Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Ingar-Bingar Dana Kampanye

Ditaksir Rp 10-15 triliun dihabiskan untuk jorjoran kampanye. Tanpa laporan terbuka, dana gelap dicemaskan menyusup ke rekening partai politik.

15 Maret 2004 | 00.00 WIB

Ingar-Bingar Dana Kampanye
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Mendadak-sontak Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung meloncat dari mobilnya menuju sebuah becak yang diparkir sekitar satu kilometer dari Stadion Sriwedari, Solo, Jawa Tengah. Sisa air sehabis hujan seharian tak dihiraukannya. Sepanjang jalan menuju stadion tempatnya berkampanye Jumat pekan lalu, ia melambai-lambaikan tangan. Tak banyak orang yang menyambut salamnya. Di stadion, massa tak memenuhi lapangan. Tapi dengan berapi-api Akbar tetap berpidato di kota yang mayoritas penduduknya adalah pendukung PDI Perjuangan itu.

Dua jam kemudian, Akbar melesat ke Malang, Jawa Timur. Di Stadion Gajayana Malang, ia berteriak lantang, "Golkar akan meraup 30 persen suara dalam Pemilu 2004 ini." Di Jawa Timur Golkar bertekad merebut kembali suaranya yang hilang dalam Pemilu 1999 lalu. "Kami akan tampil habis-habisan," ujar Rully Chairul Azwar, Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu Partai Golkar.

Perang tanding. Habis-habisan. Ludes-ludesan. Diberi waktu tiga pekan untuk kampanye oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), semua partai merancang strategi untuk merebut hati orang banyak. Tak cuma dengan pawai dan pidato, tapi juga dengan iklan di televisi, radio, termasuk dengan pentas hiburan yang melibatkan artis bertarif mahal. Ekonom UI Mohamad Chatib Basri memperkirakan, Rp 10-15 triliun dihabiskan untuk kampanye. "Ini taksiran kasar," katanya. Dasarnya adalah angka konsumsi yang melonjak pada tiga bulan menjelang Pemilu 1999. "Untuk peringatan ulang tahun, sebuah partai besar pernah menghabiskan uang Rp 3 miliar. Kalau acara dilakukan di 400 kabupaten, setidaknya dibutuhkan Rp 1,2 triliun," kata Chatib. "Coba hitung kalau ada empat partai besar yang menyelenggarakan acara serupa," tambah Chatib.

Golkar adalah salah satu partai yang merancang perang puputan dalam kampanye. Diperkuat 811 juru kampanye dan 200 artis, kata Rully, Golkar adalah partai yang paling banyak mengerahkan juru kampanye. Artis seperti Evie Tamala atau Thomas Djorghi bergabung dengan tim Golkar. "Mereka dikontrak tiga pekan untuk keliling Indonesia," ujar Rully.

Untuk urusan "goyang pinggul", Golkar menghabiskan uang Rp 5 miliar. Rata-rata, menurut Rully, bayaran artis Rp 10-20 juta. Itu honor bersih. Di luar itu Golkar juga harus menanggung biaya transpor, makan, dan penginapan.

Semakin top si artis, semakin mahal honornya. Rully mengaku kecewa karena tak berhasil menggaet ratu ngebor Inul Daratista. "Honornya tinggi sekali," katanya. Inul memang jadi incaran banyak partai. Artis itu mengaku ada dua partai besar menawarkan paket kampanye kepada dia. Semuanya minta booking selama tiga pekan. Tawaran pertama jumlahnya—alamak!—Rp 16 miliar. Menjelang kampanye, partai besar lainnya menawarkan Rp 30 miliar. "Saya enggak bisa tidur mikirin duit segede itu," kata Inul. Tapi ia menolak. "Soalnya, penggemar saya datang dari berbagai unsur," katanya.

Rully tak terbuka tentang berapa banyak duit yang digelontorkan Golkar untuk kampanye kali ini. "Jumlah duitnya terus saja berkembang. Tapi tak sekuat ketika Golkar masih berkuasa," kata Rully.

Dulu, mesin politik Orde Baru itu hidup dari menyusu ke yayasan milik Keluarga Cendana. Yang terkenal adalah Yayasan Dakab. Kini yayasan itu telah bubar seturut lengsernya Soeharto. Golkar pun mencari sumber lain. Andalan Golkar kini adalah sumbangan para calon anggota legislatif yang bertengger di nomor jadi. Setiap calon diimbau menyetor ke partai sekitar Rp 100 juta. Jika target Golkar 30 persen suara atau setara dengan 170 kursi DPR, akan terkumpul duit sekitar Rp 17 miliar. Itu belum termasuk dana yang digali dari daerah, berupa sumbangan dari perusahaan dan individu.

Di Jawa Timur, misalnya, dana yang dikumpulkan Golkar dari 38 daerah di provinsi itu mencapai Rp 20 miliar. "Dana besar karena target perolehan suara kami juga besar," ujar Edy Wahyudi, Sekretaris Organisasi, Kader, dan Keanggotaan Partai Golkar Jawa Timur. Di basis Nahdlatul Ulama itu Golkar menargetkan 24 kursi.

Lain Golkar, lain lagi PDI Perjuangan. Menurut Bendahara PDI Perjuangan, Noviantika Nasution, untuk berlaga di medan kampanye, partainya telah menyiapkan Rp 100 miliar.

Kata Noviantika, duit yang mengucur ke pundi Partai berasal dari aneka sumbangan. Selain pengusaha ada juga sumber APBN, dana pemerintah kepada partai, sebesar Rp 36 miliar. Banyak yang menduga, dana kampanye PDI Perjuangan sedikitnya dua kali lipat yang disebut Noviantika, separuhnya digelontorkan untuk biaya iklan. Namun Noviantika membantah dugaan itu. "Jika ada duitnya pun belanja iklan di media tak boleh lebih dari Rp 35 miliar. Bisa disemprit KPU," katanya.

Dalam kampanye kali ini PDI Perjuangan royal memasang iklan di media cetak dan elektronik. Setiap hari, wajah Ketua Umum Megawati Soekarnoputri nongol di layar televisi pada waktu tayang utama (prime time). Tak tanggung-tanggung, Mega mejeng di 40 stasiun televisi lokal dan nasional plus 500 stasiun radio. Belum lagi iklan di semua media cetak nasional dan lokal. Tapi biro iklannya mengaku mengeluarkan biaya sesuai dengan aturan. "Total biaya di bawah Rp 40 miliar," ujar Triawan Munaf, pimpinan Adwork Euro, perusahaan iklan yang menangani PDI Perjuangan sejak 1999 (lihat Adu Kuat di Layar Kaca).

Kalau keterangan Triawan itu benar, PDI Perjuangan memang belum keluar dari pagar undang-undang. KPU hanya membolehkan satu partai politik beriklan 10 slot iklan per hari. Harga pasaran satu slot—setara dengan setengah menit penayangan—adalah Rp 5 juta hingga Rp 20 juta. Untuk prime time—pukul 18.00-19.00 dan pukul 21.00-22.00—"Harganya Rp 20 juta per slot," kata Budi Darmawan, Manajer Humas SCTV.

Sementara PDIP dan Golkar menghabiskan segerobak duit untuk kampanye, Wakil Sekretaris Komite Aksi Pemenangan Pemilu Partai Bulan Bintang, Nizar Dahlan, mengaku sebaliknya. "Pengurus pusat tak punya anggaran khusus," kata Nizar.

Bagi partai pimpinan Yusril Ihza Mahendra itu, biaya kampanye dikumpulkan dari calon anggota legislatif, termasuk untuk memproduksi kaus dan bendera hingga untuk membayar transpor juru kampanye. Nizar yang adalah calon legislator Partai Bulan Bintang nomor satu daerah pemilihan Sumatera Barat, mengaku sudah menguras Rp 50 juta dari koceknya sendiri.

Strategi mendistribusikan biaya kampanye ini dilakukan pula oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kata Wakil Bendahara PKS, Edy Kuncoro, pimpinan pusat Partai hanya mengurusi iklan di televisi, radio, dan koran. Sedangkan karnaval dan kampanye di daerah ditanggung oleh cabang. Untuk iklan televisi, PKS menganggarkan dana Rp 4-5 miliar.

Meski partai-partai mengakui membelanjakan banyak uang untuk beriklan, anehnya banyak partai tak melaporkan dana kampanyenya ke KPU. Sampai Jumat pekan lalu, Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti mengaku belum menerima laporan sumbangan dana kampanye partai. Nomor rekening dana kampanye memang sudah tercatat tapi tak ada perincian, misalnya soal siapa menyumbang berapa. "Padahal setiap sumbangan harus disertai identitas jelas," kata Ramlan. Sumbangan maksimal yang dipatok KPU adalah Rp 100 juta untuk sumbangan individu dan Rp 750 juta untuk organisasi.

Sejauh ini hanya tiga partai yang menyebut saldo akhir dana kampanyenya. Partai Bulan Bintang mencatatkan Rp 872 juta pada saldo akhirnya. Lalu, Partai Amanat Nasional sekitar Rp 8 juta, dan Partai Keadilan Sejahtera sekitar Rp 125 juta. Laporan Partai Golkar dan PDI Perjuangan masih nihil.

Meski gusar, KPU mengaku tak mampu berbuat banyak. Menurut Ramlan, lembaganya hanya bisa mengeluarkan surat edaran ke daerah, meminta KPU setempat mengawasi dana kampanye. Idealnya, semua laporan dana kampanye, baik pengeluaran maupun pemasukan, dilaporkan ke akuntan publik paling lambat 60 hari sesudah pemungutan suara. "Akuntan publik wajib melakukan audit, selambatnya 30 hari setelah menerima laporan partai,'' ujar Ramlan.

Namun, repotnya, sejauh ini tak ada sanksi kepada partai politik yang tak melaporkan dana kampanyenya. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), yang bertugas menyemprit partai politik yang nakal, juga tak punya kuasa memeriksa pembukuan partai. Satu-satunya cara, kata Didik Supriyanto, Koordinator Bidang Pengawasan Panwaslu, untuk menelisik keuangan partai adalah dengan mengirim "intel" khusus. Misalnya, satu partai mengaku punya dana Rp 10 miliar. Tapi, kenyataan di lapangan, partai itu membelanjakan duit lebih dari Rp 50 miliar. Atau "Mereka kampanye naik heli tapi tak tercatat di pengeluaran," ujar Didik.

Cara "intel-intelan" inilah yang kini dilakukan lembaga antikorupsi Transparency International Indonesia. Lembaga itu saat ini sudah mengirim 600 sukarelawan ke 20 kota di seluruh Indonesia. "Pengawasan sudah kita mulai begitu partai politik lolos ikut pemilu," ujar Anung Karyadi, Koordinator Advokasi Transparency. Program itu akan berlangsung sampai kampanye pemilihan presiden.

Belum jelas benar apakah upaya mengawasi aliran dana kampanye partai bisa berhasil atau tidak. Menelisik dompet partai politik memang bukan perkara mudah. Padahal pemilu selalu terbuka bagi pencucian dana gelap seperti duit hasil korupsi atau kejahatan lainnya. Partai politiklah yang kini ditantang: maukah mereka jujur atau dituding sebagai partai penelan dana haram.

Nezar Patria, Widiarsi Agustina, Sudrajat, Ucok Ritonga (Tempo News Room)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus