Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Selamatkan Pulau Pari memprotes upaya Bupati Kepulauan Seribu, Irmansyah yang diduga ingin menjelaskan legalitas HGB (Hak Guna Bangunan) dan SHM (Sertifikat Hak Milik) di Pulau Pari.
Koalisi menilai, Irmansyah tidak memerhatikan Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan Ombudsman ihwal konflik tanah di Pulau Pari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Upaya Irmansyah itu tertuang dalam Surat Undangan Bupati Kepulauan Seribu No.975/-1.71132 tertanggal 14 Mei 2018 yang ditujukan kepada warga Pulau Pari. Akan tetapi, menurut Buyung, salah seorang anggota kolisi, surat undangan untuk pertemuan rencananya tidak akan digubris oleh warga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Warga menolak untuk hadir karena Bupati tidak menghargai laporan Ombudsman," kata Buyung yang juga warga Pulau Pari, saat dihubungi di Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018.
Baca: Tolak Kriminalisasi, Warga Pulau Pari Borgol Tangan
Laporan dari Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Jakarta Raya tersebut resmi diterbitkan pada Senin, 9 April 2018. Hasilnya, Ombudsman menemukan adanya maladministrasi berupa penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, dan pengabaian kewajiban hukum oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Sebuah bangunan milik warga berdiri di atas tanah sengketa antara PT Bumipari Asri dan warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, Rabu, 9 Mei 2018. Tempo/Fajar Pebrianto
Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dinilai keliru dalam penerbitan 62 SHM atas nama perorangan dan 14 sertifikat HGB atas nama PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Griyanusa. Walhasil, Ombudsman menyarankan delapan butir tindakan korektif; empat di antaranya ditujukan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Di antara tindakan korektif itu adalah meminta Pemprov DKI untuk mengembalikan peruntukan Pulau Pari sebagai kawasan permukiman penduduk/nelayan. Lalu, Ombudsman meminta Pemprov untuk menginventarisasi data warga, melakukan pengukuran dan pemetaan ulang terhadap kepemilikan hak atas tanah di pulau tersebut.
Baca: Rainbow Warrior Dukung Perjuangan Nelayan Pertahankan Pulau Pari
Ombudsman memberi waktu selama 60 hari kerja bagi Pemprov untuk melaksanakan dan melaporkan perkembangan setiap tahapan rekomendasi di Pulau Pari. Maka jika dihitung sejak terbitnya laporan, 43 hari sudah berjalan dan kenyataannya konflik masih terus bergulir.
Warga Pulau Pari membawa poster berisi protes saat berunjuk rasa dengan melakukan aksi borgol tangan di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 8 Mei 2018. TEMPO/Muhammad Hidayat
Saat dikonfirmasi, Irmansyah membenarkan adanya surat undangan tersebut. Surat dikirimkan pada 14 Mei dengan agenda pertemuan untuk Rabu besok, 23 Mei 2018.
Selain persoalan kepemilikan tanah di Pulau Pari, pertemuan ini sedianya juga akan membahas rencana penataan Pulau Pari ke depannya. "Saya hadirkan semua pihak terkait," kata dia saat dihubungi.