Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah tengah merancang Peraturan Presiden (Perpres) ihwal masterplan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) untuk jangka panjang hingga waktu 25 tahun. Dari draf Perpres yang beredar, Perencanaan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan TNI untuk Renstra 2020-2044 mencapai USD 124 miliar atau setara dengan Rp 1.773 triliun.
Rencana skema pendanaan berasal dari pinjaman asing atau luar negeri. Kementerian Pertahanan menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah setuju terhadap Peraturan Presiden tentang pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Dalam penjelasannya, angka sebesar Rp 1,7 kuadriliun itu ditujukan untuk beberapa hal. Untuk akuisisi Alpalhankam sebesar USD 79.099.625.314, untuk pembayaran bunga tetap selama 5 Renstra sebesar USD 13.390.000.000, dan untuk dana kontijensi serta pemeliharaan dan perawatan Alpalhankam sebesar USD 32.505.274.686.
Dijelaskan pula Renbut itu telah teralokasi sejumlah USD 20.747.882.720 pada Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah Khusus Tahun 2020-2024. Sedangkan sisanya sebesar USD 104.247.117.280, akan dipenuhi pada Renstra Tahun 2020-2024.
Saat dikonfirmasi, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) enggan memastikan kebenaran angka ini. "Berdasarkan undang-undang itu rahasia negara, tak boleh diungkap ke publik, yang jelas Kementerian Pertahanan mendapat pinjaman dari berbagai negara, terutama dengan negara yang memiliki hak veto di PBB, itu tidak akan membebani keuangan negara," kata Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kemhan, Mayor Jenderal Rodon Pedrason, kemarin.
Rodon mengatakan skema pinjaman asing dipilih karena pemerintah tak punya dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan alutsista TNI. Ia menyebut sejumlah negara ada yang meminjamkan dana USD 5 miliar hingga USD 7 miliar. Tenornya 28 tahun dengan bunga di bawah satu persen.
"Jadi pinjaman sangat lunak. Bagaimana ini bisa tidak membebani negara? Karena bayarnya dicicil setiap tahun dari budget pertahanan yang diberikan negara. Karena itu tenornya lama," kata Rodon.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studios (ISESS), Khairul Fahmi menyebut, jika dibandingkan dengan PDB (produk domestik bruto) Indonesia 2020 sebesar Rp 15.434,2 triliun, dengan asumsi PDB Indonesia setiap tahun di angka yang sama dalam 25 tahun ke depan, rencana alokasi Rp 1,7 kuadriliun dari pinjaman luar negeri itu hanya menempati porsi sebesar 0,45 persen PDB.
Ditambah dengan alokasi anggaran pertahanan sebesar rata-rata 0,78 persen PDB per tahun, ujar dia, maka anggaran pertahanan akan mencapai 1,23 persen PDB yang mendekati target anggaran pertahanan 1,5 persen PDB per tahun.
"Artinya, jika rancangan itu disetujui Presiden (Jokowi), Indonesia akan mampu mengejar target belanja pertahanan maksimal 1,5 persen dari PDB per tahun. Dengan demikian, harapannya dilema yang dirasakan tadi dapat terjawab. Pembangunan kesejahteraan terus berjalan, pembangunan pertahanan dapat ditingkatkan," ujarnya saat dihubungi Tempo, Ahad, 30 Mei 2021.
Khairul menyebut masterplan ini setidaknya bisa menjadi angin segar atas persoalan keterbatasan anggaran pertahanan Indonesia. Untuk, itu Masterplan Alutsista perlu dibarengi dengan sejumlah langkah untuk memastikan akuntabilitas dan penggunaannya tepat sasaran.
Menyangkut skema pinjaman asing, ujar dia, tenor dan bunga pinjaman tentu perlu diperhatikan. Diplomasi pertahanan harus terus dilakukan untuk menjajaki peluang pinjaman berbunga rendah dengan tenor panjang. "Setidaknya 2 persen dengan tenor minimal 12 tahun agar tidak membebani negara. Syukur-syukur jika bisa hingga di bawah 1 persen dengan tenor 28 hingga 30 tahun," ujar dia.
Sementara itu, pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie menilai anggaran Rp 1,7 kuadriliun terlalu besar. Terlebih, ujar Connie, dalam draf Perpres yang beredar, dana itu merupakan Rencana Strategis (Renstra) 2020-2024 dan harus habis di 2024. "Pertanyaan saya, dengan anggaran pertahanan sebesar ini, dalam tiga tahun kita mau beli apa?" kata Connie saat dihubungi Tempo, Sabtu, 29 Mei 2021.
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan anggaran Rp 1,7 kuadriliun untuk alutsista yang dibuat Kementerian Pertahanan, masih sebatas rencana yang harus mendapat persetujuan Presiden, Menteri Keuangan, dan DPR.
"Mungkin minggu depan akan didiskusikan saat membahas Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAK/L)," ujar TB Hasanuddin saat dihubungi Tempo, Sabtu, 29 Mei 2021.
Hasanuddin mengatakan nyaris seluruh alutsista TNI yang dimiliki Indonesia sudah tua bahkan banyak yang merupakan hibah negara asing. Politikus PDIP itu pun menilai modernisasi alutsista telah menjadi satu kebutuhan agar anggaran TNI tidak habis untuk pemeliharaan alutsista yang sudah tak layak pakai.
"Pada prinsipnya saya setuju untuk memodernisasi alutsista TNI yang hampir 70 persen sudah tua, tapi memang anggaran yang dibutuhkan cukup besar. Oleh karena ini masih dalam suasana pandemi dan sektor lainnya juga masih membutuhkan anggaran, maka silakan Menteri Keuangan untuk mempertimbangkan anggarannya," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: Kemenhan Akui Dapat Pinjaman Asing untuk Pengadaan Alutsista
DEWI NURITA | EGI ADYATAMA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini