Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Timbunan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun atau limbah B3 tersebar di sekitar Rumah Susun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Menurut Heri Iskandar, warga Marunda, meterial limbah tersebut memang telah lama digunakan warga untuk menguruk lahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Biasanya hanya transit saja. Langsung diambil lagi sama yang belinya," kata Heri saat ditemui di lokasi kerjanya di lahan pembuatan pupuk organik di sekitar Rusun Marunda, Selasa, 8 Januari 2019.
Ia menuturkan, limbah tersebut berasal dari ampas pembuatan minyak sawit. Sebagian besar masyarakat mengenal limbah tersebut dengan sebutan "tai minyak."
Limbah yang berbau minyak cukup pekat tersebut biasanya dijual seharga Rp 200 ribu per truk. Menurut dia, ada sejumlah warga yang menjadikan limbah tersebut sebagai ladang bisnis.
Padahal, limbah tersebut semestinya dibuang di instalasi pengolah limbah Bogor. "Biasanya ada orang yang cegat limbah ini di jalan. Lalu dibawa ke sini untuk di jual lagi."
Heri menjelaskan, limbah ini banyak digunakan warga untuk menguruk lahan lantaran lebih murah dibandingkan dengan puing bangunan yang harganya Rp 700 ribu per truk.
Limbah ampas minyak ini banyak digunakan untuk menguruk bantaran di kawasan Kanal Banjir Timur. "Kalau mau lihat pemanfaatan limbah ini datang saja ke BKT. Di sana beribu ton kubik limbah ini digunakan."
Menurut dia, masalah limbah yang terjadi di kawasan Marunda ini lantaran sudah sebulan tidak diangkut oleh pembelinya. Walhasil, menjadi masalah lantaran limbah ini mengeluarkan aroma tidak sedap yang menusuk hidung.
Selain itu, limbah tersebut juga diduga mempengaruhi kesuburan tanaman. Sebab, sejumlah tanamannya yang berjarak hanya 10 meter dengan limbah banyak yang mengering. "Bahkan debunya yang menempel di kaca seperti sisa pembakaran knalpot yang hitam dan berminyak."
Ketua RW7 Kelurahan Marunda Jana Didi membenarkan warga memanfaatkan limbah itu untuk menguruk lahan karena lebih ekonomis dibandingkan membeli bangunan. "Warga saya sudah dua orang yang membeli limbah itu. Awalnya mereka tidak tahu kalau itu adalah limbah berbahaya," ucapnya.
Menurut Didi, pemanfaatan limbah tersebut oleh warganya telah berlangsung sejak tahun kemarin. Menurut dia lagi, warganya memanfaatkan limbah itu karena melihat sistem pengurukan BKT yang lebih ekonomis menggunakan limbah itu.
Selain itu, warga di Jalan Reformasi seberang Rusun Cilincing, juga banyak yang memanfaatkan limbah B3 ini. "Tapi sekarang kalau sudah tahu itu limbah berbahaya seharusnya pemerintah cepat mengambil langkah untuk membuangnya," ujarnya. "Itu harapan kami."