Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti buaya dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memastikan buaya yang terlihat di Pondok Dayung tidak bersarang atau tinggal di perairan itu.
Ahli buaya LIPI Hellen Kurniati mengatakan buaya muara hidup di daerah muara sungai yang dikelilingi tanaman nipah atau sejenisnya.
Baca: Jika Ditemukan, Buaya Pondok Dayung Diterima di Ragunan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tangkai daun atau pelepah tanaman itu digunakan untuk membuat sarang. Buaya muara akan membuat pelepah menumpuk menjadi seperti gunung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ciri khas habitatnya adalah daerah muara sungai masih bagus dan kanan-kirinya ada tanaman nipah," kata peneliti reptil Pusat Penelitian Biologi LIPI Hellen Kurniati saat ditemui Tempo di kawasan Jakarta Selatan, Selasa, 19 Juni 2018.
Baca: Buaya di Pondok Dayung, Ahli LIPI: Ada 2 Cara untuk Menangkapnya
Hal itu dikatakan Hellen menanggapi penampakan buaya sepanjang 2,5 meter di perairan Dermaga Pondok Dayung pada 14 Juni 2018. Satwa itu diburu karena dianggap mengancam keselamatan prajurit. Sebab Pondok Dayung adalah pangkalan militer TNI Angkatan Laut dan kerap digunakan untuk latihan.
Hellen Kurniaty, Peneliti Buaya (dok Pribadi)
Menurut Hellen, buaya muara bisa hidup di kawasan mangrove, rawa, hulu sungai, dan bagian tengah atau muara sungai.
Baca: Buaya di Pondok Dayung, Pengunjung Pantai Ancol Bilang Bismillah
Salah satu habitat buaya muara di Jakarta adalah kawasan hutan Mangrove, Muara Angke, Jakarta Utara. Di sana tersedia tanaman untuk membuat sarang dan makanan buaya muara seperti burung dan ular.
Karena buaya muara mampu hidup di sungai air tawar atau laut, tak heran bila buaya muara berenang hingga ke laut untuk mencari makan atau habitat baru.
Baca: TNI AL Sebut Buaya di Pondok Dayung Hilang Setelah Ditembak
"Kalau pantai botak tidak mendukung kehidupannya. Kalau di mangrove bagus karena ada makanannya juga, seperti burung dan ular," jelas Hellen.
Menurut Hellen, perairan Jakarta tak mendukung buaya muara untuk menetap. Apalagi tinggal di perairan dekat dermaga yang lalu lintas kapalnya tinggi. "Dia tidak suka tempat ramai. Sekadar lewat bisa untuk mencari makan," ujarnya.