Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kereta MRT Jakarta Berjalan Tanpa Pengemudi, Ini Teknologinya

Operational Control Centre (OCC) di Stasiun Lebak Bulus, Jakarta Selatan, yang akan mengatur operasional kereta tanpa awal MRT Jakarta.

11 Desember 2017 | 08.36 WIB

Ruang masinis kereta MRT Jakarta yang diproduksi Nippon Sharyo Toyokawa Plant, Aichi, Jepang, 29 November 2017. FOTO: Dokumentasi Nippon Sharyo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ruang masinis kereta MRT Jakarta yang diproduksi Nippon Sharyo Toyokawa Plant, Aichi, Jepang, 29 November 2017. FOTO: Dokumentasi Nippon Sharyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta menawarkan layanan transportasi berbasis rel dengan standar internasional ketika beroperasi pada 2019.

Layanan berstandar internasional itu menggunakan sistem automatic fare collection (AFC) yang dibuat oleh perusahaan teknologi asal Jepang, Nippon Signal.

Tempo berkesempatan mengunjungi pabrik pembuatannya, Nippon Signal, yang berada di Utsunomiya, Tochigi, Jepang, pada Senin, 27 November 2017. Di lahan seluas 79.441 meter persegi atau setara 10 kali lapangan bola tersebut, Nippon Signal membuat berbagai sistem yang kerap dipakai operator perkeretaapian di Jepang.

BACA:Melihat Kereta MRT Jakarta Diproduksi: Tak Lagi Mirip Jangkrik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencananya, kereta MRT Jakarta akan beroperasi tanpa pengemudi yang dikendalikan dari Operational Control Centre (OCC) di Stasiun Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Dalam ruangan OCC, sistem AFC yang terdiri atas perangkat card initialization machine (CIM), line control unit (LCU), serta workstation (WS) dijalankan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pegawai MRT Jakarta dan rombongan jurnalis terpilih dalam program Fellowship MRT Jakarta berfoto dengan kereta MRT Jakarta yang diproduksi Nippon Sharyo, di Nippon Sharyo Toyokawa Plant, Aichi, Jepang, 29 November 2017. Doc: Nippon Sharyo

Untuk sistem AFC di stasiun, antara lain didukung perangkat station control unit (SCU), WS, dan automatic remaining value check terminal (ARVCT) yang dipakai untuk membaca saldo kartu penumpang.

AFC System juga terdapat pada ticket office machine (TOM), passenger gate (PG, tempat tap in-out penumpang), add value machine (AVM, mesin pengisian saldo kartu tiket), dan ticket vending machine (TVM, mesin untuk membeli tiket kereta), yang akan ditempatkan di 13 stasiun MRT fase 1 Lebak Bulus-Bundaran HI.

"Lebak Bulus punya LCU yang terkoneksi ke WS yang menghubungkan antarstasiun. WS antarstasiun terhubung ke SCU," kata General Manager Production Control Department Utsunomiya Plant, Masatoshi Hata, menjelaskan kerja sistem secara keseluruhan.

Menurut Hata, SCU yang ada di setiap stasiun itu berupa komputer yang mengontrol AVM, TVM, PG, serta TOM.

PT MRT Jakarta, operator kereta MRT Jakarta, memesan 35 unit TVM, 25 unit AVM, dan 99 set PG dari Nippon Signal, dan akan mulai dikirim secara bertahap mulai awal 2018. Pengadaannya masuk ke dalam paket 107 bersama dengan railway system dan track work dengan total kontrak Rp 2,7 triliun.

Di pabrik Nippon Signal, Tempo melihat uji coba passenger gate (PG) dan ticket vending machine (TVM) oleh teknisi Nippon Signal. PG tersebut sama persis dengan yang ada di stasiun-stasiun kereta di Jepang.

Ketika melakukan tap in, layar pada PG berubah warna menjadi hijau dan muncul tulisan terima kasih dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Tap in-out tiket juga terlihat cukup cepat.

"Karena mesin passenger gate dapat membaca kartu 60 penumpang per menit," ujar Hata.

Berbeda dengan PG yang digunakan PT Kereta Commuter Indonesia hanya dapat membaca 30 penumpang per menit.

Untuk PG kereta MRT Jakarta, jika tiket tidak terbaca atau tidak melakukan tap in penghalang di PG akan muncul dengan cepat. Layar pun berubah menjadi warna merah dengan tulisan "tiket tidak berlaku".

Adapun kelebihan TVM yang digunakan MRT adalah bisa membeli 4 tiket sekaligus. Mesin tersebut juga menyediakan pembayaran melalui uang kertas dan koin.

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus