Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

Antara Investasi dan Restrukturisasi Lahan

Kehadiran Bank Tanah berpotensi memperparah masalah agraria. Tahun lalu, konflik agraria meningkat.

1 Februari 2023 | 00.00 WIB

Ketua RW Desa Batulawang, Sumeri, di depan patok pembatas wilayah desa di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 17 Januari 2023. TEMPO/Avit Hidayat
Perbesar
Ketua RW Desa Batulawang, Sumeri, di depan patok pembatas wilayah desa di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 17 Januari 2023. TEMPO/Avit Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Kasus di Desa Batulawang disebut sebagai contoh keberadaan Badan Tanah memperparah masalah agraria.

  • Badan Tanah bisa menjadi aktor baru konflik agraria.

  • Kementerian ATR yakin Bank Tanah tidak mengganggu reforma agraria.

Patok kayu berkelir merah itu tak lepas dari pandangan Suhenda, 63 tahun. Sesekali dia tengok penanda batas wilayah Desa Batulawang, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tersebut sambil mencangkul tanah garapannya. Waswas menyergapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Petani hortikultura ini bersama sekitar 250 keluarga lainnya yang menetap di Desa Batulawang sedang menanti kepastian. Tempat tinggal serta ladang yang mereka tempati selama lebih dari 30 tahun itu merupakan calon obyek reforma agraria yang sedang diurus Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). Lahannya berada di atas lahan bekas hak guna usaha PT Maskapai Perkebunan Moelia (MPM).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Patok yang terus dilirik Suhenda itu merupakan tanda pengukuran lahan, satu proses sebelum penetapan obyek reforma agraria. Namun Suhenda khawatir karena yang datang memasangnya merupakan petugas Bank Tanah. "Mau lanjut tanam, jadi bingung," katanya kepada Tempo, pertengahan bulan lalu.

Sejak pertengahan tahun lalu, Suhenda mendengar kabar bahwa Bank Tanah meneken perjanjian dengan PT MPM. Salah satunya soal upaya membantu perpanjangan HGU perusahaan dan pemberian hak pengelolaan lahan. Buntutnya, sekitar 50 hektare dari lahan yang sekarang ditinggali Suhenda dan tetangganya, seluas 93 hektare, bakal dihibahkan ke lembaga lain. 

Sementara itu, para petani akan direlokasi ke wilayah lain. "Masak, harus pindah? Di sini kan sudah lama dan lengkap rumahnya, fasilitasnya, lahan pertaniannya," kata Suhenda. Dia juga mempertanyakan kelaikan tempat baru untuk warga desa. 

Kepala Desa Batulawang Nanang Roheni di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 17 Januari 2023. TEMPO/Avit Hidayat

Menurut Kepala Desa Batulawang, Nanang Roheni, masyarakat bakal dipindahkan ke lahan seluas 204 hektare yang akan dilepas PT MPM sebagai kewajiban perpanjangan HGU mereka yang mencapai 1.020 hektare. "Secara kasatmata, mungkin tidak cocok untuk bercocok tanam," ujarnya ketika ditanya soal kondisi lahan tempat relokasi tersebut. 

Namun, Nanang melanjutkan, opsi relokasi dikaji oleh banyak pihak. Setelah masukan soal kondisi di lapangan disampaikan ke tim reforma agraria, keputusan akhir berada di tangan pemerintah pusat.

Lokasi Prioritas Reforma Agraria

Desa Batulawang merupakan satu dari 30 lokasi prioritas reforma agraria yang diusulkan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) kepada Kementerian ATR. Kriteria tempat tersebut, antara lain, sudah lama diduduki masyarakat dan terjadi konflik di sana. Setelah Menteri ATR Hadi Tjahjanto dilantik pada Juni 2022, pemerintah sepakat mempercepat penetapan status obyek dan subyek reforma agraria di lokasi prioritas tersebut untuk kemudian menjadi dasar redistribusi lahan ke masyarakat.

Namun, merujuk pada Catatan Akhir Tahun 2022 KPA yang dirilis pada 9 Januari lalu, upaya akselerasi ini menghadapi beragam tantangan. Salah satunya karena eksekusi usaha pengadaan tanah, tukar guling kawasan hutan, bisnis tambang, food estate, serta Bank Tanah untuk kepentingan investasi makin cepat. Sementara itu, usaha penyelesaian konflik dan reforma agraria sangat lambat. 

Dalam catatan KPA, sepanjang 2022 terdapat 212 konflik agraria di 34 provinsi. Jumlahnya naik dibanding pada tahun sebelumnya, yang sebanyak 207 kasus. Konflik tersebut terjadi di tanah seluas 1,03 juta hektare, dengan masyarakat yang terkena dampak sebanyak 346 ribu keluarga. Tahun sebelumnya, luas wilayah konflik mencapai 377 ribu hektare dengan 141 ribu keluarga menjadi korban yang terkena dampak.

Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, menyatakan, masifnya konflik membuktikan situasi agraria yang karut-marut. Konflik agraria yang ada sudah struktural. "Dampaknya sangat masif secara sosial, ekonomi, dan politik di tingkat masyarakat," katanya kepada Tempo

Penyebabnya adalah keputusan pejabat publik yang menerbitkan beragam izin dan hak atas tanah kepada konsesi-konsesi skala besar di berbagai sektor. Sebagai konsekuensi, terjadi ketimpangan struktur penguasaan tanah. Badan usaha skala besar, menurut Dewi, memonopoli tanah di Indonesia saat ini. 

Akar masalah agraria lainnya berasal dari konversi tanah pertanian secara cepat. Dewi menyebutkan kecepatan perubahan ini tidak wajar karena cenderung dipaksakan. Tanah pertanian diubah menjadi kawasan lain, seperti industri, perkebunan monokultur, dan infrastruktur.

Masalah-masalah agraria ini menimbulkan kemiskinan di perdesaan. Salah satu indikatornya adalah pengusahaan lahan petani yang menipis, yang dilihat dari makin masifnya petani gurem. Selain itu, banyak masyarakat di sektor pertanian, tapi sebatas menjadi buruh atau menggarap tanah orang lain.  

Perpu Cipta Kerja Digugat

Di tengah masalah agraria ini, pemerintah menghadirkan Bank Tanah. Lembaga ini mulanya dicetuskan untuk mempermudah pengadaan lahan dan mengendalikan harga tanah. Namun, dalam Undang-Undang Cipta Kerja, terdapat tugas tambahan yang melekat pada badan ini: reforma agraria. Lembaga ini pun dipertahankan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja yang terbit pada 30 Desember 2022. Pada Rabu pekan lalu, sebanyak 13 serikat pekerja mendaftarkan gugatan uji formil Perpu Cipta Kerja.

Dewi mengatakan, peran reforma agraria dalam Bank Tanah tidak tepat. Badan tersebut bertugas mengakumulasi tanah cadangan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan lewat investasi berbasis agraria. "Sementara reforma agraria itu upaya untuk mengoreksi ketimpangan struktur penguasaan tanah," ujarnya. 

Yang dibutuhkan saat ini adalah upaya restrukturisasi penguasaan tanah. Dewi menuturkan, seharusnya peran Gugus Tugas Reforma Agraria yang sudah dibentuk dari tingkat nasional sampai kabupaten dimaksimalkan untuk mengurus masalah agraria. Sedangkan Bank Tanah cukup berfokus pada urusan komersial.

Jika dilanjutkan, Dewi memperkirakan masalah agraria bakal makin parah. Buktinya, kata dia, terlihat pada kasus di Desa Batulawang. Kebutuhan masyarakat yang terjerat konflik agraria tidak lagi menjadi prioritas. Bank Tanah justru mendahulukan kepentingan perusahaan lewat perjanjian hak pengelolaan.

Dewi menuturkan, kehadiran badan tersebut mengganggu proses redistribusi lahan di desa itu. Sebelum ada perjanjian Bank Tanah dengan PT MPM dan adanya pemberian hak pengelolaan, dia mengaku tak ada tawaran relokasi. "Masyarakat sudah puluhan tahun di sana," kata dia.

Dia yakin kejadian serupa bukan tak mungkin terulang ke depan. Berdasarkan temuan sementara KPA, terdapat 34 lokasi yang akan menjadi calon aset Bank Tanah seluas 24.764 hektare. Menurut Dewi, sebagian besar area itu berpotensi mencaplok lahan masyarakat. Dia mencontohkan empat kelurahan di Penajam Paser, Kalimatan Timur, yang sudah dipasangi patok milik Bank Tanah. "Menurut pengakuan warga, tindakan tersebut dilakukan tanpa adanya sosialisasi kepada mereka." 

Bank Tanah Bisa Menjadi Aktor Baru Konflik Agraria

Penasihat Senior Indonesia Human Rights Committee for Social Justice, Gunawan, mengatakan bahwa Bank Tanah bisa menjadi aktor baru konflik agraria. Bank Tanah saat ini mengambil alih lahan yang cocok untuk redistribusi, lalu memberikan HPL, kemudian sekitar 20 persennya dibagikan untuk masyarakat. Gunawan menyebutkan skema ini menunjukkan kepentingan petani dihitung belakangan. Belum lagi sumber lahan untuk reforma agraria dan Bank Tanah serupa.

Reforma agraria, yang seharusnya merombak tatanan penggunaan lahan, bergeser menjadi kegiatan pemberian tanah sisa. “Konsep reforma agraria di Bank Tanah keliru, jadi seperti CSR perusahaan,” katanya. 

Isu mengenai Bank Tanah bukan hanya seputar perannya. Gunawan mengatakan, pendiriannya saja juga sudah bermasalah. Contohnya ketika pemerintah menerbitkan aturan-aturan pendukung Bank Tanah, padahal Mahkamah Konstitusi memutuskan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional pada November 2021. Sebulan kemudian, muncul Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah serta Peraturan Pemerintah Nomor 124 Tahun 2021 tentang Modal Bank Tanah.

Sekretaris Jenderal Kementerian ATR, Himawan Arief Sugoto, yakin kehadiran Bank Tanah tidak akan mengganggu reforma agraria. Program tersebut sepenuhnya berada di bawah kewenangan Menteri ATR. "Bank Tanah tidak boleh campur tangan dalam hal ini. Dia hanya menyiapkan tanahnya," kata Himawan. 

Dalam konteks Desa Batulawang, Arief menyatakan, Bank Tanah juga berperan sebagai wasit untuk menentukan peruntukan lahan yang cocok di atas HGU milik PT MPM. "Pemegang hak yang lama masih terus keberatan. Akhirnya, Pak Menteri mengambil keputusan, Bank Tanah yang menjadi wasit," katanya. 

Ditanya soal keputusan akhir Bank Tanah soal konflik di Desa Batulawang, Kepala Badan Bank Tanah, Parman Nataatmadja, belum bersedia memberi tanggapan. Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR, Agus Widjajanto, tak merespons ketika dimintai konfirmasi mengenai penyelesaian masalah di Desa Batulawang. 

Tempo juga telah menyambangi kantor PT MPM di Desa Batulawang. Seorang petugas keamanan menyarankan untuk menghubungi staf administrasi bernama Linda untuk mengurus wawancara. Namun yang bersangkutan tak merespons kontak Tempo

VINDRY FLORENTIN | JIHAN RISTIYANTI | AVIT HIDAYAT
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Vindry Florentin

Vindry Florentin

Lulus dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran tahun 2015 dan bergabung dengan Tempo di tahun yang sama. Kini meliput isu seputar ekonomi dan bisnis. Salah satu host siniar Jelasin Dong! di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus