Mode tahun 1992 ternyata kembali ke gaya dua puluh tahun silam. Ada cutbrai, ada mini. EVOLUSI melanda dunia busana. Tahun depan, gaya the 60's dan the 70's dipastikan kembali in. Siluet mini, leggings (celana ketat), cutbrai, hotpants, kerah tinggi, lebar, dan besar akan muncul lagi. Warna kuning, hijau, merah, biru, sampai yang lembut seperti warna pasir dan batu granit tetap bertahan. Begitu pula dengan model rambut. Model Demi Moore tetap trendy. Juga, rambut panjang mengikal di bagian bawah ala Jackie Kennedy. Inilah salah satu tema hasil rumusan tim trend IPBMI (Ikatan Perancang Busana Madya Indonesia), yang anggotanya: Ghea, Arthur Harland, Biyan, Thomas Sigar, dan Prayudi. Lima tema yang ditawarkan: pop couture, nostalgia, khatulistiwa, kasbah, dan clean look merupakan hasil pantauan dari berbagai sumber. Biyan, misalnya, mendapat info dari International Cotton Institute dan International Wool Secretary yang berpusat di London dan Paris. Prayudi melihatnya sendiri di beberapa peragaan pret-a-porter (busana siap pakai) di Paris. Maka, dalam pergelaran 260 rancangan Trend Mode '92 oleh IPBMI di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa dan Rabu pekan lalu, desainer saling bersaing kreativitas dalam adaptasi tema tadi. Dandy Burhan menawarkan lima rancangan celana cutbrai dari bahan beludru warna biru. Kreasinya bermain di seputar kerah dan lengan. Ramli muncul dalam tema pop couture. Peragawati Vera yang berkaki panjang itu melangkah sambil menyingkapkan sedikit gaun mini bercorak kotak-kotak hitam-putih. Ia memamerkan bordiran pakaian dalam warna hitam, karya perancang spesialis bordir itu. Sedangkan Edward Hutabarat menganggap, "Tahun depan, wanita harus tampak glamour dan seksi." Ke-15 rancangannya merupakan hasil eksperimen motif dan desain selama dua bulan. Ia menggunakan bahan brokat, lace, tafetta, velvet, dan musseline dengan siraman payet, manik, dan batu-batuan. Semua materi itu, katanya, diimpor dari Paris dan Hong Kong. Edward menawarkan aneka busana mini, lengkap dengan anting gaya Agogo. Beberapa perancang melakukan eksperimen warna dan motif. Biyan mencoba motif klim (tenunan Persia). Ia mencoba corak itu dalam warna tiga dimensi pada bahan sutera dan linen. Itang Yunasz mencoba motif tenun ikat. Dan menggunting ciptaannya dalam mode leggings. Pada hari kedua, sekitar seribu penonton memadati Ruang Flores. Mereka adalah murid sekolah mode, pengelola department store, dan pengamat mode. "Kalau saja kami bisa menjual karcis lebih murah lagi, pergelaran ini tentu bisa dinikmati lebih banyak penonton," kata Chossy Latu, tentang harga tiket yang Rp 35.000 itu. Namun, beberapa penonton menganggap pergelaran IPBMI tahun ini kurang semarak. "Ada kesan dipaksakan. Sampai, ada rancangan yang diberi peniti segala," kata Mien Uno tentang rancangan strapless yang dikenakan Peragawati Avi. Tak seperti tahun sebelumnya, kali ini enam dari 22 perancang anggota IPBMI absen. Ketua IPBMI Syamsidar Isa tak menampik adanya kericuhan dalam tubuh IPBMI, "Tetapi kami tetap harus menggelar trend. Inilah dedikasi kami pada dunia mode Indonesia," ujarnya. Sri Pudyastuti R.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini