Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Untuk Apa Pemerintah dan DPR Merevisi UU MK?

Pemerintah dan DPR menyepakati revisi UU MK yang melemahkan lembaga itu. Ada upaya mengamankan pemerintahan Prabowo-Gibran.

19 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBAHASAN revisi UU MK atau Undang-Undang Mahkamah Konstitusi pada Senin, 13 Mei 2024, barangkali menjadi rapat tersingkat sepanjang sejarah Dewan Perwakilan Rakyat. Semua serba mulus, tanpa diskusi apalagi perdebatan. “Rapat hanya 15 menit, persetujuan, dan selesai,” kata anggota Komisi Hukum DPR, Sarifuddin Sudding, menceritakan isi pertemuan itu kepada Tempo lewat sambungan telepon, Jumat, 17 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Singkatnya rapat yang diceritakan politikus Partai Amanat Nasional itu dibenarkan oleh seorang peserta pertemuan lain. Setelah membuka rapat Panitia Kerja Revisi Undang-Undang MK, Wakil Ketua Komisi Hukum dari Partai Golkar, Adies Kadir, langsung mempersilakan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto yang mewakili pemerintah untuk berbicara.

Hadi tak berbicara panjang. Ia menyanjung Komisi Hukum karena telah merampungkan pembahasan revisi. Bekas Panglima TNI atau Tentara Nasional Indonesia itu menyatakan revisi Undang-Undang MK akan memberikan kepastian hukum. “Intinya pemerintah pun menyetujui revisi Undang-Undang MK,” ucap Sarifuddin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menkopolhukam Hadi Tjahjanto menandatangani draf revisi UU MK setelah rapat bersama Komisi III DPR RI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, 13 Mei 2024. Dok. Kementerian POLHUKAM

Tak satu pun legislator yang hadir di ruang Komisi Hukum menanggapi, apalagi sampai menginterupsi basa-basi Hadi. Mereka berkeplok riang serampung Hadi memungkasi sambutannya. Adies Kadir yang didampingi oleh Habiburokhman, Wakil Ketua Komisi Hukum lain, lantas meminta Hadi meneken draf revisi Undang-Undang MK.

Dalam dokumen itu, semua ketua kelompok fraksi di Komisi Hukum yang sembilan orang banyaknya telah membubuhkan tanda tangan pada Desember 2023. Tinggal perwakilan pemerintah yang belum. Pada akhir tahun lalu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan saat itu, Mahfud Md., menolak membubuhkan tanda tangan.

Kepada Tempo pada Selasa, 14 Mei 2024, Mahfud Md. menyatakan menolak revisi karena bisa berdampak buruk untuk MK berikut sembilan hakim konstitusi yang masih menjabat. “Saya tidak setuju dan meminta pembahasan ditunda,” tutur Mahfud, yang mundur sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan pada 1 Februari 2024 karena menjadi calon wakil presiden Ganjar Pranowo.

Mahfud MD ketika menjabat Menkoplhukam dalam rapat kerja dengan Komisi III membahas perubahan RUU MK, di di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Februari 2023. Tempo/M Taufan Rengganis

Sejumlah pasal dalam draf terakhir memang berpotensi melemahkan Mahkamah Konstitusi. Pasal sisipan 23A dalam draf itu, misalnya, menyatakan hakim konstitusi yang telah menjabat selama lima tahun atau satu periode harus mendapatkan persetujuan dari lembaga pengusul agar bisa lanjut menjabat lima tahun berikutnya.

Tanpa persetujuan itu, hakim konstitusi harus hengkang dari gedung MK di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Ada tiga lembaga pengusul yang memilih sembilan hakim, yaitu presiden, DPR, dan Mahkamah Agung. Mahfud dan banyak pakar hukum tata negara lain menilai ketentuan itu membuat hakim konstitusi sulit independen dan “terborgol” di bawah kendali lembaga pengusul.

Penolakan Mahfud membuat pembahasan revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi di parlemen berhenti seketika. Namun, dalam rapat di DPR pada Senin itu, tak ada lagi sisa-sisa perseteruan antara pemerintah dan DPR. Hadi Tjahjanto, yang dilantik menggantikan Mahfud pada 21 Februari 2024, langsung menandatangani draf terakhir revisi Undang-Undang MK.

Seusai rapat, Hadi mengklaim bahwa revisi Undang-Undang MK bakal memperkuat peran dan fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga Undang-Undang Dasar 1945. Hadi pun sepakat perubahan Undang-Undang MK dibawa ke rapat paripurna DPR. “Pemerintah berharap kerja sama yang terjalin baik dengan DPR dapat terus berlangsung,” ujarnya.

•••

BERBAGAI kejanggalan menyertai cepatnya pengesahan tingkat pertama revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi di Dewan Perwakilan Rakyat. Sejumlah anggota Komisi Hukum bercerita kepada Tempo, pada Senin, 13 Mei 2024, para anggota Dewan masih dalam masa reses. Sedangkan masa sidang baru dimulai sehari kemudian.

Rapat itu pun digelar saat sejumlah anggota Komisi Hukum tengah menjalani kunjungan kerja ke Portugal. Salah satunya Taufik Basari, anggota komisi dari Fraksi Partai NasDem. “Saya enggak tahu proses pembahasannya seperti apa,” kata Taufik.

Masalahnya, tak semua anggota komisi yang berada di dalam negeri mendapat undangan rapat. Anggota komisi dari Fraksi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, dan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arteria Dahlan, pun tak mendapat invitasi. Padahal keduanya anggota Panitia Kerja Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.

Pertemuan di DPR hanya dihadiri segelintir politikus Senayan, hampir semuanya adalah ketua kelompok fraksi. Tak ada anggota komisi dari PDI Perjuangan yang hadir. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang juga kader partai banteng pun tak datang. Ia diwakili Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Asep Nana Mulyana.

Menurut sejumlah anggota Komisi Hukum yang ditemui Tempo, rapat mendadak itu diinisiasi oleh Partai Gerindra. Seorang anggota komisi mengaku dihubungi oleh petinggi Gerindra pada Ahad siang, 12 Mei 2024. Politikus Gerindra itu meminta dia mengikuti rapat dengan Hadi Tjahjanto.

Narasumber tersebut sempat mempertanyakan alasan rapat berjalan di tengah masa reses. Ia khawatir rapat di luar kewajaran itu mendapat sorotan. Mereka yang hadir dalam rapat itu pun bisa diseret ke Mahkamah Kehormatan DPR. Tapi koleganya meyakinkan dia bahwa persidangan pada masa reses itu telah mendapat restu Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

Dasco mengakui memberikan persetujuan itu. Ia berkilah pembahasan revisi Undang-Undang MK antara pemerintah dan DPR sudah berjalan sejak 2023. “Supaya prosesnya cepat selesai,” ujar Ketua Harian Gerindra itu melalui pesan suara WhatsApp pada Kamis, 16 Mei 2024.

Sejumlah pengurus partai di koalisi pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, termasuk dari Gerindra, yang ditemui Tempo mengatakan revisi Undang-Undang MK bertujuan menjaga stabilitas pemerintahan baru. Caranya adalah mengganti hakim konstitusi yang dianggap kerap berseberangan dengan pemerintah.

Narasumber yang sama mengatakan Gerindra menyiapkan calon hakim konstitusi, yaitu Supratman Andi Agtas, yang kini menjabat Ketua Badan Legislasi DPR. Maju kembali sebagai calon legislator Gerindra dalam Pemilihan Umum 2024, Supratman gagal lolos ke Senayan. Supratman tak merespons panggilan dan pesan yang dikirimkan Tempo ke nomor telepon selulernya. 

Sejumlah politikus di Koalisi Indonesia Maju—kumpulan partai pendukung Prabowo-Gibran—mengatakan hakim yang akan diganti adalah mereka yang dianggap tak mendukung pemerintah. Indikatornya, sikap hakim dalam uji materi undang-undang. Nantinya hakim MK diharapkan bisa berkoordinasi dengan pemerintah dalam memutus perkara uji materi undang-undang.

Sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, 22 April 2024. Tempo/Febri Angga Palguna

Indikator lain adalah putusan perkara usia calon presiden-wakil presiden. Pada 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi memutus bahwa kepala daerah yang berusia kurang dari 40 tahun bisa menjadi calon presiden-wakil presiden. Putusan itu membuka jalan bagi Gibran, Wali Kota Solo yang juga putra Presiden Joko Widodo, maju sebagai calon wakil presiden. Saat itu Gibran masih berusia 36 tahun.

Dalam perkara itu, tiga dari sembilan hakim konstitusi saat ini mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion, yaitu Suhartoyo, yang kini menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi; Wakil Ketua MK Saldi Isra; dan hakim Arief Hidayat. Hakim lain, Enny Nurbaningsih, mengajukan concurring opinion dengan menganggap hanya gubernur berusia kurang dari 40 tahun yang bisa berlaga dalam pemilihan presiden.

Saldi, Enny, dan Arief juga mengajukan dissenting opinion dalam gugatan pilpres yang diajukan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Mereka menganggap pilpres 2024 diwarnai kecurangan sistematis, masif, dan terstruktur yang melibatkan Presiden. Adapun Suhartoyo bersama lima hakim lain menolak gugatan dua pasangan yang kalah itu.

Hingga Sabtu siang, 18 Juni 2024, Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad tak merespons pertanyaan Tempo soal percepatan pengesahan revisi Undang-Undang MK sebagai upaya mengamankan pemerintahan Prabowo-Gibran dengan mengganti hakim yang tak pro-pemerintah. 

Dengan ketentuan anyar, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo bisa diganti. Draf RUU Mahkamah Konstitusi menyatakan hakim yang telah melewati periode pertama atau lima tahun tapi belum menjabat sepuluh tahun harus mendapatkan izin dari lembaga pengusul untuk kembali bertugas. Saldi dan Enny diusulkan oleh presiden, sedangkan Suhartoyo dari Mahkamah Agung.

Para petinggi Koalisi Indonesia Maju pun mengatakan percepatan revisi Undang-Undang MK mendapat restu Presiden. Jokowi ditengarai berupaya mengamankan pemerintahan Prabowo yang berduet dengan anaknya. Ia pun tak mau produk legislasi yang dihasilkan pemerintah baru dibatalkan oleh MK.

Seorang politikus berlatar belakang hukum yang mengetahui manuver Istana pun menyebutkan Jokowi gusar terhadap sikap hakim MK yang membatalkan sebagian atau penuh sejumlah undang-undang. Namun Jokowi enggan berkomentar soal revisi Undang-Undang MK. “Tanya ke DPR,” ucap Presiden pada Selasa, 14 Mei 2024.

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono juga irit bicara. “Sedang dibahas di lingkup internal,” ujarnya. Sedangkan Sufmi Dasco Ahmad menampik jika revisi disebut bakal membuat Mahkamah Konstitusi tak lagi independen dan berada di bawah kendali pemerintah dan DPR. “Apa yang mau ditakutkan dengan revisi?” katanya.

•••

UPAYA pelemahan Mahkamah Konstitusi melalui revisi Undang-Undang MK dimulai setelah Dewan Perwakilan Rakyat mencopot hakim Aswanto pada September 2022. Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto, mengatakan Aswanto yang diusulkan oleh parlemen dicopot karena kerap membatalkan produk legislasi Dewan.

Pada 25 November 2021, Aswanto ikut menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Aturan itu menjadi andalan Presiden Joko Widodo dalam mengejar investasi. MK mewajibkan aturan itu direvisi paling lama dua tahun setelah putusan dibacakan. Namun Presiden memilih mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.

Sejumlah anggota Komisi Hukum DPR yang ditemui Tempo bercerita, pencopotan Aswanto dianggap efektif mengerem perbedaan sikap hakim konstitusi. Komisi Hukum pun berencana “melegalkan” pencopotan hakim MK seperti Aswanto dengan merevisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Upaya itu dimulai dengan pengajuan revisi Undang-Undang MK pada Februari 2023.

Namun anggota Panitia Kerja Revisi Undang-Undang MK, Benny Kabur Harman, menampik bila perubahan keempat disebut terkait dengan pencopotan Aswanto. “Sudah keputusan bersama,” ujar politikus Partai Demokrat ini.

Kepada Tempo pada Selasa, 14 Mei 2024, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md., mengaku menolak rencana perubahan keempat Undang-Undang MK. Ia menilai revisi itu tak perlu dan jaraknya belum terlalu lama dari revisi ketiga yang kelar dibahas pada Agustus 2020.

Mahfud juga menolak membahas draf revisi ketiga. Tapi rencana revisi itu sudah masuk program legislasi nasional dan disetujui dalam rapat kabinet pemerintahan Jokowi periode 2014-2019. Revisi tetap berjalan dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menjadi perwakilan pemerintah.

Dalam revisi ketiga, pemerintah dan DPR mengubah perpanjangan masa jabatan hakim menjadi paling lama 15 tahun dari sebelumnya 10 tahun. Perubahan lain terkait dengan syarat usia minimal hakim, yaitu dari 47 menjadi 55 tahun.

Mahfud baru terlibat dalam revisi keempat. Namun ia menolak berbagai pasal yang dianggap bakal melemahkan Mahkamah Konstitusi. Mahfud bercerita, pada Agustus 2023, ia didatangi Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Asep Nana Mulyana. Kepada Mahfud, Asep menyatakan bosnya, Yasonna Laoly, telah menyetujui draf revisi.

Pernyataan Asep kemudian dicek oleh Mahfud kepada Yasonna. “Pak Yasonna bilang belum setuju,” kata Mahfud. Asep tak menjawab panggilan telepon dan tak menanggapi permintaan wawancara yang dilayangkan Tempo ke nomor telepon selulernya.

Dua pejabat pemerintah bercerita, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad juga pernah mempertanyakan sikap Mahfud yang tak mendukung revisi Undang-Undang MK. Namun Dasco menampik informasi tersebut. “Saya tidak pernah berkomunikasi soal persetujuan revisi Undang-Undang MK,” ujar Dasco.

Toh, pembahasan pun mentok karena Mahfud menolaknya. Pada pertengahan September 2023, bertepatan dengan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, Mahfud melapor kepada Presiden Jokowi di Istana Negara. Mahfud mengatakan pemerintah harus menolak revisi Undang-Undang MK karena melemahkan lembaga itu. Menurut Mahfud, saat itu Jokowi menyetujui pendapatnya.

Sekitar sebulan seusai pertemuan di Istana, Mahfud ditunjuk oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sebagai calon wakil presiden Ganjar Pranowo. Duet Ganjar-Mahfud belakangan berhadapan dengan calon yang didukung Jokowi, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Tiga belas hari sebelum pemungutan suara, atau pada 1 Februari 2024, Mahfud memilih mundur dari kabinet.

Saat bertemu dengan Presiden untuk berpamitan, Mahfud kembali meminta Jokowi tak melanjutkan revisi Undang-Undang MK. Mahfud juga menyisipkan pesan agar pemerintah meneruskan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu dan pengusutan aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI.

Berbeda dengan sikap sebelumnya, Jokowi saat itu tak memberi jawaban tegas atas permintaan soal revisi Undang-Undang MK. “Terima kasih, Pak Mahfud, telah menjadi Menkopolhukam terlama,” tutur Mahfud menirukan ucapan Jokowi.

•••

REVISI Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang berujung pada pelemahan MK agaknya bakal berjalan mulus. Dari sembilan fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat, delapan mendukung revisi. Hanya satu fraksi, yaitu PDI Perjuangan, yang berancang-ancang mengajukan sikap berbeda.

Sehari setelah Komisi Hukum DPR dan pemerintah menyepakati revisi Undang-Undang MK, atau pada Selasa, 14 Mei 2024, Ketua Fraksi PDIP di DPR, Utut Adianto, memanggil anggota Komisi Hukum dari partai banteng di lantai 7 gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Rapat itu diadakan secara mendadak.

Seorang politikus PDIP bercerita, para peserta rapat menyoroti mekanisme pembahasan revisi Undang-Undang MK. Mereka menilai mekanisme percepatan revisi yang diadakan di luar masa sidang DPR melanggar aturan. Apalagi mayoritas anggota Komisi Hukum sedang berada di luar negeri atau daerah pemilihan.

Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto. Tempo/Imam Sukamto

Peserta rapat pun mempertimbangkan kemungkinan menolak pengesahan jika rapat paripurna untuk menyetujui revisi Undang-Undang MK digelar dalam waktu dekat. Dimintai tanggapan soal rapat di lantai 7 dan sikap PDIP, Utut hanya menjawab singkat. “Siap,” katanya melalui aplikasi WhatsApp.

Namun PDIP tak sepenuhnya menolak pengesahan revisi Undang-Undang MK. Sebab, partai itu justru menjadi salah satu motor perubahan aturan. Anggota Komisi Hukum DPR dari PDIP, Arteria Dahlan, mengatakan, sebelum pembahasan revisi deadlock karena sikap Mahfud Md., semua fraksi sudah sepakat terhadap isi draf revisi. “Sudah sesuai dengan rapat terakhir,” ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Erwan Hermawan, Francisca Christy Rosana, Daniel A. Fajri, Amelia Rahima Sari, dan Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Borgol Hakim di Merdeka Barat"

Hussein Abri Dongoran

Hussein Abri Dongoran

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus