Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak DPR dan Komnas HAM untuk meminta Kapolri segera memproses hukum pelaku intimidasi dan tindakan kekerasan terhadap penyelenggara dan peserta rapat konsolidasi mahasiswa di Balai Warga Universitas Trilogi, Kalibata, Jakarta Selatan. Mereka menuntut proses hukum terhadap pelaku harus sampai ke akar-akarnya dalam waktu 1×24 jam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Termasuk dalang atau aktor intelektualnya secara transparan dan akuntabel," kata salah satu anggota koalisi dari Centra Initiative Al Araf pada Minggu, 4 Februari 2024. Selain Centra Initiative, Koalisi Masyarakat Sipil ini terdiri atas LBH Jakarta, PBHI, Lokataru, Imparsial, dan KontraS. Tidak hanya Kapolri, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan turut mendesak Bawaslu memeriksa segala bentuk dugaan keberpihakan alat-alat perlengkapan negara dalam kontestasi Pilpres 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, peristiwa intimidasi dan tindakan kekerasan dilakukan oleh sejumlah preman pada Sabtu, 3 Februari 2024. Tepatnya, pada saat sejumlah organisasi mahasiswa dan kelompok lainnya menggelar rapat konsolidasi bertajuk “Pemilu Curang dan Pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi)” di Universitas Trilogi, Kalibata, Jakarta Selatan.
Dalam pernyataannya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai peristiwa tersebut bukan sekadar tindakan kriminal atau premanisme biasa. Represi terhadap konsolidasi mahasiswa yang membahas wacana pemakzulan Presiden Jokowi harus dipandang sebagai tindakan yang sarat muatan kepentingan kekuasaan.
"Bahkan kuat dugaan bahwa tindakan ini didalangi atau setidak-tidaknya direstui oleh pihak yang berkepentingan," kata Al Araf dalam keterangan resmi, Ahad, 4 Februari 2024.
Menurutnya, isu pemakzulan presiden merupakan wacana yang secara organik lahir sebagai respons publik terhadap sejumlah kegaduhan, terutama setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meratakan jalan bagi anak sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Dalam hal ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menduga relasi nepotisme kekeluargaan dan serangkaian pelanggaran etik eks Ketua Mahkamah Konstitusi menjadi faktor bagi mulusnya jalan Gibran menuju kontestasi Pilpres 2024. Selain itu, berbagai tindak tanduk presiden beserta jajaran di bawah yang cenderung berpihak kepada salah satu pasangan calon juga memperkuat wacana pemakzulan. Oleh karenanya, menjadi wajar apabila isu pemakzulan ini mencuat di ruang publik. Terlebih, berbagai sivitas akademika di berbagai perguruan tinggi di Indonesia ramai-ramai mengkritik buruknya demokrasi di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Tidak hanya itu, peristiwa intimidasi dan tindakan kekerasan tersebut menunjukkan represi terhadap ekspresi, terutama ekspresi politik warga semakin meningkat jelang perhelatan Pilpres 2024. Ia mencontohkan kriminalisasi terhadap Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono; intimidasi pentas teater Butet Kertaredjasa, hingga beringasnya anggota TNI di Boyolali, Jawa Tengah terhadap Relawan Ganjar-Mahfud. Bahkan dugaan intimidasi kepada perusaahaan mobil untuk kampanye Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin menimbulkan prasangka ketidaknetralan negara.
Menurutnya, aparat penegak hukum, khususnya Polri seharusnya proaktif menanggapi peristiwa ini dengan melakukan pengusutan. Polri harus mampu mengungkap kasus ini bukan hanya di level pelaku lapangan, melainkan seluruh pihak yang mendalangi atau menjadi aktor intelektual juga harus diungkap dan diproses hukum.
Hal ini menjadi penting di tengah melemahnya kepercayaan publik kepada negara, termasuk di dalamnya Polri, lantaran berbagai dugaan keberpihakannya terhadap salah satu pasangan calon. Ia mengatakan ketidakmampuan dan/atau keengganan Polri dalam mengungkap represi ini hanya akan memperkuat dugaan bahwa Polri merupakan bagian dari mata rantai instrumen politik yang digunakan untuk memenangkan salah satu pasangan calon.