Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Perusahaan meminta pemerintah memfasilitasi advokasi dengan publik.
Pengusaha menilai mogok kerja yang dilakukan buruh beberapa hari lalu itu tidak sah.
Demonstrasi menyebabkan gangguan akses untuk distribusi ekspor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini harus dieliminasi dengan dialog yang intens sesuai dengan prinsip hubungan industrial," ujar Bob kepada Tempo, kemarin. Menurut Bob, advokasi publik perlu digiatkan dengan melibatkan tiga pihak, yaitu pemerintah, pengusaha, dan pekerja yang difasilitasi pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum demonstrasi digelar, kalangan pengusaha sudah lebih dulu mengeluarkan surat edaran yang berisi imbauan untuk tidak ikut dalam aksi mogok kerja pada 6-8 Oktober lalu. Merujuk pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Bob mengatakan, mogok kerja boleh dilakukan apabila ada kegagalan dalam perundingan. Dalam surat tersebut, juga sudah ada ancaman sanksi bagi pekerja yang tetap mogok kerja. Menurut dia, mogok kerja yang dilakukan oleh buruh beberapa hari lalu itu tidak sah.
"(Sanksi) sesuai dengan ketentuan saja dan sanksi dilihat kasus per kasus," ujar Bob. Merujuk pada UU Nomor 13, Bob menuturkan bahwa mogok bisa dilakukan akibat gagalnya perundingan. "Jadi, kalau tidak ada perundingan, tidak boleh ada mogok," kata Bob.
Bob menyayangkan mogok nasional yang tetap dilakukan sejumlah kelompok buruh. Hal tersebut, kata dia, menimbulkan gangguan dan keterlambatan produksi. Ia juga menyinggung adanya sejumlah kelompok yang melakukan sweeping atau ajakan berdemonstrasi dan mogok bagi karyawan yang sedang bekerja pada hari itu.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengatakan perusahaan sudah berupaya mensosialisasi peraturan yang berlaku mengenai mogok kerja beserta konsekuensinya. Para pekerja juga sudah diimbau untuk tetap bekerja dan tidak mogok massal. Namun, kata dia, adanya ajakan untuk ikut mogok merugikan perusahaan karena mengganggu aktivitas produksi.
"Kami berharap agar informasi mengenai substansi dari UU Cipta Kerja terus disosialisasi, sehingga masyarakat tidak salah informasi," ujar Shinta.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakrie, mengatakan perusahaan terus melakukan konsolidasi dengan serikat buruh terkait dengan isi dan substansi omnibus law. Selain itu, Firman berujar perusahaan berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk menjaga keberlangsungan aktivitas bisnis, aset perusahaan, dan mengantisipasi sweeping kembali terjadi.
"Yang paling mengkhawatirkan itu terjadinya sweeping, padahal mereka (pekerja) juga punya kewajiban untuk bekerja," ujar Firman.
Tak hanya gangguan produksi, Firman mengatakan, demonstrasi beberapa hari lalu juga menyebabkan gangguan akses untuk distribusi ekspor. Ia menyayangkan opsi mogok nasional dilakukan sebagai bentuk penolakan omnibus law karena, selain menghambat produksi, menimbulkan sentimen negatif bagi mitra dagang industri.
"Pabrik itu terikat kontrak. Kami tidak hanya harus menjaga soal kontrak, tapi juga citra industri nasional kita bahwa industri kita kompeten dan bisa menyelesaikan kewajiban tepat waktu," ujar Firman.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Rizal Tanzil Rakhman, juga menyayangkan sweeping yang dilakukan sejumlah kelompok dengan mengajak buruh yang sedang bekerja untuk mogok massal. Rizal berharap bentuk penolakan tidak harus dilakukan melalui aksi di jalan, melainkan lewat mekanisme hukum yang dinilai lebih efektif.
"Kerugian pasti ada, tapi belum bisa kami taksir," ujar Rizal. Menurut dia, aktivitas produksi semakin berkurang setelah dihantam pandemi. Walhasil, utilisasi pabrik tidak sampai 50 persen.
LARISSA HUDA
Jalan Advokasi demi Redam Demonstrasi
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo