkait yang bertanggung jawab atas situs Gunung Padang.

Tim Mandiri telah menggali setidaknya enam kotak yang konon berukuran 2,5 x 2,5 meter di teras keempat—dari total lima teras. Juga telah digali satu kotak di teras lima sedalam kurang-lebih 4 meter di lereng tenggara. Hasil penggalian belum jelas. Yang pasti, pelubangan tanah pada bagian atas situs ini berisiko tinggi bagi ketahanan struktur, walau telah ditutup kembali. Aktivitas membuka dan menutup tersebut melemahkan struktur karena meninggalkan rongga yang memungkinkan media air meteorik masuk dengan cepat ke dalam tanah.

Bagi arkeolog, lapisan tanah dianggap sebagai lapisan budaya. Maka, dalam kegiatan "merusak" lapisan budaya ini, setiap inci harus dibuka hati-hati dan detail. Arkeolog wajib mendokumentasikan setiap garukan cetok, perubahan, serta penemuan secara verbal dan piktorial. Sekali dibuka, tak bisa dikembalikan ke bentuk semula. Sebagai contoh, masa riset Candi Borobudur berlangsung selama sepuluh tahun. Karena itu, dengan masa penggalian yang kurang dari satu minggu, sungguh diragukan Tim Mandiri akan taat pada sistem perekaman data yang sesuai dengan kaidah arkeologi.

Setelah penggalian, masih ada proses analisis yang teliti dan komprehensif untuk menghindari kesalahan interpretasi. Proses ini bisa menghabiskan waktu panjang. Sebab, ilmu arkeologi tak ubahnya laku seorang detektif yang hanya menemukan sisa-sisa. Dalam hal ini, sisa-sisa kegiatan manusia masa lalu yang teka-tekinya hendak dipecahkan.

Penggalian yang baru lalu ini hasil akhirnya adalah secarik ulasan bertajuk "Kesimpulan Sementara Tim Mandiri", yang lalu-lalang di Internet. Dengan segala hormat, Tim Mandiri sungguh berani mempublikasikan "dugaan" hasil penggalian tersebut. Padahal dugaan atau hipotesis adalah awal penelitian yang masih perlu dibuktikan melalui metode dan etika ilmiah sebelum dibawa ke ranah publik. Di mana letak piramida itu pun tak disebutkan dalam kesimpulan. Alih-alih, Tim malah mengutip kemiripannya dengan bangunan "Michu-Pichu di Peru". Mungkin yang dimaksud peninggalan Inca berupa bangunan Machu Picchu di Peru.

Arkeologi telah berkembang pesat. Tak seperti upaya menggali harta karun atau barang antik di era antiquarian yang mengandalkan temuan lapangan. Pencapaian penelitian arkeologi bukan pada temuan, melainkan pada prosedur ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Ini prosedur yang melelahkan, tapi telanjur menjadi kewajiban para detektif masa lalu yang sudah renta seperti saya.

*) Arkeolog

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus