Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bocah laki-laki berusia 7 tahun, Benediktus Alvaro Darren, dinyatakan meninggal setelah didiagnosa mati batang otak usai menjalani operasi amandel di Rumah Sakit Kartika Husada, Kota Bekasi. Orang tua korban pun telah melaporkan pihak rumah sakit, di antaranya direktur rumah sakit hingga dokter yang menangani korban atas dugaan malpraktik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum meninggal pada Senin, 2 Oktober 2023, Alvaro sempat mengalami koma selama 13 hari pascadiagnosa mati batang otak usai operasi amandel. Komisaris sekaligus pemilik Rumah Sakit Kartika Husada Jatiasih, Nidya Kartika, mengatakan pihaknya telah berupaya untuk mencari rujukan ke lebih dari 80 rumah sakit lain di Jabodetabek bagi Alvaro.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak hanya itu, kata Nidya, pihak rumah sakit juga menyiapkan fasilitas penunjang guna meminimalisasi risiko saat proses pemindahan. Namun sayangnya, banyak rumah sakit yang menolak jadi rujukan.
“Kami mempersiapkan fasilitas penunjang untuk meminimalisir risiko saat merujuk, mengingat, kondisi adik BA yang non-transferable, di mana, sampai kemarin kami sudah mencari lebih dari 80 rumah sakit rujukan dengan jaminan umum di seluruh Jabodetabek," kata Nidya dalam konferensi pers, Selasa 3 Oktober 2023.
Selain itu, RS Kartika Husada mengaku juga sudah berupaya mendatangkan konsultan medis dari rumah sakit lain untuk memeriksa Alvaro. Pihak rumah sakit juga telah berusaha mencari jurnal-jurnal kesehatan untuk menjadi acuan dalam menangani Alvaro.
Alasan Banyak Rumah Sakit Tolak Jadi Rujukan Bocah Mati Batang Otak
Nidya pun mengungkap alasan banyak rumah sakit yang menolak jadi rujukan untuk Alvaro. Menurut dia, kondisi Alvaro yang sangat berisiko jika dipindahkan bisa jadi alasan rumah sakit lain menolak jadi rujukan.
"Alasannya tidak bisa membantu, ya mungkin karena kondisi dari anak yang non-transferable ini berisiko sekali sampai di sana,” kata Nidya.
Selain itu, Nidya menambahkan, alasan lain banyak rumah sakit menolak jadi rujukan bagi Alvaro, bocah yang mati batang otak usai operasi amandel adalah karena kasus tersebut sudah dibawa ke ranah hukum oleh orang tua korban. Sehingga banyak rumah sakit yang takut dan menolak jadi rujukan.
“Dan mungkin ini ada kasus hukum yah, di mana-mana rumah sakit tidak mau menerima karena mungkin takut terbawa-bawa itulah kesulitan kami," ujar Nidya.
Pihak RS Sempat Mendapat Rumah Sakit yang Bersedia Jadi Rujukan
Meski banyak rumah sakit yang menolak jadi rujukan, namun pihak RS mengaku sempat mendapat rumah sakit lain yang bersedia jadi rujukan. Namun sayangnya, kondisi Alvaro pada Senin, 2 Oktober 2023, memburuk dan akhirnya dinyatakan meninggal.
"Usaha mencari rujukan sudah mendapat titik terang itu pada Senin, akomodasi sudah standby, konsultasi dengan konsultan medis sudah terjadwal, tetapi kondisi adik BA semakin menurun dan semakin jauh dari harapan. Pada Senin kemarin adik BA tidak bisa bertahan," ujar Nidya.
Pemakaman Alvaro di TPU Padurenan, Bekasi, bocah 7 tahun yang meninggal diagnosa mati batang otak usai operasi amandel. Tempo/Adi Warsono
Lebih lanjut, Nidya mengatakan bahwa pihak rumah sakit sudah berusaha semaksimal mungkin dalam proses penyembuhan Alvaro. "Kami sudah mengupayakan usaha rujukan dan terus berkoordinasi dengan RS lain dengan tetap mempertimbangkan kondisi pasien dan kami bersama tim perawat juga terus berupaya maksimal dengan berkoordinasi dengan keluarga, demi kesembuhan adik BA," ujarnya.
Orang tua Alvaro pun melaporkan sejumlah dokter rumah sakit tersebut ke pihak kepolisian pada 29 September 2023 lalu. Total ada 8 orang yang dilaporkan, di antaranya direktur rumah sakit hingga dokter yang menangani korban. Albert berharap kasus Alvaro tidak terulang di kemudian hari dan bisa menjadi pembelajaran bagi rumah sakit hingga para orang tua.
Sementara itu, pengacara keluarga, Cahaya Christmanto Anak Ampun mengatakan telah melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya. "Laporan kami sebenarnya ada tiga UU terkait. Pertama, tentang UU Kesehatan, kedua, itu tentang UU Perlindungan Konsumen, yang ketiga itu, UU KUHP," kata Christmanto.
RIZKI DEWI AYU | ADI WARSONO