Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

IM57+ Institute Minta KPK Tegas Umumkan Status Eddy Hiariej, jangan Ikuti Langkah Politik

Eddy Hiariej menjadi Wakil Menteri Hukum dalam Kabinet Presiden Prabowo Subianto.

25 Oktober 2024 | 01.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Edward Omar Sharif Hiariej atau yang akrab disebut Eddy Hiariej menjadi Wakil Menteri Hukum dalam Kabinet Presiden Prabowo Subianto. Eddy sebelumnya pernah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas tuduhan penerimaan suap dan gratifikasi, hingga akhirnya dibatalkan oleh hakim tunggal dalam gugatan praperadilan pada 3 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan sejak putusan praperadilan keluar hingga hari ini, belum ada surat perintah penyidikan atau sprindik baru untuk melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi Eddy Hiariej. “Iya belum, pasca-putusan praperadilan,” kata Alex dikonfirmasi Tempo, Senin, 21 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alexander Marwata enggan menyebutkan alasan mengapa pimpinan KPK tak kunjung mengeluarkan sprindik baru terkait kasus Eddy Hiariej tersebut. Padahal, lembaga antirasuah itu meyakini telah memiliki bukti kuat untuk menjerat mantan wakil menteri hukum dan HAM (Wamenkumham) era Joko Widodo itu.

Mendapati ketidakpastian ini, Ketua IM57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha menyatakan KPK harus berani secara tegas mengumumkan ke publik status Eddy Hiairej bersalah atau tidak menurut keyakinan KPK. "Jika memang Eddy tidak bersalah, sampaikan secara tegas. Jika memang Eddy masih tersangkut perkara, maka segera keluarkam Sprindik atau Sprinlidiknya," tutur Praswad kepada Tempo pada Kamis, 24 Oktober 2024.

Menurutnya, KPK adalah alat penegak hukum bukan alat pelindung atau alat gebuk politik, sehingga jangan sampai berbagai proses penegakan hukum bergantung mengikuti langkah politik. "Apalagi jadi bagian politik," ujarnya. 

Praswad juga menuturkan Prabowo selaku presiden seharusnya mempertimbangkan rekam jejak calon menteri dan wamen secara kompherensif, termasuk soal isu korupsi yang terkait dengan calon tersebut. Calon pimpinan institusi negara, kata Praswad, harus memiliki jejak langkah yang clear tanpa adanya catatan buruk sedikit pun.

"Sehingga mampu mewujudkan semangat anti korupsi dalam kebijakannya, tidak hanya cukup terbebas dari isu hukum semata," ucapnya.

Kasus Eddy Hiariej

Menyitir laporan Koran Tempo edisi 6 April 2024, seorang aparat penegak hukum bercerita penyidik sebenarnya sudah meminta agar surat perintah penyidikan (sprindik) baru itu diterbitkan sejak 15 Maret 2024. Namun, surat itu mandek di meja Deputi Penindakan KPK Brigadir Jenderal Rudi Setiawan.

Alexander Marwata kala itu membenarkan kalau KPK akan mengeluarkan sprindik baru dalam kasus yang melibatkan Eddy Hiariej. Namun, surat itu memerlukan persetujuan pimpinan KPK yang saat itu sedang banyak dinas luar kota sehingga pembahasan tertunda.

“Setelah Idulfitri kami bahas kembali. Sering pimpinan tidak lengkap di kantor. Ada yang dinas ke luar kota, sehingga pembahasan tertunda,” kata Alex saat dihubungi 5 April 2024 seperti dikutip Koran Tempo.

Kasus yang melibatkan Eddy Hiariej ini bermula dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso ke KPK pada 14 Maret 2023. IPW menduga Eddy Hiariej memperdagangkan kewenangannya sebagai wakil menteri hukum dan HAM dalam sengketa kepemilikan saham perusahaan tambang nikel di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, PT Citra Lampia Mandiri (CLM) antara Helmut Hermawan dan Zainal Abidin.

Dalam pengurusan sengketa itu, Eddy Hiariej menyuruh bawahannya menerima permohonan pendaftaran perubahan akta perusahaan PT CLM menjadi milik Helmut Hermawan melalui Sistem Administrasi Hukum Umum (AHU). Selain itu, Eddy juga disebut-sebut melobi Badan Reserse Kriminal Polri agar menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas perkara Helmut, yaitu jual-beli 85 persen saham PT CLM yang dilaporkan Zainal Abidin.

Atas praktik lancung itu, Eddy Hiariej diduga menerima suap senilai Rp 8 miliar yang diberikan Helmut Hermawan melalui dua asisten Eddy yakni Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Ari Rukmana.

Ade Ridwan Yandiputra berkontribusi dalam artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus