Perancang busana Harry Darsono kini mengolah benang untuk media ekspresi. Inilah seni serat, sebuah cabang seni rupa. HARRY Darsono pindah jalur. Perancang busana ternama ini, Rabu pekan lalu, memamerkan sejumlah karyanya di hotel Sahid, Jakarta. Sehagian berbentuk pakaian, yang kemudian diperagakan dalam sebuah acara peragaan busana. Sebagian lagi berbentuk hiasan gantung, atau hasil sulaman berpigura. Ada dua karya tiga dimensi. Jalur baru yang dipilih Harry, sebuah cabang seni rupa yang belum terlalu akrab dengan masyarakat kita, dikenal sebagai seni serat, atau fiber art. Dalam perkembangan seni rupa kontemporer, seni serat adalah media ekspresi yang semakin populer. Karya seni serat, seperti terlihat pada karya Harry, berangkat dari serat atau benang. Penampilannya kebanyakan mendekati tekstil, tenunan, sulaman, dan pakaian. Seni serat memang dekat dengan seni tekstil dan industri tekstil. Awal perkembangan seni serat sekitar 50 tahun lalu, dimulai dengan gagasan membuat reproduksi lukisan terkenal pada permadani dan tekstil hasil produksi pabrik. Di masa kini, seni serat sudah menjadi cabang kesenian yang mandiri. Tidak lagi berkaitan dengan seni tekstil. Permadani (tapestry) media seni serat paling populer, tidak lagi berfungsi sebagai karpet. Kebanyakan berbentuk hiasan gantung yang menampilkan berbagai teknik mengolah serat. Seni serat juga meninggalkan bentuk pakaian. Sebagai gantinya muncul karya seni serat tiga dimensi, bahkan karya ruang dan instalasi, yang dikonstruksikan. Namun, batas-batas ekspresi tidak bisa kaku -dalam seni tak ada keniscayaan. Bentuk ekspresi seni serat seluas kehendak senimannya. Penilaian dan tinjauan, umumnya mengamati bagaimana serat, elemen paling dasar, diolah dan menampilkan ekspresi. Ekspresi seni serat Harry Darsono tidak lepas dari latar belakangnya sebagai perancang busana. Karya yang ditampilkannya, pekan lalu, terbanyak berbentuk pakaian. Namun, kecenderungan mengolah kemungkinan serat lewat teknik menyulam, aplikasi, rajutan, dan jahitan sangat dominan. Kekayaan permukaan bahan baju menyerap hampir semua perhatian sehingga rancangan busananya relatif menjadi tidak penting. Struktur baju pada karya-karyanya konvesional. Sebagai perancang busana, Harry akrab dengan berbagai teknik menjahit, merajut, menenun, menyulam. Juga berbagai corak seni tekstil dan seni tenun tradisional yang memberi warna ornamentik. Teknik-teknik inilah yang terutama menjadi bahasa ekspresinya. Karena itu, masuk akal apabila semua karyanya dekat dengan citra pakaian. Elemen-elemen, seperti kepingan emas, manik-manik, batu mulia, sekilas meneruskan kedudukannya sebagai hiasan baju. Ikatan dengan busana membuat Harry seperti kehilangan arah ketika mencoba membuat karya serat dengan bentuk bebas. Ia tiba-tiba seperti ingin membuat lukisan dengan teknik menyulam. Obyek karya, seperti penari ronggeng, burung, buah-buahan, bahkan pemandangan alam, menghambat kecenderungan menghias seperti pada karya-karyanya berbentuk pakaian. Harry seharusnya bisa melakukan eksplorasi yang sangat lanjut pada karya-karyanya dengan bentuk bebas (nonbaju). Penjelajahan berbagai kemungkinan serat ini terlihat pada karya-karyanya berbentuk busana. Masih sedikit karya bebasnya yang memperlihatkan kecenderungan ini. Misalnya, karya-karya berjudul Duet, Aku, Bebas, dan Baris. Karya-karya abstrak ini dengan segera menampilkan kekayaan permukaan (tekstur). Karena tidak terikat pada suatu citra tertentu, kemungkinan ekspresi serat tergali intensif. Kemunculan Harry Darsono di lingkungan seni serat adalah gejala menarik. Ia membawa berbagai aspek tekstil dan busana yang kaya dengan kemungkinan. Karya-karyanya memperkaya warna seni serat kontemporer Indonesia. Seni serat kontemporer kita adalah sebuah cabang seni rupa yang muncul belum lama. Baru sekitar 15 tahun seni serat menjadi cabang kesenian mandiri. Namun, seni serat berkembang sangat cepat di Indonesia, mungkin karena kekayaan tradisi seni tekstil di lingkungan masyarakat kita. Karya-karya seniman serat kita, Biranul Anas, Yusuf Affendi Djalari, dan Ratna Panggabean, senantiasa menampilkan ciri seni tekstil tradisional. Sampai kini, seni serat kita terbatas pada mengolah tenunan dan rajutan tradisional, di samping teknik tapestry. Harry Darsono memperkaya kemungkinan seni serat kita dengan membawa sumber olahan baru, busana dan busana tradisional. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini