Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KARPET merah itu menjulur dari ruang lobi ke ballroom 1 Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta. Dengan bergegas tiga pembesar Qatar Telecom menyusuri jalur itu Senin pekan lalu. Di dalam ruangan, puluhan wartawan telah lama menanti. ”Terima kasih dapat hadir dengan pemberitahuan yang mendadak,” kata Syekh Abdullah bin Mohammed bin Saud al-Thani, pemilik Grup Qatar.
Pertemuan senja di salah satu jantung bisnis Jakarta itu hanya sepenggal kegiatan Qatar Telecom (Qtel) hari itu. Sekian tempat didatangi untuk membicarakan topik yang sama mengenai pengalihan saham PT Indosat dari Asia Mobile Holding ke Qtel. Pada pagi hari, Abdullah al-Thani dengan ditemani direktur utamanya, Nasser Marafih, menyambangi Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara. Di kantornya, Menteri Sofyan A. Djalil menyambut dengan tangan terbuka transaksi senilai US$ 1,8 miliar (Rp 16,7 triliun) itu.
Road show terus berlanjut. Hari berikutnya, Jalan Medan Merdeka Barat 9 yang dikunjungi. Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh juga memberikan senyum hangat atas sejumlah rencana yang hendak dilakukan Qtel setelah kepemilikan saham berpindah ke tangan mereka. ”Kepada Menteri mereka menunjukkan komitmennya, termasuk untuk menggunakan produk dalam negeri,” kata Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi Basuki Yusuf Iskandar.
Pada Jumat dua minggu lalu, Abdullah al-Thani dan Chief Executive Officer ST Telemedia Lee Theng Kiat menandatangani perjanjian jual-beli saham Indosat di markas besar ST Telemedia di Singapura. Dengan tebusan uang US$ 1,8 miliar, sayap bisnis telekomunikasi Temasek itu bersedia melepas 40,82 persen sahamnya di Indosat, yang dipegangnya melalui Asia Mobile Holding.
Ini transaksi kakap kedua Temasek di Indonesia sepanjang tahun ini. Pada Maret lalu, Temasek menjual sahamnya di Bank Internasional Indonesia ke Maybank untuk memenuhi aturan Bank Indonesia tentang kebijakan kepemilikan tunggal (single presence policy). Dari sini, Temasek mengantongi US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 13,6 triliun. Ditambah transaksi Indosat, Temasek tahun ini membawa pulang hampir Rp 30 triliun dari Indonesia.
Kabar pada akhir pekan itu memang mencengangkan. Hampir tak ada yang mengendus aksi korporasi ini. Tak terkecuali jajaran direksi Indosat, termasuk Presiden Direktur Indosat Johnny Swandi Sjam. ”Itu rahasia tingkat tinggi pemegang saham,” kata Johnny. Ketika manajemen Qatar bercerita pada hari berikutnya, mengertilah ia bahwa ”sang bos” telah berganti.
Pun di level komisaris. Rionald Silaban, yang diangkat dalam rapat umum pemegang saham tahunan sehari sebelum transaksi itu juga mengaku tak tahu apa-apa.
Hal yang sama diungkapkan Setyanto P. Santosa, komisaris independen Indosat. Hanya ia tak terkejut karena sudah memperkirakannya jauh-jauh hari. Ketika Qtel bergabung dengan ST Telemedia melalui Asia Mobile Maret tahun lalu, Setyanto mencium gelagat tersembunyi. ”Tujuan sebenarnya adalah Indosat,” demikian mantan Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) itu menebak.
Selain itu, menurut Setyanto, Temasek merupakan tipe investor jangka pendek layaknya fund manager. Sehingga, begitu perusahaan yang dibeli menuai untung, perusahaan milik pemerintah Singapura itu akan menjualnya. ”Makanya mereka jarang berinvestasi di sektor pertambangan atau infrastruktur,” kata Setyanto.
Inilah langkah spektakuler Temasek. Dua tujuan tercapai. Temasek bisa keluar dari masalah tuduhan memonopoli pasar telepon seluler di Indonesia. Pada saat yang sama, Temasek melalui anak perusahaannya, ST Telemedia, berhasil meraup dana yang sangat besar.
Dengan dana sekitar Rp 16,7 triliun, kantong ST Telemedia memang menjadi begitu gemuk. Tatkala mengambil alih 41,94 persen saham Indosat melalui tender enam tahun silam, ST Telemedia hanya merogoh Rp 5,62 triliun. Senior Vice President Strategic Relation ST Telemedia Kuan Kwee Jee mengakuinya. Salah satu alasan mengapa melepas saham Indosat, katanya, ”Karena Qtel menawar harga yang sangat rasional.”
Selain itu, kata Kwee Jee, ST Telemedia sudah mengenal secara akrab siapa Qtel. Reputasi di industri telekomunikasi dapat dibanggakan. Dia mencontohkan ketika Qtel mengakuisisi Wataniya tahun lalu. Saat itu, dana untuk mencaplok perusahaan telekomunikasi di Kuwait tersebut mencapai US$ 3,5 miliar. Tak aneh bila aksi ini mendapat penghargaan deal of the year. ”Qtel sudah menunjukkan kemampuannya,” Kwee Jee memuji.
Nah, dalam transaksi kali ini pun Qtel menyanggupi pembayaran dengan dana cash. Rencananya, bila urusan administrasi usai, pekan ini uang itu akan ditransfer. Jeremy Sell, Head of Business Development Qtel, memperkirakan semua akan beres paling lambat awal Juli.
Namun ambisi Qtel bisa tak semulus itu. Temasek dan ST Telemedia saat ini masih bersengketa dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Lembaga itu memvonis Temasek dan anak usahanya melanggar Undang-Undang Antimonopoli melalui kepemilikan silang di Indosat dan Telkomsel. Kasus ini sudah masuk ke Mahkamah Agung. Bila pengadilan tertinggi itu menguatkan amar Komisi Pengawas Persaingan dan Pengadilan Negeri, transaksi penjualan saham Indosat terancam batal.
Menurut anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Dradjad Wibowo, semestinya transaksi menunggu keputusan Mahkamah. Argumen sama yang disampaikan oleh Komisi Pengawas Persaingan. Bila tidak, para pelaku transaksi telah melangkahi pengadilan tertinggi. Selain itu, transaksi ini semestinya mendapat persetujuan Badan Pengawas Pasar Modal untuk melakukan penawaran tender, karena yang dijual lebih dari seperempat kepemilikan.
Menghadapi tekanan seperti itu, Qtel tampak percaya diri. Jeremy mengaku mengetahui duduk perkara kasus tersebut dengan baik. Sebelum menggelontorkan dana triliunan rupiah, kasus hukum itu menjadi salah satu pertimbangan. Karena belum ada kepastian, Jeremy tak ingin berandai-andai. ”Apa pun hasilnya, kami hormati,” kata Jeremy.
Menurut dia, sejumlah faktor lebih dipertimbangkan dalam berinvestasi, terutama di Indonesia, yaitu pertalian erat antara kedua negara dan tingginya pertumbuhan telekomunikasi di Indonesia sebagai dampak jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar. Tingkat penetrasi telepon masih dapat digenjot lagi.
Qtel makin merasa di atas angin tatkala lawatannya membuahkan hasil. Pemerintah menyatakan transaksi itu sah dan tak melanggar aturan. Menurut Basuki, tak ada satu pasal pun di Undang-Undang Telekomunikasi yang ditabrak. Ini sesuai dengan modern license, bahwa yang wajib melapor dan mendapat lisensi adalah perusahaan operator. Adapun pemegang saham hanya cukup melapor.
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Fuad Rahmany juga mengiyakan. Menurut dia, yang wajib dilaporkan dan mendapat persetujuan Badan Pengawas Pasar Modal adalah perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan ST Telemedia dan Qtel adalah perusahaan terbuka di luar negeri. Hanya, penawaran tender wajib dilaksanakan karena menyangkut pemegang saham minoritas. ”Mungkin akhir bulan ini digelar,” kata Fuad.
Pandangan lebih jauh dilontarkan Sofyan. Ia menilai, bila transaksi Qtel mulus, hal itu bisa memicu investor Timur Tengah berbondong-bondong ke Indonesia. Hal itu memang yang sangat diharapkan pemerintah. Namun ia membantah bila dikatakan ada intrik politik di belakangnya.
Tak hanya itu, dukungan juga keluar dari Istana. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, jual-beli ST Telemedia dengan Qtel sah dan merupakan transaksi bisnis biasa. Namun Kalla tetap meminta semua pihak menghormati hasil keputusan Mahkamah Agung, karena ada dua hal berbeda antara transaksi dan kasus hukumnya.
Dengan berbagai dukungan itu, makin bulatlah niat Qtel menancapkan kuku bisnisnya di Indonesia. Biarpun proses jual-beli ini belum selesai, rancang strategi untuk Indosat telah dibangun, antara lain program jangka panjang, investasi jaringan, dan pengembangan sumber daya manusia.
Menurut Analis BNI Securities Akhmad Nurcahyadi, masuknya investor Timur Tengah memicu sentimen positif. Pasar melihat, brankas Qtel yang sesak dengan uang bisa meningkatkan kinerja perusahaan. Hanya dalam waktu dekat ia tidak melihat akan ada perubahan signifikan. Sebab, arah bisnis perusahaan telah ditentukan pada awal tahun. Dia memperkirakan, Indosat akan menguatkan bisnis jaringan serat optiknya. Di lini ini, pasarnya masih begitu besar. Maklum, penetrasi Internet di Indonesia baru 8,52 persen.
Johnny membenarkan. Dengan Qatar Telecom, pihak manajemen baru bertemu sekali. Itu pun sebatas bincang-bincang ala kadarnya. Selain rencana penawaran tender, tak ada pembicaraan serius mengenai laju perusahaan. Johnny mengaku tak mempermasalahkan siapa pun yang jadi pemegang sahamnya. Pintu memang sudah terbuka lebar buat Qatar telecom untuk membesarkan diri lebih cepat.
Muchamad Nafi, Sapto Pradityo
Inikah Akhir Temasek di Indosat?
Temasek telah lebih dari lima tahun bercokol di industri telekomunikasi Indonesia melalui PT Telkomsel dan PT Indosat. Dua pekan lalu, lembaga investasi Singapura itu melego Indosat, yang dikuasainya melalui Singapore Technologies Telemedia.
15 Desember 2002 Temasek melalui anak perusahaannya, Singapore Technologies Telemedia, menguasai 42 persen saham Indosat lewat tender.
22 Desember 2006 Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara melaporkan kasus kepemilikan tunggal Temasek ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Telkomsel dan Indosat menguasai lebih dari 80 persen pasar seluler.
Maret 2007 ST Telemedia mendirikan Asia Mobile Holding (AMH), perusahaan patungan dengan Qatar Telecom. ST Telemedia menguasai 75 persen saham AMH dan sisanya dipegang Qtel.
April 2007 Komisi Pengawas membentuk tim penyidik soal Temasek.
1 Mei 2007 Alfa Telecom International Mobile, perusahaan Rusia, ingin mengambil alih saham ST Telemedia di Indosat.
19 November 2007 Temasek dan anak perusahaannya, Singapore Telecommunication, dinyatakan melanggar Undang-Undang Antimonopoli oleh Komisi Pengawas. Temasek banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
9 Mei 2008 Pengadilan menguatkan keputusan Komisi Pengawas. Temasek lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
6 Juni 2008 ST Telemedia melepas 40,82 persen saham di Indosat yang dipegang melalui AMH ke Qtel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo