Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Viral perumahan warga di kompleks Cluster Green Village, Bekasi Utara, Kota Bekasi terkungkung pagar. Ternyata hal ini diawali dari penyerobotan lahan oleh pengembang. Ini berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi yang memenangkan gugatan terhadap si pengembang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akibatnya, sepuluh rumah warga di klaster perumahan Green Village, RW 07, Perwira, Bekasi Utara, Kota Bekasi harus menanggung dampaknya. Mereka harus berhadapan dengan pembangunan pagar patok tanah tepat di depan pintu rumah. Akses yang disisakan untuk mereka hanya cukup untuk berjalan kaki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua RW 07 Yunus Effendi mengatakan pengembang atas nama PT Surya Mitratama Persada (SMP), sedangkan penggugat adalah Liem Sian Tjie. "Warga kami membeli rumah di sini sudah ada Sertifikat Hak Milik. Sayangnya pengembang nakal, menerobos tanah warga lain yang sebetulnya tanah warga sebelah (klaster)," kata Yunus menerangkan kepada wartawan, Senin, 26 Juni 2023.
Yunus mengatakan klaster perumahan Green Village pertama kali dibangun pada 2013 oleh PT SMP. Selanjutnya, pemilik lahan menggugat pengembang ke Pengadilan Negeri Bekasi atas lahannya seluas 376 meter yang disebutkan telah diserobot.
Pada akhirnya gugatan dimenangkan. Selanjutnya, pemilik lahan mengajukan eksekusi lahan itu ke PN Bekasi. Pada 20 Juni 2023, lahan itu lalu dieksekusi PN Bekasi yang berujung pada pendirian pagar beton.
"Ini diakui dalam surat keputusan pengadilan, ada pemindahan patok yang dilakukan oleh pengembang," ujar Yunus.
Warga lakukan upaya hukum terhadap pengembang
Menurut Yunus, saat ini warga yang terdampak masih berdiskusi dengan pemilik lahan untuk nantinya melakukan upaya hukum terhadap pengembang atas dugaan pidana jual beli dan penyerobotan tanah. Sementara warga terdampak harus hidup dengan akses jalan yang sangat terbatas.
"Kendaraan tidak bisa masuk, sementara kami titip di lahan kosong perumahan lain," kata salah satu penghuni rumah bernama Rudiyanto.
Rumah terancam dibelah
Terbaru, sebuah rumah di kompleks, terancam dibelah buntut sengketa tanah pengembang dengan pihak ketiga. Ini adalah bagian dari sepuluh rumah yang tiba-tiba terkungkung pagar beton karena pengembang perumahan itu kalah gugatan di pengadilan dan terbukti telah menyerobot lahan orang lain.
Pemilik rumah yang terancam dibelah itu adalah Nafrantilofa, 35 tahun. Pagar beton telah dibangun masuk ke area carport rumahnya. Kepada wartawan, Senin 26 Juni 2023, Nafrantilofa berharap rumahnya tak sampai dibelah dan dirobohkan.
"Tadinya mungkin, kalau sesuai pengadilan (eksekusi lahan) harus dirobohkan, tetapi enggak bisa begitu juga karena selain ada saya yang tempati, ini kan masih milik bank juga," kata dia.
Dari pantauan di lokasi, tembok beton setinggi sekitar dua meter dibangun hingga masuk garasi rumah Nafrantilofa. Tembok dibangun pemilik lahan seusai memenangkan gugatannya atas tanah yang diserobot pengembang perumahan tersebut.
Nafrantilofa mengatakan, rumahnya jika sesuai perjanjian akad seluas 79 meter persegi. Namun, jika pemilik lahan mengeksekusi seluruh tanahnya, maka seluas 25 meter persegi dari rumah Nafrantilofa akan hilang.
Warga sudah cari bantuan ke berbagai pihak
Nafrantilofa mengaku sudah mencari bantuan ke berbagai pihak, termasuk bank pemberi kredit. Hal itu karena Nafrantilofa masih menjalani KPR sebesar Rp 5 juta per bulannya. Adapun sejauh ini Nafrantilofa sudah tujuh tahun mencicil dari 15 tahun.
"Kalau dari bank, mereka mau memfasilitasi antara saya dengan developer saja, tapi kalau buat ganti kerugian mereka nenolak," ujar Nafrantilofa.
Nafrantilofa pun sudah meminta keringanan kepada pemilik lahan agar tidak mengeksekusi kepemilikan tanah yang mengorbankan properti rumahnya. Pada akhirnya hanya bagian garasi rumah yang dibangun pagar beton.
Warga berharap jalan keluar dan pengembang bertanggung jawab
Diketahui, terdapat sepuluh rumah termasuk milik Nafrantilofa di klaster perumahan yang kehilangan akses jalan keluar masuk karena dibangun pagar beton. Nafrantilofa berharap kasus di rumahnya bisa segera dihasilkan jalan ke luar dan pengembang dapat bertanggung jawab.
"Saat ini saya belum ingin (pindah), saya ingin ada jalan keluar," ujar Nafrantilofa.
ADI WARSONO