Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Setelah Temasek Pergi

Keputusan akhir jual-beli Indosat di tangan Mahkamah Agung. Jangan sampai mengembalikan monopoli.

16 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK ada yang istimewa dalam rapat umum pemegang saham tahunan 2008 PT Indosat Tbk., Kamis dua pekan lalu. Sesuai dengan agenda, Lim Ah Doo, Komisaris Independen Indosat, selaku pimpinan rapat, hanya membacakan laporan tahunan 2007, alokasi laba, dan perubahan susunan dewan komisaris.

Kejutan datang dua hari kemudian. Pada saat rata-rata perusahaan menutup kantor, Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd. mengirim surat ke berbagai media, mengabarkan rencana perubahan kepemilikan Indosat.

Dalam faksimile itu disebutkan, Qatar Telecom (Qtel) akan membeli 40,8 persen saham Indosat dari Asia Mobile Holdings, perusahaan patungan milik Telemedia dan Qtel. Kesepakatan dagang ini ditandatangani sehari sebelumnya dengan nilai transaksi US$ 1,8 miliar atau Rp 16,7 triliun.

Yang jadi soal, jual-beli Indosat itu dituding menabrak putusan Komisi Persaingan, yang kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada 19 November 2007, Majelis Komisi memutuskan badan usaha milik pemerintah Singapura, Temasek Holdings, beserta delapan anak usahanya, termasuk Telemedia dan Asia Mobile, bersalah.

Temasek dinyatakan melanggar Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena memiliki saham di Indosat dan Telkomsel, yang menguasai pangsa pasar telepon seluler lebih dari 75 persen. Kepemilikan silang ini dinilai telah menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan merugikan konsumen.

Komisi memerintahkan Temasek melepas seluruh sahamnya di Indosat atau Telkomsel dalam waktu dua tahun. Selain tidak boleh punya hubungan dengan Temasek, setiap calon pembeli Indosat atau Telkomsel hanya diperkenankan mengakuisisi maksimal 5 persen saham. Temasek beserta anak-anak usahanya juga wajib membayar denda Rp 25 miliar.

Putusan itu diperkuat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 9 Mei lalu dengan sedikit perubahan. Batas maksimal pembelian dinaikkan menjadi 10 persen saham. Majelis hakim juga memberi pilihan lain bagi Temasek, yaitu mengurangi 50 persen kepemilikannya di Indosat atau Telkomsel. Denda bagi Temasek pun dipangkas menjadi Rp 15 miliar.

Tak puas dengan putusan itu, Temasek mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Nah, ketika palu Mahkamah belum diketuk, tiba-tiba Telemedia membuat kejutan pada akhir pekan itu.

Syamsul Maarif, Ketua Majelis Komisi Persaingan dalam kasus Temasek, lalu mengkritik tindakan Telemedia. Langkah penjualan Indosat yang masih menjadi obyek perkara di pengadilan dinilai tidak etis. ”Mereka meremehkan pengadilan Indonesia,” ujarnya.

M. Udin Silalahi, peneliti persaingan usaha dari Centre for Strategic and International Studies, punya penilaian serupa. ”Dari segi bisnis, ini strategi brilian. Tapi secara hukum tidak etis,” kata Udin. Guru besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Ningrum Natasya Sirait mengatakan, setiap obyek hukum yang masih menjadi sengketa haram hukumnya dialihkan atau diperjual-belikan.

Proses jual-beli Indosat memang belum sepenuhnya tuntas. Kuan Kwee Jee, Senior Vice President Strategic Relations Telemedia, kepada M. Nafi dari Tempo mengatakan Qtel akan menunggu putusan kasasi di Mahkamah. Chairman Qtel, Syekh Abdullah bin Mohammed bin Saud al-Thani, juga menjamin, apa pun keputusan Mahkamah, mereka akan tunduk.

Jika Mahkamah akhirnya mengesahkan transaksi ini, kata Udin, otomatis vonis tentang kepemilikan silang yang melilit Temasek selama ini langsung gugur. Sebab, Temasek sudah tidak punya andil lagi di Indosat. Syamsul tak sependapat.

Menurut dia, kendati Temasek sudah angkat kaki dari Indosat, ”Kerugian konsumen akibat tindakan Temasek tidak hilang oleh transaksi itu,” ujarnya. Karena itu, tidak serta-merta Temasek terbebas dan bisa mengalihkan ”dosa-dosanya” ke pihak lain, termasuk dalam urusan membayar denda.

Pendapat Ningrum seirama dengan Syamsul. Perkara gugur bila pelakunya meninggal dunia. ”Nah ini kan pelakunya masih ada,” katanya. Apalagi memori kasasi dari pihak-pihak yang berperkara sudah masuk ke Mahkamah. Syamsul pun yakin Mahkamah bakal menguatkan putusan Komisi dan Pengadilan Negeri, sehingga transaksi jual-beli Indosat bisa dibatalkan.

Di luar batal-tidaknya transaksi ini, yang jelas peta bisnis telekomunikasi di Indonesia bakal berubah. Posisi pemerintah menjadi kian kuat. Jika Temasek jadi hengkang dari Indosat, tinggal pemerintah yang punya kepemilikan silang di industri telekomunikasi. Apalagi jika Mahkamah menentang penjualan Indosat ke Qtel dan memaksa Temasek menjualnya secara eceran ke pihak lain, posisi pemerintah kian dominan.

Dengan melepas Indosat, jejak Temasek nantinya tinggal di Telkomsel. Di perusahaan ini, lewat Singapore Telecommunication, Temasek masih mengantongi 35 persen saham. Itu pun dengan catatan kepemilikan Temasek di SingTel hanya 54,2 persen—sisanya milik publik. Sehingga porsi saham Temasek di Telkomsel hanya 19 persen.

Sebaliknya, posisi pemerintah kian kukuh. Lewat PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom)—51,2 persen sahamnya dimiliki pemerintah—negara menguasai 65 persen saham Telkomsel. Di Indosat, pemerintah pun masih mengantongi sekitar 14 persen saham, plus saham dwiwarna alias golden share, yang memberikan hak veto atas keputusan-keputusan penting, termasuk penentuan direktur utama.

Posisi dominan pemerintah inilah yang sempat dipersoalkan tim pengacara Temasek. Komisi memang memutus Telkomsel ikut bersalah karena turut andil membuat tarif telekomunikasi di Indonesia kelewat mahal. Tapi Komisi tidak mempersoalkan posisi pemerintah. Padahal, menurut mereka, pemerintah juga jelas-jelas punya kepemilikan silang serta mengontrol Telkomsel dan Indosat.

Udin sependapat. Kalau ada yang dituduh menyalahgunakan posisi dominan, telunjuk mestinya juga diarahkan ke pemerintah. ”Dalam hal ini, posisi pemerintah sama dengan pelaku usaha lain,” ujarnya.

Dalam soal ini, Komisi Persaingan dan Ningrum punya pendapat tersendiri. Negara, kata mereka, tidak bisa dikategorikan sebagai pelaku usaha seperti yang ditentukan dalam pasal 1 Undang-Undang Antimonopoli.

Jika begitu, perlu diantisipasi: jangan sampai langkah privatisasi yang telah digulirkan sejak pertengahan 1990-an untuk mengikis monopoli pemerintah di industri telekomunikasi kini kembali bergerak mundur.

Sapto Pradityo, Bunga Manggiasih

Inilah Tiga Besar Seluler

PT Telekomunikasi Selular

Triwulan I 2007Triwulan I 2008
Pelanggan38,9 juta51,3 juta
LabaRp 2,99 triliunRp 3,61 triliun
Pemancar17.64421.752

PT Indosat Tbk.

 Triwulan I 2007Triwulan I 2008
Pelanggan18 juta26,4 juta
LabaRp 483,9 miliarRp 613,9 miliar
Pemancar7.66611.667

PT Excelcomindo Pratama Tbk.

 Triwulan I 2007Triwulan I 2008
Pelanggan10,1 juta18,4 juta
LabaRp 176 miliarRp 368 miliar
Pemancar7.87112.290

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus