Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Membuat bom dari kue kuning

Proses pembuatan bom nuklir. dari uranium hingga teknik pemisahan lewat elektromagnetis.

7 Desember 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMBUAT bom nuklir itu sebuah pekerjaan yang mahal, kontroversial, dan membutuhkan proses panjang. Semuanya berpangkal dari penambangan uranium alam. Dari batuan uranium alam, setelah dilakukan pengolahan, diperoleh 1-5% bijih uranium kasar, yang sering disebut kue kuning. Dalam kue kuning itu bahan bom berupa campuran uranium oksida (U3O8), garam natrium diuranat, atau amonium diuranat. Bijih uranium itu harus diproses lagi, karena kemurniannya masih rendah, masih dikotori oleh logam-logam tak berguna semacam boron, molibden, atau torium. Lewat penggilingan dengan bola baja, lalu melewati lima tahap reaksi kimia, diperolehlah uranium yang lebih pekat, yang berbentuk garam Na2U2O7 atau UO2Cl2. Lalu, dengan satu-dua tahap reaksi lagi, uranium akan berubah bentuk menjadi lebih sederhana, uranium dioksida (UO2), yang siap diolah sesuai dengan keperluan. Namun, UO2 itu belum bisa serta merta menjadi bom nuklir. Dalam material itu masih ada dua jenis uranium: U238 dan U235. "Yang U238 itu tak mungkin dipakai sebagai bahan bakar PLTN atau untuk bom nuklir," kata Heryudo, Kepala Bagian Reaktor dan Bahan Nuklir dari Biro Pengawasan Tenaga Atom Batan, Jakarta. Hanya U235 yang bisa membelah, melakukan reaksi fisi, dan menghasilkan panas serta radioaktif. Dan inilah bahan bom atom itu. Sayangnya, U235 dalam logam uranium itu jumlahnya kecil, hanya O,7% dibandingkan U238 yang 99,3%. Maka, agar uranium itu punya nilai tinggi, entah untuk maksud damai atau membuat senjata, porsi U235-nya harus ditingkatkan. "Pekerjaan ini yang sering disebut pengayaan," kata Heryudo pula. Tingkat pengayaan itu disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk elemen bakar di reaktor PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir), pengayaan uranium umumnya sekitar 3%. Pada tingkat ini, energi yang dihasilkan dari reaksi pembelahan uranium lebih mudah dikendalikan. Pengayaan yang lebih tinggi lagi, 20%, diperlukan oleh reaktor penelitian seperti reaktor serba guna Siwabessy di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serpong, Tangerang, milik Batan. Reaktor-reaktor mini milik swasta di Amerika atau Eropa, yang memproduksi radio-isotop komersial, juga mengonsumsi uranium dengan pengayaan 20%. Uranium dengan pengayaan di atas 20% sulit dibeli secara bebas di pasaran internasional. Ada kecurigaan di kalangan produser uranium, uranium di atas 20% mudah disalahgunakan menjadi bom nuklir, tentunya setelah diproses lebih lanjut. Maka, jual-beli uranium selalu diawasi oleh Badan Tenaga Atom Inter- nasional PBB. Teknologi pengayaan uranium itu kini tak lagi menjadi monopoli negara-negara maju. Negara berkembang semacam Cina, India, dan Irak telah pula menguasainya. Bahkan, Irak mengembangkan empat teknik pengayaan sekaligus: lewat penguraian gas (difusi), pemisahan elektromagnetis, lewat proses pemusatan, dan teknik paling mutakhir dengan laser. Teknik penguraian gas paling populer karena murah. Bahan bakunya berupa uranium dioksida. Dalam prosesnya, material itu direaksikan dengan HF (asam fluorida), sehingga membentuk gas UF (uranium florida). Lantas, gas UF itu dialirkan melalui membran-membran tipis. Dalam fase gas itu, U235F lebih ringan, berada di atas U238F. Tapi untuk mendapatkan pengayaan U235 sampai 90 atau 100 persen, seperti yang diperlukan untuk bom nuklir, proses penyaringan itu tak cuma sekali dua kali, bisa ribuan kali. Maka, dengan menghitung unit penyaring itu, tim PBB yang turun ke Irak bisa memperkirakan fasilitas difusi gas itu untuk maksud damai atau perang. Teknik pemisahan lewat elektromagnetis terhitung kuno dan mahal. Ketika membuat bom atom yang kemudian dijatuhkan di Kota Hiroshima dan Nagasaki pada 1945, Amerika membuat uraniumnya dengan cara ini. Metode ini memisahkan U235 dan U238 dengan memanfaatkan medan elektromagnetik. Di situ, aliran U235 dan U238 dibelokkan dengan sudut yang berbeda. Teknik pemusatan mirip dengan pemisahan lewat elektromagnetis, hanya saja di sini medan listrik yang dipakai. Teknik laser terhitung yang paling mutakhir dan rumit. Belum begitu populer, dan keberhasilannya belum juga banyak teruji. Boleh jadi, Irak ingin cepat mendapatkan bom nuklir, sehingga teknologi mahal ini dibelinya pula, dengan proses di bawah tangan. Jika uranium dengan pengayaan tinggi telah tersedia, tak terlalu sulit untuk mengubahnya menjadi material penghancur yang punya daya perusak luar biasa. Untuk meledakkannya, tinggal disisipkan detonator, yang berupa sebatang kecil bahan Am-Be (Americium-Berilium). Bahan ini memancarkan netron. Jika tudung Am-Be itu dibuka, radiasi netron akan menghambur, mengenai inti U235, dan atom ini akan terbelah menjadi dua jenis atom isotop. Pembelahan atom itu disertai ledakan besar dan panas yang luar biasa. Sinar radioaktif pun akan berhamburan dari isotop yang puluhan jenis itu. Isotop-isotop itu ada yang bekerja cuma beberapa detik. Tapi ada pula yang terus memancarkan radioaktif sampai puluhan atau bahkan ratusan tahun. Putut Trihusodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus