Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Idrus Marham Wakil Ketua DPP Golkar, Berikut Kontroversi Mantan Mensos Kabinet Jokowi

Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia, menunjuk Idrus Marham sebagai Wakil Ketua Umum DPP Golkar. Berikut beberapa kontroversi eks Mensos era Jokowi.

10 November 2024 | 09.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, mengumumkan susunan lengkap kepengurusan DPP Partai Golkar periode 2024–2029. Salah satu nama yang diajukan adalah Idrus Marham sebagai Wakil Ketua Umum Golkar bidang Fungsi Kebijakan Publik 2.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Idrus adalah sosok yang getol mengusung nama Bahlil menjadi Ketum Golkar sepeninggalan Airlangga Hartarto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mantan Menteri Sosial era Presiden Joko Widodo atau Jokowi tersebut juga sempat terseret kasus korupsi. Berikut adalah beberapa kontroversi Idrus Marham. 

Kasus Korupsi PLTU Riau-1

Terseretnya Idrus dalam kasus PLTU Riau-1 bermula dari Operasi Tangkap Tangan terhadap koleganya di Partai Golkar, sekaligus Wakil Ketua Komisi Energi DPR kala itu, Eni Saragih. Eni didakwa menerima suap dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. 

Peran Idrus terungkap pertama kali lewat dakwaan Johannes Kotjo. Dalam dakwaan itu disebutkan, awalnya Eni diperintahkan oleh mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto untuk membantu Kotjo mengawal proyek PLTU Riau-1. Namun, setelah Setya Novanto menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP, Eni melapor kepada Idrus.

Dalam dakwaan yang sama Idrus dan Eni disebut pernah bertemu dengan Kotjo di kantornya di Grahap BIP Jakarta. Idrus juga disebut pernah ikut dalam pertemuan dengan Direktur Utama PLN Sofyan Basir.

KPK mengumumkan penetapan tersangka terhadap Idrus pada 24 Agustus 2018. Idrus disangka bersama-sama Eni menerima suap dari Kotjo untuk memuluskan proyek PLTU Riau-1. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Idrus tiga tahun penjara pada 23 April 2019. Idrus dianggap bersalah menerima suap Rp 2,25 miliar dari Kotjo.

Tak terima dengan vonis Pengadilan Tipikor Jakarta, Idrus mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Akan tetapi, Pengadilan Tinggi justru memperberat hukuman Idrus menjadi 5 tahun penjara. Idrus kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. MA memangkas hukuman Idrus menjadi 2 tahun penjara. Idrus bebas pada 11 September 2020.

Kasus Eddy Hiariej

Idrus Marham sempat mangkir dari pemeriksaan KPK atas dugaan kasus korupsi yang melibatkan Wakil Menteri Hukum dan HAM saat itu, Edward Omar Syarief Hiariej alias Eddy Hiariej. "Saksi tidak hadir dan konfirmasi pada tim penyidik untuk dijadwal ulang," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 26 Januari 2024.

Idrus berada di pusaran perkara Eddy Hiariej bersama dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan pengusaha batubara Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam. Idrus berada dalam pertemuan dengan Eddy, Haji Isam, dan Helmut Hermawan, mantan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM), sebuah perusahaan tambang nikel di Sulawesi Selatan. Pertemuan itu terjadi pada 19 September 2022. 

Pada pertemuan itu, Amran mengatakan Haji Isam meminta 45 persen saham PT CLM. Amran juga mengatakan, jika tidak menyerahkan saham perusahaan tersebut, Helmut bisa dipidanakan dan dikriminalisasi. Eddy membenarkan hal itu.

Beberapa jam kemudian, Helmut dihubungi kembali oleh Eddy Hiariej dan Idrus. Kepada Helmut, keduanya mengatakan Haji Isam meminta bertemu. Akhirnya, pada malam harinya, mereka kembali bertemu di Hotel Gran Melia Kuningan, Jakarta Selatan. Namun Haji Isam tidak hadir dalam pertemuan itu. 

Pada 29 September 2022, Helmut bertemu dengan Eddy Hiariej dan Idrus di kediaman Helmut di kawasan Cipete, Jakarta Selatan. Di sini, Eddy dan Idrus meminta tambahan saham PT CLM sebesar 25 persen atau di luar 45 persen saham untuk Haji Isam. Namun Helmut menolaknya.

Komentari Polisi Meninggal di Mako Brimob 

Saat menjadi Menteri Sosial, Idrus Marham mengatakan kematian Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Denny Setiadi dan empat rekannya dalam kerusuhan di Markas Komando Brigade Mobile (Mako Brimob) sebagai seorang syuhada. Sebab, kata Idrus, Denny meninggal saat menjalankan tugas untuk berjuang menegakkan agama saat karena menjadi pengabdi negara. 

"Insya Allah alhamarhum syuhada, dan karena itu saya secara pribadi dan sebagai menteri ikut berbelasungkawa," kata Idrus di rumah duka Jalan Kramat 3E, Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis, 10 Mei 2018. Idrus juga menyampaikan santunan kematian dari Kementerian Sosial kepada ahli waris Denny.

Idrus Marham mengatakan, kematian Denny sebagai seorang syuhada itu diperoleh usai dirinya bertanya kepada Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar. Idrus berujar bahwa kematian Denny adalah bagian dari perjuangan bangsa atau hubbul wathon minal iman. Atau, kematian ketika berada di dalam Mako Brimob sama seperti kematian dengan menegakkan agama.

ANANDA RIDHO SULISTYA  | DIAS PRASONGKO | SAVERO ARISTIA WIENANTO | M ROSSENO AJI | HENDRIK YAPUTRA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus