Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Hari AIDS Sedunia, Bolehkah Ibu dengan HIV Menyusui?

Hari AIDS Sedunia yang diperingati setiap 1 Desember mengingatkan kita pada dilema menyusui pada ibu atau HIV. Ini penjelasan dokter laktasi.

1 Desember 2019 | 14.00 WIB

Ilustrasi menyusui. SpineUniverse
Perbesar
Ilustrasi menyusui. SpineUniverse

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Hari AIDS Sedunia yang diperingati setiap 1 Desember mengingatkan kita pada dilema menyusui pada ibu dengan human immunodeficiency viruses atau HIV. Seperti diketahui, air susu ibu atau ASI merupakan nutrisi terbaik bagi bayi usia 0-6 bulan yang dapat menunjang pertumbuhannya dengan optimal. Namun, bolehkah ibu dengan HIV/AIDS menyusui bayinya?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Menurut laman Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, salah satu cara penularan HIV yang paling umum adalah dari ibu ke bayi. Penularan dapat terjadi selama kehamilan, kelahiran, atau melalui proses menyusui.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Keputusan apakah ibu yang terinfeksi HIV menyusui bayinya umumnya didasarkan pada membandingkan risiko bayi tertular HIV melalui menyusui, dengan peningkatan risiko kematian akibat kekurangan gizi, diare, dan pneumonia jika bayi tidak disusui secara eksklusif.

Dahulu, WHO tidak menganjurkan ibu dengan HIV menyusui sama sekali. Tapi kini ibu dengan HIV direkomendasikan menyusui dengan pendampingan tenaga kesehatan karena ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Salah satu syaratnya adalah ibu harus diberi terapi antiretroviral untuk mengurangi penularan HIV melalui menyusui.

Pakar laktasi Ameetha Drupadi mengatakan, masa menyusui juga harus tuntas selama dua tahun. “Ibu yang mengalami HIV tetap bisa menyusui, tapi minumnya harus sampai dua tahun atau tidak sama sekali. Tidak boleh ASI lalu susu formula,” kata Ameetha di Jakarta, Rabu, 27 November 2019.

Ameetha menambahkan, saat ibu dengan HIV/AIDS menyusui, ada antibodi yang masuk dan membuat bayi lebih kebal.

Namun, menyusui selama dua tahun bukanlah hal yang mudah dilakukan. Itu sebabnya, saat ini banyak tenaga kesehatan yang belum menganjurkan ibu dengan HIV/AIDS menyusui bayinya.

“Sebagai dokter, saya lebih pro untuk tidak menyusui bayinya secara langsung dan ibunya terus berobat hingga tuntas. Tapi karena saya juga konselor laktasi, tetap ada porsi untuk ibu dengan HIV/AIDS untuk menyusui bayinya,” ujar Ameetha. 

Ameetha mengatakan, ibu hamil mesti melakukan tes HIV untuk mengetahui apakah dia terinfeksi atau tidak. Sebab, kata dia, kasus yang paling banyak ditemui adalah si ibu tidak tahu kalau dia mengidap HIV, juga tidak memiliki bekal ilmu menyusui.

“Misalnya posisi dan perlekatan menyusui. Jika posisi perlekatan salah pasti puting lecet, luka, dan berdarah. Darahnya itu bisa menularkan ke bayi,” kata dia.

Ditambah lagi, jika asupan ASI tidak maksimal, artinya antibodi yang diterima bayi juga tidak optimal.

“Jadi memang harus benar-benar di bawah pemantauan dokter laktasi bila memutuskan menyusui dan ibu diberikan pengobatan sesegera mungkin,” ujar Ameetha.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus