Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Merangkul jagat

Judo, seni bela diri yang dikembangkan jigoro kano seabad lalu. judo bukan kekuatan yang dipakai sekadar untuk menyerang dan bertahan, tapi falsafah yg diterapkan dlm segi kehidupan.foto para pejudo.

7 Desember 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"JAGAT raya, manusia, nabi, gunung, dan sungai," ujar Seppo suatu hari, "ada di tinjuku." Konon, pendeta Budha yang hidup pada abad ke-10 di Cina itu tak segan-segan menggunakan kaki dan tangan saat mengajar. Dari 1.500 muridnya, 42 meraih penerangan jiwa -sebuah hasil yang terhormat. Mungkin, karena tinju Seppo bukan sekadar tinju untuk menakuti atau menyakiti dan kekuatan yang ada di tangannya bukan sekadar kekerasan. Pandangan ini yang kemudian dikembangkan Jigoro Kano, satu abad silam. "Judo," tulisnya, "bukan kekuatan yang dipakai sekadar untuk menyerang dan bertahan, tapi falsafah yang diterapkan dalam segala segi kehidupan." Seni bela diri itu memang lahir dari puing-puing zaman lama ketika Jepang gencar dengan keterbukaan dan modernisasi Meiji. Damai ada di kerajaan. Alhasil, pamor kaum samurai semakin merosot. Tanpa lawan, keahlian perang mereka berkarat. Sementara itu, hasrat bertanding hanya bisa disalurkan -tanpa senjata karena pedang semakin tak bernilai di kedai tuak. Jigoro mengambil energi ini, membuang nafsu kekerasannya, dan menyerap kekuatan serta disiplin yang terkandung. Judo, pada hakikatnya, adalah kelembutan karena, seperti Seppo, seorang judoka bukan melayangkan tinju. Ia merangkul jagat raya. Judoka Sebagai Pohon JUDO berasal dari alam. Alkisah, saat sedang bersemadi, penciptanya menyaksikan salju lebat turun di kebun dan berjatuhan di pohon. Semakin lama, semakin banyak yung turun dan menumpuk. Di luar dugaan, bukan ranting yang patah, tapi salju jatuh bergemuruh dari atas pohon. Ranting yang ringkih menyerap beban salju dan menjatuhkannya dengan kelenturan tubuh. Di SEA Games XV di Kuala Lumpur, judoka Indonesla meraih 10 medali emas, dua perak, dan satu perunggu. Tahun ini, Indonesia mengharapkan yang sama di SEA Games XVI di Manila. Namun, arena bukan satu-satunya tempat bertanding. Disiplin, ketenangan diri, dan sopan santun seorang judoka melambangkan perjuangan mengatasi gejolak batin setiap manusia. Foto Esai: Robin Ong Teks: Yudhi Soerjoatmodjo dan Robin Ong

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus