Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Anak Tomy di Bisnis e-KTP

Anggota konsorsium megaproyek KTP elektronik diperkarakan pengusaha Andi Winata. Melawan dengan bantuan pensiunan tentara dan aktivis Front Pembela Islam.

27 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Anak Tomy di Bisnis e-KTP
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

LELAKI berambut putih itu tiba-tiba saja muncul di lobi Hotel Intercontinental, Middle Road, Bugis Junction, Singapura. Berkemeja putih dan bersandal kulit hitam, ia mengawasi tiap sudut hotel yang sepi. "Saya Paulus Tannos," ia memperkenalkan diri kepada Tempo. Pertemuan akhir Juli itu diatur seorang perantara.

Menenteng tas kulit, dia buru-buru mengajak duduk di satu sudut. "Sekarang saya mesti waspada," katanya. Masuk daftar pencarian orang Interpol sejak Juni 2012 membuat pria 58 tahun itu sulit bergerak. Bersama istri dan dua anaknya, ia mesti pindah dari satu apartemen ke apartemen lain.

Paulus adalah pemilik PT Sandipala Arthaputra, perusahaan pencetak surat berpengaman khusus yang kebagian proyek kartu tanda penduduk (KTP) elektronik di Kementerian Dalam Negeri. Tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia, Sandipala bersama empat perusahaan lain mengerjakan pembuatan 172 juta kartu senilai Rp 5,8 triliun.

Mendapat berkah megaproyek, Paulus semestinya berada di Indonesia, mengelola perusahaan untuk mengejar target selesai proyek, akhir tahun ini. "Sekarang saya malah jadi buron," katanya sambil menyeruput Diet Coke. Wajahnya mendadak tegang ketika ia mulai menceritakan perkara yang dihadapinya.

Paulus tak pernah mengira bisnisnya dengan Andi Winata, putra taipan Tomy Winata, bakal memancing sengketa. Demikian juga kongsi dengan Jack Budiman, yang disebut-sebut dekat dengan kelompok usaha Artha Graha. Dua orang itulah yang melaporkan Paulus ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI dan Kepolisian Daerah Metro Jaya. Bersama putrinya, Catherine Tannos, ia dituduh menipu dan menggelapkan dana pada Maret dan April lalu. Tak lama, bapak dan anak itu ditetapkan sebagai tersangka. Sejak 6 Juni, nama mereka terpajang dalam daftar buron di portal Interpol.

Sehari setelah masuk daftar buron, Paulus didampingi kuasa hukumnya mendatangi Kepolisian Singapura. Mereka menjelaskan posisi kasusnya sembari menyerahkan dokumen keimigrasian, tapi polisi malah berpaling muka. "Polisi Singapura bilang tidak ikut campur karena ini kasus perdata," tuturnya.

l l l

PERKENALAN Paulus dengan Jack Budiman terjadi secara kebetulan pada September 2011. Mereka sama-sama tinggal di apartemen mewah Ritz-Carlton, Kawasan Bisnis Sudirman, Jakarta Selatan. Paulus tinggal di lantai 29, dan Jack empat lantai di atasnya. Menurut Paulus, Jack ketika itu sedang bersaing menjadi ketua perhimpunan penghuni.

Mengetahui Jack memiliki kedekatan dengan Tomy Winata, Paulus minta tolong dibantu memperoleh kredit dari PT Bank Artha Graha. Pada saat itu, konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia kelabakan mencari bank yang bersedia memberi jaminan untuk pencairan uang muka proyek KTP elektronik. Pemberitaan yang ramai soal e-KTP disebutnya membuat banyak bank menutup pintu.

Selain mengurus kredit, keduanya menjajaki kerja sama bisnis. Menurut Paulus, Jack menyatakan ingin menjadi pemegang saham Sandipala. Sebagai tanda jadi, Jack kemudian menyerahkan uang muka Rp 500 juta. Kesepakatannya, Jack akan mendapat 40 persen saham perusahaan percetakan ini.

Dengan bantuan Jack, Paulus beberapa kali bertemu dengan petinggi Bank Artha Graha, mengurus terbitnya bank guarantee. Akhirnya, Bank Artha Graha bersedia menerbitkan bank guarantee Rp 700 miliar dengan bunga provisi tujuh persen. Belakangan, kesepakatan bisnis ini gagal karena konsorsium menolak permintaan petinggi Artha Graha agar uang tidak dicairkan.

Konsorsium mundur, Sandipala jalan terus. Paulus tetap menikmati kucuran kredit dari Artha Graha senilai Rp 200 miliar, lewat PT Mega Lestari Unggul, perusahaan milik Jack. Paulus kemudian tercatat sebagai direktur utama, sekaligus pemegang saham perusahaan itu.

Selain mengurus kredit bank, Paulus ternyata menjajaki kongsi dagang lain dengan kubu Artha Graha. Dia berencana membeli keping ST-Micro untuk proyek e-KTP dari Andi Winata. Lewat perusahaannya, Oxel System Ltd, Andi merupakan agen tunggal keping merek itu di Indonesia. Menurut Paulus, Jack-lah yang selalu mendorongnya membeli keping ST-Micro. "Pertemuan pertama kali dengan Andi terjadi di kediaman Jack di Pacific Place," katanya

Jack Budiman membantah keterangan Paulus. Menurut dia, Paulus-lah yang minta dikenalkan dengan Andi untuk rencana pembelian keping ST-Micro. "Pada awalnya Andi tidak mau melayani," ujarnya. "Namun Paulus terus mendesak." Dia juga membantah merupakan orang dekat Tomy dan Andi Winata. "Saya hanya kenal mereka sebagai sama-sama pengusaha," kata Jack.

Lewat beberapa kali pertemuan dengan Andi, disepakati Sandipala akan membeli 100 juta keping dengan harga satuan US$ 0,6. Paulus mengirimkan order penawaran kepada Oxel. Pada tahap pertama disepakati pembelian 10 juta keping. Uang muka yang mesti dibayar seperlimanya, yaitu US$ 1,2 juta. Transaksi ini berantakan. Keping ST-Micro tidak bisa digunakan di KTP elektronik karena berbeda sistem dengan yang dipakai Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri. "Permintaan agar ST-Micro mengirim teknisi tidak pernah digubris," ujar Paulus.

Seorang pejabat Kementerian Dalam Negeri mengatakan Paulus pernah mengutus orang dan minta diperbolehkan mengganti sistem yang dipakai dalam proyek e-KTP. "Namun itu ditolak karena bisa mengganggu proyek secara keseluruhan," katanya.

Kongsi dagang Paulus dan Andi mulai memantik sengketa. Oxel tetap memaksa Sandipala membeli 100 juta keping. Sebaliknya, Paulus menolak melanjutkan transaksi sampai ada kepastian keping benar-benar bisa digunakan.

Paulus mengatakan Tomy Winata sempat turun tangan mendamaikan mereka. Pertemuan khusus digelar di Hotel Conrad Hong Kong pada 4 Februari 2012. Tomy mempertemukan Paulus, Andi, dan Jack Budiman. Ketika itu, muncul usul penurun­an jumlah pesanan menjadi 80 juta unit dengan harga US$ 0,55 per unit. Pertemuan ini gagal mencapai kata sepakat. Jack Budiman membenarkan soal pertemuan itu, tapi menolak menjelaskan materinya. "Itu rapat rahasia," ujarnya.

Tidak kunjung ada kata sepakat, Oxel lewat kantor hukum Tread’s & Associate melayangkan somasi pada 27 Februari 2011. Isinya, Sandipala diberi waktu dua hari untuk merealisasi pembelian 100 juta unit keping. Jika tenggat itu terlewati, Oxel akan menempuh langkah hukum. Hingga tenggat somasi lewat, Paulus tetap berkukuh. Tepat dua hari kemudian, seperti waktu yang diberikan dalam somasi itu, rumah Paulus di Jalan Maluku, Menteng, Jakarta Pusat, dirusak oleh 12 orang tak dikenal. "Mereka mencari saya," kata Paulus.

Paulus melaporkan perusakan rumahnya ke Kepolisian Sektor Menteng, seperti tertuang dalam surat nomor 126/K/III/2012. Dalam salinan surat disebutkan perusakan itu membuat sebagian pagar dan bagian depan rumah rusak. Pengacara Andi Winata, Desrizal, mengatakan tidak tahu soal perusakan rumah Paulus. "Bisa saja orang lain," ujarnya. "Dia itu kan banyak musuh."

Tak digubris, kubu Andi Winata mewujudkan ancamannya. Pada 29 Februari lalu, melalui Desrizal, ia melaporkan Paulus dan Catherine Tannos ke Direktorat Tindak Pidana Umum Polri dengan tuduhan penggelapan dan penipuan. Beberapa pekan kemudian, Paulus, yang tak kunjung datang memenuhi panggilan, langsung ditetapkan sebagai tersangka.

Tak mau ketinggalan, Jack Budiman juga melaporkan Paulus ke Unit Harta dan Benda Direktorat Pidana Umum Polda Metro Jaya. Tuduhannya sama, Paulus menipu dan menggelapkan dana pada 13 April 2012. Hanya berselang beberapa pekan, Paulus, yang telah berada di Singapura, kembali ditetapkan sebagai tersangka.

Sumber Tempo mengatakan proses pelaporan Paulus berlangsung supercepat. Penyidik hanya beberapa kali memanggil Paulus sebagai saksi. "Namun sebenarnya dia dipanggil langsung untuk dijadikan tersangka dan langsung ditahan," katanya.

Direktur Tindak Pidana Umum Polri Brigadir Jenderal Ari Dono, yang meneken surat pemanggilan kepada Paulus Tannos pada 9 Mei 2012, berkelit saat dimintai komentar. "Saya belum tahu karena tidak menangani," ujarnya kepada Subkhan dari Tempo. Kepala Subdirektorat Harta dan Benda Ajun Komisaris Riky Haznul, yang menyidik laporan Jack Budiman, menolak berkomentar. "Harus ada izin dulu."

Andi hingga tulisan ini diturunkan belum bisa dimintai komentar. Surat permohonan wawancara yang dikirimkan Tempo belum dijawab. "Beliau sedang berada di luar negeri," kata Desrizal.

l l l

MENDAPAT dua serangan sekaligus, Paulus melawan. Langkah pertama, dia menunjuk pengacara Munarman—aktivis Front Pembela Islam—sebagai kuasa hukum penyelesaian perkara di polisi. Ia juga mengajak Eddy Alamsyah—anak mantan Menteri Agama Alamsyah Ratu Prawiranegara—dan Sunarto Ponirin, mantan Ketua Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri, masuk jajaran pengurus Sandipala. Eddy didapuk sebagai komisaris utama dan Sunarto menjadi wakil direktur utama.

Sumber Tempo mengatakan, dalam berunding dengan kubu Artha Graha, dua orang kepercayaan Paulus itu melibatkan beberapa pensiunan jenderal angkatan 73. Sunarto tidak membantah soal keterlibatan para pensiunan tentara itu. "Mereka ingin membantu mengamankan proyek nasional e-KTP," katanya. Sunarto mengatakan pernah bersama para pensiunan jenderal itu bertemu dengan Tomy Winata, membahas masalah Paulus, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Mei lalu.

Menurut Munarman, kasus yang melilit Paulus sebenarnya masalah perdata. "Tidak ada unsur pidana," ujarnya. Dia menegaskan, kliennya siap melunasi seluruh kewajiban kepada Bank Artha Graha.

Jimmy Simanjuntak, kuasa hukum konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia, memastikan persoalan hukum yang menimpa pemilik Sandipala tidak mengganggu proses pengerjaan proyek KTP elektronik. "Seluruh kegiatan proyek masih berjalan lancar," katanya. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menilai persoalan Paulus adalah urusan internal konsorsium. "Saya tidak akan ikut campur," ujarnya.

Setri Yasra, Ananda Badudu


2011

Juni
Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia diumumkan sebagai pemenang. Anggotanya: PT Percetakan Negara RI, PT Sucofindo, PT Sandipala Arthaputra, dan PT Quadra Solution.

Agustus
Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan menyatakan uang muka hanya akan dibayarkan jika konsorsium menyerahkan jaminan uang muka.

Oktober
Transaksi dengan Bank Artha Graha batal karena dana pinjaman tidak boleh dicairkan.

November
Paulus Tannos menjajaki pembelian keping ST-Micro dari Oxel System Ltd, perusahaan milik Andi Winata, anak Tomy Winata.

12 Desember
Oxel mengirimkan keping ST-Micro ke Sandipala sebanyak 497 ribu unit. Paulus melaporkan kepada Andi bahwa keping tidak bisa digunakan.

2012

Januari
Mulai terjadi sengketa antara Sandipala dan Oxel. Perusahaan Andi Winata itu tetap meminta Sandipala membeli 100 juta keping.

4 Februari
Paulus, Andi Winata, Tomy Winata, dan Jack Budiman bertemu di Hotel Conrad Hong Kong membahas sengketa pembelian keping.

27 Februari
Oxel lewat kuasa hukumnya, Tread’s & Associate, mengirimkan somasi ke Sandipala. Paulus diberi waktu dua hari untuk menyelesaikan transaksi pembelian 100 juta keping.

29 Februari
-Rumah Paulus Tannos di Jalan Maluku, Menteng, dirusak orang tak dikenal.
-Oxel System melaporkan Paulus dan anaknya, Catherine Tannos, ke Markas Besar Polri.

13 Maret
Jack Budiman melaporkan Paulus dan Catherine ke Polda Metro Jaya.

Mei
Paulus dan Catherine ditetapkan sebagai tersangka.

6 Juli
Paulus dan Catherine masuk daftar pencarian orang Interpol.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus