Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - ASEAN, yang tahun ini dipimpin oleh Indonesia, masih berupaya mencari solusi dalam menyelesaikan krisis di Myanmar. Blok Asia Tenggara itu harus sesegera mungkin menyusun peta jalan jangka panjang untuk mengatasi isu tersebut, menyusul implementasi 5 konsensus yang mandek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi usai rapat ASEAN di Jakarta pekan lalu menyatakan, blok mendorong dialog inklusif antara semua pemangku kepentingan di Myanmar. “Pertemuan itu didedikasikan untuk membahas masalah Myanmar secara terbuka, mendalam, dan terus terang sebagai satu keluarga,” katanya dalam konferensi pers, Jumat, 3 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari dua tahun lalu, junta Myanmar telah menjerumuskan negara itu ke dalam kekacauan dan kekerasan. Tatmadaw, militer Myanmar, dilaporkan telah membunuh sekitar 2.700 warga sipil dan menahan lebih dari 17 ribu orang.
Junta Myanmar juga dianggap gagal menerapkan rencana perdamaian ASEAN yang disepakati sebagai tanggapan untuk krisis. Pendekatan itu adalah lima butir konsensus, yang mencakup dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, pemberian bantuan kemanusiaan, dan pengiriman utusan khusus ke Myanmar.
“Mengurangi kekerasan dan mengizinkan bantuan kemanusiaan akan menjadi kunci untuk memastikan pembicaraan dapat dimulai,” kata Retno.
ASEAN bagaimanapun masih menghadapi pertanyaan sulit soal bagaimana upaya menangani krisis. Junta tidak menunjukkan progres dalam mengimplementasikan konsensus. Yang terbaru, Naypyidaw mengumumkan perpanjangan masa kedaruratan.
Presiden RI Joko Widodo dalam wawancara dengan Reuters pada pekan lalu mengatakan bahwa dia berencana untuk mengirim seorang jenderal militer untuk bertemu dengan para pemimpin junta Myanmar. Indonesia ingin melibatkan mereka dalam pembicaraan tentang transisi demokrasi.
Pemerintah Indonesia telah menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut tentang utusan militernya. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) untuk urusan HAM dan Luar Negeri Siti Ruhaini Dzuhayatin menyebut rencana pengiriman jenderal ke Myanmar masih dalam koordinasi. Dia hanya menyebut Indonesia yakin bisa mendorong implementasi konsensus.
Ketika ditanya mengenai jenderal yang dimaksud Jokowi, Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Sidharto Suryodipuro saat ditemui wartawan di Jakarta pada Jumat lalu mengatakan, belum ada mekanisme bagaimana pelaksanaannya. Sedangkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada Tempo menyatakan, itu akan menjadi bagian dari office of the special envoy yang dipimpin oleh Retno.
Dalam dua tahun keketuaan sebelumnya, special envoy berlaku setahun sesuai dengan presidensi ASEAN. Prosedur itu mendapat kritik.
Kepala Departemen Hubungan Internasional Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Lina Alexandra mengatakan think-tank sudah lama mengusulkan, saat jadi Ketua ASEAN, Indonesia dengan negosiasi anggota lain seharusnya dapat menetapkan basis utusan khusus itu tidak berfungsi hanya dalam satu tahun. Karena ASEAN tidak memiliki perangkat selain konsensus dalam menangani krisis Myanmar, menurut Lina, blok perlu memperbaikinya.
“Gak papa meneruskan dengan konsensus, tapi itu harus diperbaiki, salah satu yang perbaikannya itu, special envoy of chair jadi, special envoy of ASEAN, yang timeline-nya jelas gak satu tahun keketuaan,” kata Lina kepada Tempo, Senin, 6 Februari 2023.
“Sampai sekarang kita gak lihat arahnya ke sana, go with the flow,” ujarnya menambahkan.
Dua Tantangan Membereskan Isu Myanmar
Menurut Lina Alexandra, ada dua hal yang perlu dinavigasikan oleh Indonesia sebagai ketua ASEAN dalam menyelesaikan krisis di Myanmar. Pertama, krisis itu sendiri. Kedua, perbedaan pandangan di antara negara anggota mengenai masalah tersebut.
Tanpa menjelaskan metodenya, Menteri Retno berulang kali menekankan, dalam menangani isu Myanmar ini, Indonesia akan terus mendorong implementasi konsensus, termasuk inklusif dialog. Saat rapat di DPR RI pada pekan lalu, dia memberi sinyal bahwa Jakarta akan melakukannya bukan dengan megaphone diplomacy, namun close-door diplomacy.
“Karena itu tertutup kita gak bisa tahu. Tapi bisa dilihat dari hasilnya, bagaimana masing-masing pihak yang berkonflik (di Myanmar) ini makin mengarah ke tengah,” kata Lina.
Lambannya respons ASEAN dalam menangani krisis di Myanmar juga dipicu oleh dinamika forum dalam melihat isu ini. Tanda keretakan terlihat saat Thailand menjadi tuan rumah pembicaraan mengenai Myanmar pada Desember lalu, dengan menghadirkan junta.
Anggota kunci ASEAN, termasuk Indonesia, Singapura, dan Malaysia absen dalam pertemuan tersebut. Reuters berdasarkan sumber mewartakan, sebuah surat ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Singapura dikirim kepada tuan rumah Thailand. Pesannya berbunyi keberatan dengan rapat tersebut karena ASEAN telah setuju untuk mengecualikan junta dari acara semacam itu.
Justice for Myanmar (JFM), kelompok aktivis bawah tanah yang mendorong terbentuknya negara federal Myanmar yang adil dan damai, menyoroti dukungan negara-negara ASEAN seperti Thailand dan Vietnam, terhadap junta militer. Jenderal Senior Myanmar Min Aung Hlaing disebut memiliki hubungan erat dengan Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-Cha.
Juru Bicara JFM Yadanar Maung kepada Majalah Tempo pada Jumat, 3 Februari 2023, mengatakan, setelah kudeta di Myanmar, Prayut dan Min Aung menjalin kontak dengan saluran belakang. Utusan Thailand untuk Myanmar disebut telah menyatakan akan menentang sanksi terhadap Myanmar.
Yadanar memaparkan, angkatan bersenjata Vietnam juga memiliki kepentingan bisnis dan militer dengan Myanmar. Mereka bersama-sama mengoperasikan Mytel, jaringan telekomunikasi Myanmar dengan nilai investasi lebih dari US$1,5 miliar atau sekitar Rp 22,7 triliun.
Lina memahami, perbedaan sikap mengenai Myanmar di tubuh ASEAN bukan lagi menjadi rahasia. Namun, dia mencatat, perbincangan jujur dan blak-blakan mengenai masalah Myanmar jangan berhenti di pertemuan menteri seperti pada akhir pekan lalu. Indonesia, menurutnya, perlu terus mengkoordinasikan masalah ini dengan anggota kunci seperti Thailand dan Singapura.
“Apakah Indonesia memakai strategi A, Thailand B, anggota lain bagaimana, tetapi itu tidak saling berlawanan, dan justru saling melengkapi. Masing-masing punya pengaruh kan,” katanya.
Retno mengakui isu Myanmar ini sulit diselesaikan dalam satu tahun keketuaan ASEAN. Namun di kesempatan lain, dia meyakinkan blok tetap satu suara untuk mengatasi krisis.
Merujuk pada kesadaran itu, Lina mengatakan, Indonesia dalam masa satu tahun presidensi dapat membentuk peta jalan ASEAN ke depan, yang memungkinkan satu pendekatan itu dapat diteruskan oleh ketua selanjutnya. “Itu cukup harusnya, jadi usaha Indonesia membentuk dasarnya fondasinya,” katanya.
DANIEL A. FAJRI, IWAN KURNIAWAN, REUTERS