Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Konflik Lahan di Seputaran Jakarta yang Tak Ingin Jadi Rempang Kedua, Bersengketa dengan Penguasa

Konflik lahan tidak hanya terjadi di Rempang, Batam, Kepulauan Riau, tetapi juga di beberapa daerah. Ada yang bersengketa dengan TNI.

7 Oktober 2023 | 22.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Konflik agraria terbaru yaitu terjadi di Pulau Rempang pada 8 September 2023. Hal itu bermula sejak hadirnya Badan pengusahaan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) sebagai Otorita Batam. Otorita itu memiliki hak pengelolaan atas seluruh tanah di wilayah tersebut. Pulau Rempang menjadi salah satu pulau yang dikelola BP Batam. Pulau Rempang hendak dikosongkan untuk membuat proyek Rempang Eco City. Pulau itu sendiri dianggap sebagai kawasan hutan meskipun dihuni oleh sekira 7.500 penduduk. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Konflik lahan warga dengan penguasa tidak hanya terjadi di Rempang, Batam, Kepulauan Riau, tetapi juga di beberapa daerah. Termasuk di seputaran Jakarta. Mereka yang lainnya itu pun ramai mengungkap tak ingin menjadi Rempang kedua.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teranyar, konflik agraria antara warga Rumpin Bogor dan TNI AU dalam hal ini Lanud Atang Sanjaya atau ATS yang kembali mencuat. Ratusan warga desa menggelar aksi penolakan atas klaim TNI AU Cq. LANUD ATS terhadap lahan mereka pada Rabu, 4 Oktober 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain konflik Agraria Rumpin, ada juga konflik Proyek Strategis Nasional Kampus Universitas Internasional Indonesia (UIII) di Kecamatan Sukmajaya, Depok. Di lokasi lahan ini yang bersengketa adalah warga mengaku ahli waris.

Lebih jelasnya, berikut adalah sederet konflik lahan mirip kasus Rempang, dari proyek UIII Depok hingga konflik Rumpin, 


Proyek UIII

Proyek pembangunan UIII yang dibangun di Sukmajaya, Depok, disebut mirip dengan konflik lahan Rempang. Proyek yang termasuk Proyek Strategis Nasional ini disebut masih ada sengketa dengan pihak yang mengklaim sebagai ahli waris.

Kuasa ahli waris tanah Kampung Bojong Malaka, Yoyo Effendi, mengatakan pihaknya sampai saat ini belum memperoleh ganti rugi. Apabila pemerintah tidak merespons tuntutan, mereka mengancam akan mengambil alih lahan tanah tersebut dan akan mengusir pihak Kementerian Agama serta UIII.

"Kami akan turun ke lokasi untuk menghentikan semua kegiatan UIII dan mengusir mereka yang ada di atas tanah kami," kata Yoyo, Ahad, 24 September 2023.

Ahli waris tanah hak milik adat Kampung Bojong-Bojong Malaka Kelurahan Cisalak, Kecamatan Sukmajaya menggeruduk pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Depok, Kamis, 9 Maret 2023. TEMPO/Ricky Juliansyah

Tuntutan bukan tanpa sebab. Ketua LSM Koalisi Rakyat Anti Mafia Tanah (KRAMaT) menegaskan, aksi itu akan dilakukan karena Kementerian Agama dan UIII mengatakan ahli waris pemilik tanah Kampung Bojong-Bojong Malaka bukan pemilik tanah tersebut. Alasannya, mereka tidak menguasai fisik tanah tersebut.

Alasan itu telah dijawab Yoyo. "Jika dalam aksi nanti kami dilarang masuk dan menguasai kembali fisik tanah kami oleh Kemenag dan UIII, maka masyarakat akan tahu bahwa kami tidak menguasai fisik tanah tersebut karena memang kami dilarang untuk menguasai tanah milik kami," katanya.


Konflik Agraria Rumpin

Konflik agraria yang terjadi di Rumpin Bogor juga disebut mirip dengan konflik lahan Rempang. Konflik yang terus berlanjut sejak 2007 silam ini melibatkan  warga Rumpin Bogor dengan TNI AU, dalam hal ini Lanud Atang Sanjaya atau ATS.

Koordinator Forum Masyarakat Desa Sukamulya, Junaedi menyebut, TNI AU telah mengklaim secara sepihak lahan desanya seluas 1.000 hektare pada 2007. Lahan kemudian didaftarkan menjadi Barang Milik Negara di Kementerian Keuangan pada 2009.

"Luas desa Sukamulya hanya 1.070 hektare. Pada 2012, sudah diverifikasi dan bersepakat berdasarkan fakta-fakta lapangan bahwa lahan yang dikuasai TNI AU seluas lebih kurang 75 hektare dengan berbagai latar belakang dan sisanya adalah tanah-tanah masyarakat," kata Junaedi, melalui keterangannya yang diterima Tempo, Rabu, 4 Oktober 2023.

Warga Desa Sukamulya, Rumpin, Bogor, memasang spanduk menolak klaim TNI AU atas kepemilikan tanah 1000 hektare. Foto: Forum Masyarakat Desa Sukamulya

Meski sudah ada kesepakatan dari hasil verifikasi pada 2012, Junaedi mengatakan Lanud ATS tetap berkukuh ingin menguasai seluruh 1.000 hektare lahan milik masyarakat. Selain itu dsebutkan Lanud ATS diduga telah mengintimidasi serta meneror masyarakat berupa pemblokiran sertifikasi, pelarangan pembangunan, pemasangan plang dan patok, sampai melakukan latihan berat di tengah permukiman masyarakat. 

Forum Masyarakat Desa Sukamulya telah melaporkan konflik ini kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia HAM pada Senin, 2 Oktober 2023. Selain itu, ratusan warga Kampung Cibitung dan Malahpar, Desa Sukamulya, Rumpin melakukan aksi penolakan atas klaim Lanud ATS terhadap lahan warga pada Rabu, 4 Oktober 2023. 

Aksi tersebut juga dilakukan bertepatan dengan rencana datangnya tim peninjau dari Badan Pertanahan Nasional atau BPN Kabupaten Bogor dan ATS ke lokasi yang diklaim oleh TNI AU di Desa Sukamulya.


RIZKI DEWI AYU | RICKY JULIANSYAH | MAHFUZULLOH AL MURTADHO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus