Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pasukan Gelap di Alam Segar

12 Agustus 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MISTERI kian bergentayangan di rumah Jalan Alam Segar III/23, Pondokindah, Jakarta. Salah satunya berembus dari pengakuan mengagetkan seorang lelaki muda, sebut saja namanya Bogel, kepada TEMPO. Tatkala menonton berita penggerebekan polisi, Senin malam pekan lalu, Bogel sontak teringat akan pengalaman ganjilnya beberapa tahun lalu. Ia teringat lagi rumah di Jalan Alam Segar yang diduga menjadi tempat persembunyian Tommy Soeharto itu. "Saya pernah diajak ke sana," kata pria yang baru berusia 30-an tahun ini membuka pengakuan. Ketika itu, sekitar Maret 1996, semasa masih kuliah di sebuah akademi di Ibu Kota, ia ditawari sebuah "lowongan pekerjaan" oleh karibnya. Iseng-iseng Bogel menerimanya. Ternyata, itu bukan jenis pekerjaan biasa. Sejak awal, semuanya berlangsung serba misterius. Bogel dan temannya tak bisa begitu saja langsung bertemu dengan sang bos. Pada suatu siang—sesuai dengan waktu yang telah ditentukan—mereka diminta menunggu di Mal Pondokindah—sekitar 200 meter dari rumah kontrakan Tommy di Alam Segar itu. Selang beberapa lama, datang telepon dari seorang penghubung: mereka diminta meluncur ke rumah di Jalan Alam Segar. Setiba mereka di sana, ada sejumlah laki-laki yang sedang menunggu di teras dan ruang tamu. Beberapa di antaranya seperti berasal dari Ambon, Flores, dan kawasan timur Indonesia lainnya. Mereka tampak tak saling kenal. Tak berapa lama kemudian, Bogel dipanggil masuk ke sebuah ruang kerja. Seorang laki-laki bertubuh tegap mengenalkan dirinya bernama Bambang. Bogel pun diwawancarai. Ada dua pertanyaan kunci: apa bisa ia dipercaya dan beranikah ia melakukan apa saja. "Ini usaha legal, ada izinnya," kata Bambang sambil menunjukkan berbagai brosur senjata. Tapi apa persisnya pekerjaan itu, anehnya, tak dirinci. Yang dijelaskan cuma bagaimana mereka harus bekerja dalam sebuah sistem sel yang sangat tertutup dan serba rahasia. Tiap proyek selalu dikendalikan dalam satu garis komando. Tapi pelaksanaannya dilakukan oleh sebuah tim yang anggotanya tak mengenal satu sama lain. Masing-masing bergerak sendiri-sendiri. Tiap orang akan selalu dibayangi satu anggota lain. Instruksi diberikan secara terpisah, dan sangat spesifik. Bambang memberikan contoh bagaimana mereka harus bekerja. Perintah biasanya singkat saja: segera berangkat ke bandara, titik. Penerima order tak perlu tahu apa yang mesti dikerjakannya. Di sana, seorang utusan sudah menunggu untuk memberitahukan lokasi tujuan, lengkap dengan tiket pesawat. Di tempat tujuan, agen berikutnya telah siap menjemput dan menjelaskan perintah selanjutnya. Begitu seterusnya. Semua serba tertutup, misterius, bak operasi intelijen. Imbalan yang dijanjikan lebih dari lumayan: gaji Rp 5 juta sebulan, sebuah telepon genggam untuk menerima order, dan uang ekstra tiap kali menerima penugasan. Selain itu, ada sebuah jaminan: "Kalau terjadi sesuatu pada kau, jangan khawatir, kami akan menjamin hak-hakmu." Belakangan, ia baru tahu, itu berarti, jika mereka sampai tertangkap atau dipenjarakan, seluruh kebutuhan keluarga akan penuh ditanggung organisasi. Merinding dengan segala keanehan itu, Bogel lalu menolak. Kontak pun terputus. Hingga kini, ia tak tahu persis apa sebenarnya pekerjaan yang pernah ditawarkan kepadanya itu. Temannya, yang memilih bergabung, pun selalu tutup mulut. Bogel cuma tahu temannya itu kini kerap bepergian dari satu kota ke kota lain. Keanehan lain diungkapkan seorang perwira menengah polisi, anggota tim pelacak Tommy. Katanya, rumah di Jalan Alam Segar itu memang sudah masuk dalam target operasi mereka sejak Januari lalu. Siang malam, lebih dari seminggu lamanya, regu pengintai disiagakan di sana. Berhari-hari rumah itu dipelototi, Tommy tak juga tampak. Tapi sempat ada sebuah kejadian istimewa yang membuat mereka terperanjat. Suatu hari, dua truk tentara tiba-tiba merapat. Bersenjata lengkap, para anggotanya berloncatan turun dan langsung masuk ke rumah. Selama beberapa hari mereka tinggal di situ. "Saya bingung, mereka ditugasi menjaga tempat itu atau apa," kata perwira polisi itu, masih terheran-heran. Sayangnya, operasi tak berlanjut karena tim itu keburu dilikuidasi. Dan Alam Segar masih berkabut misteri. Karaniya Dharmasaputra, Bina Bektiati, Edy Budiyarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus