Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 80 Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Kelas I Madiun Kanwil Kemenkumham Jawa Timur atau populer disebut Penjara Klethak mengikuti kegiatan kerja menjahit. 'Pabrik' konveksi ini baru seumur jagung namun sudah bisa memproduksi rompi monyet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rompi monyet merujuk rompi mini yang diproduksi untuk kepentingan pelatihan para narapidana. Setelah mahir, mereka secara komersial akan mengerjakan produksi konveksi pabrikan dan dipasarkan ke khalayak umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Lapas Kelas I Madiun (Lasatma) Kadek Anton Budiharta mengatakan sebanyak 80 narapidana yang mengikuti kegiatan menjahit konveksi itu telah lulus asesmen atau proses pengumpulan dan informasi sehingga dapat mengikuti pelatihan dengan panduan ahli di bidang konveksi.
Kadek menyebut Lasatma akronim Lapas Kelas I Madiun menggandeng pihak ketiga yakni PT Amora, sebuah pabrik konveksi di Makassar Sulawesi Selatan.
Menjahit dengan desain mini adalah tantangan yang diberikan supervisor dari PT Amora yang secara langsung mengawasi termasuk quality control hasil produksi konveksi itu.
"Sebelum mereka memproduksi masal konveksi untuk dilempar ke pasar, rompi mini ini sebagai ujian, karena lebih rumit pengerjaan ketimbang rompi ukuran normal," kata Kadek kepada Tempo Selasa 20 September 2023.
Kalau sudah bekerja memproduksi konveksi maka ke-80 narapidana ini nantinya diberikan premi dalam bentuk tabungan dan e-Pas Pay.
Tabungan ini nantinya diberikan kepada para narapidana setelah bebas sebagai bekal atau sangu. e-Pas Pay adalah alat bayar yang berlaku di Lasatma. Sistem pembayaran ini diberlakukan untuk meminimalisir dan ke depan untuk meniadakan transaksi secara tunai (cash money) di dalam Lapas. Ini juga bagian dari memerangi pungutan liar.
Adapun ke-80 narapidana pria yang mengikuti kegiatan kerja menjahit itu dipilih dari jumlah keseluruhan narapidana sebanyak 1.200 orang, (-32 diantaranya napi perempuan yang penempatan bloknya terpisah).
Kadek memastikan jumlah narapidana yang mengikuti kegiatan menjahit akan bertambah." Kami sedang menunggu mesin jahit dari pihak ketiga. Rencana akan bertambah sampai dua ratus mesin," ujar Kadek.
Artinya nanti akan ada sebanyak 120 narapidana yang bergabung ke 'pabrik' konveksi ini. Dan untuk tempat juga masih memungkinkan Bengkel kerja Lapas Kelas I Madiun menampung 200 mesin jahit.
Seorang narapidana kasus narkoba Aryanto ditemui Tempo saat menjahit rompi mini mengatakan senang bisa lolos asesmen menjahit. Terpidana 7 tahun penjara itu terhitung sebagai napi baru di Lasatma.
"Saya baru empat bulan. Tapi senang bisa ikut menjahit. Nanti kalau bebas saya akan kembangkan keterampilan ini," kata Aryanto, 30 tahun asal Malang.
Aryanto menyebutkan waktu mendekam selama 4 tahun di Lapas Malang dia tak mengikuti kegiatan apapun. "Di sini diwajibkan ikut kegiatan. Baru kami bisa menuntut hak kami sebagai warga binaan," kata Aryanto.
Tak Boleh Ada Napi Nganggur di Penjara
Kadek Anton Budiharta yang belum genap satu tahun menjabat Kalapas Kelas I Madiun mengatakan memang menerapkan kepada warga binaan agar memenuhi kewajibannya sebelum mereka mendapatkan haknya selama menghuni Lasatma.
"Mereka wajib ikut kegiatan dan pembinaan, setelah itu baru hak mereka mulai remisi (pengurangan hukuman), Asimilasi, Pembebasan Bersyarat diberikan. Jadi harus ada nilai plus tak hanya berkelakuan baik,"kata Kadek yang sebelumnya menjabat Kalapas Kelas II A Tangerang.
Kadek menyebut tak boleh ada narapidana nganggur. "Tidak boleh ada yang menganggur. Kegiatan kerja banyak, jadi wajib ikut.
"Arahan Pak Dirjend Pemasyarakatan adalah transformasi kegiatan Lapas yang transparan sehingga memberikan nilai positif yang berdampak luas kepada masyarakat. Maka upaya sinergi dengan pihak ketiga kami lakukan," kata Kadek.
Kepala Seksi Pembinaan Kerja Pemasyarakatan Lapas Kelas I Madiun Taufiqul Hidayatullah mengatakan karena sifatnya wajib mengikuti kegiatan, bagi napi baru (-masuk Lapas) dan belum lulus asesmen maka diarahkan masuk pesantren.
Pesantren terhitung baru diresmikan empat bulan lalu. Gus Miftah seorang ustadz kondang tanah air ketika berkunjung ke Lapas Kelas I A Madiun memberikan nama pesantren itu Pesantren Hayatus Salam.
Rencana Patenkan Batik Tulis ke Ditjend Kekayaan Intelektual
Menjahit bukan satu-satunya program pembinaan kemandirian yang diadakan Lapas Kelas I Madiun. Kegiatan bernilai ekonomi lainnya adalah pembuatan kayu jati ukir pajangan, bangku taman dari bahan drum bekas, sablon kaos, batik tulis Lasatma, pembuatan tempe dan pembuatan roti diikuti narapidana perempuan.
"Kami sudah pasarkan ke luar Lapas. Produk kami sudah tembus ke pasar luar. Hanya perlu lebih intens untuk mengembangkan pemasaran, terutama e-Commerce," kata Kadek.
Batik tulis juga menjadi daya tarik bagi para narapidana di Lapas Kelas I Madiun. Mereka pun sudah mulai merancang motif-motif yang khas Madiun agar dikenal lebih luas. Hanya menurut Kadek harus dipikirkan supaya tidak berbenturan dengan ikon Madiun yang sudah lebih dulu popular seperti pecel Madiun.
"Kami masih rahasianya motifnya," kata Kadek tertawa.
Adapun motif bunga yang sudah dibuat di atas kain dipasarkan dengan harga terjangkau berkisar Rp 300 hingga 400 ribu saja.
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej adalah salah satu pembeli batik tulis Lasatma buatan warga binaan. "Pak Wamenkumham memakai batik tulis Lasatma,"kata Kadek.
Pilihan Eddy Hiariej adalah batik bercorak bunga dengan paduan warna hitam, merah dengan sentuhan warna kuning.
Pilihan Editor: Jaminan Utang Kereta Cepat Diteken Pemerintah, Ekonom: Indonesia Masuk Jebakan Utang Cina