Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pembatasan Sosial Setengah Hati

Tingginya angka kasus Covid-19 di Indonesia telah mencapai taraf yang menyesakkan. Kebijakan pembatasan sosial diterapkan setengah hati.

24 Juni 2021 | 00.00 WIB

Suasana sepi saat pengetatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro di Mall Ambasador, Jakarta, 23 Juni 2021. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Suasana sepi saat pengetatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro di Mall Ambasador, Jakarta, 23 Juni 2021. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Lonjakan angka kasus harian infeksi Covid-19 telah berada pada level yang menyesakkan dada dalam beberapa hari belakangan.

  • Kemarin, jumlah kasus harian mencapai rekor tertinggi sejak kasus corona terkonfirmasi pertama kali pada Maret tahun lalu.

  • Meski begitu, pemerintah masih setengah-setengah memberlakukan pembatasan sosial.

JAKARTA – Lonjakan angka kasus harian infeksi Covid-19 telah berada pada level yang menyesakkan dada dalam beberapa hari belakangan. Meski begitu, pemerintah masih setengah-setengah dalam memberlakukan pembatasan sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kemarin, jumlah kasus harian mencapai rekor tertinggi sejak kasus corona terkonfirmasi pertama kali pada Maret tahun lalu. Pahit, angkanya telah mencapai 15.308 kasus. Total kasus telah menyentuh 2,02 juta, dengan pasien meninggal sebanyak 55.291 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Rasio kasus positif terhadap total pemeriksaan Covid-19 melalui polymerase chain reaction (PCR) juga sangat tinggi, yakni sebesar 49,07 persen. Angka ini sembilan kali lipat dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 5 persen.

Pada hari yang sama, ketika wabah telah menggila seperti itu, Presiden Joko Widodo berkukuh mempertahankan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro, yang oleh ahli epidemiologi diragukan efektivitas pelaksanaannya. Jokowi berdalih langkah itu merupakan opsi yang paling tepat untuk mengendalikan pandemi tanpa menghambat aktivitas perekonomian masyarakat.

Ia juga meminta masyarakat tak lagi memperdebatkan istilah karantina wilayah dengan PPKM karena keduanya memiliki esensi yang sama. "Pemerintah telah memutuskan PPKM mikro masih menjadi kebijakan yang paling tepat untuk menghentikan laju penularan Covid-19 hingga ke tingkat desa atau langsung ke akar masalah, yaitu komunitas," kata Jokowi, kemarin.

Persoalan yang harus diperhatikan dari kebijakan ini, kata Presiden, adalah penerapannya di lapangan. Karena itu, Jokowi meminta pemerintah daerah mengawasi kebijakan pembatasan tersebut.

Dia juga memerintahkan posko-posko Covid-19 di tingkat desa ataupun kelurahan bekerja secara optimal. Posko tersebut diharapkan menjadi sarana pengawasan protokol kesehatan, sekaligus memperkuat angka deteksi, pelacakan kontak, dan isolasi bagi warga di lingkungannya.

Petugas gabungan melakukan razia saat pengetatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro di jalan Kemang Raya, Jakarta, 22 Juni 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis

Pemerintah pusat memang telah mengambil kebijakan untuk melanjutkan PPKM berskala mikro dengan sejumlah pengetatan sejak dua hari yang lalu. Keputusan itu tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perpanjangan PPKM Mikro kepada semua gubernur dan wali kota.

Melalui instruksi ini, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta pemerintah daerah di zona merah memperketat kebijakan bekerja dari rumah hingga 75 persen. Aktivitas warga di pusat belanja dan restoran di daerah tersebut juga harus dikurangi hingga maksimal 25 persen dari kapasitas, dengan jam operasional hingga pukul 20.00 waktu setempat.

Instruksi itu juga memuat keharusan pemerintah daerah di zona merah meniadakan aktivitas di tempat ibadah. Sedangkan fasilitas publik dan tempat umum lainnya di daerah tersebut, seperti tempat wisata ataupun taman bermain, wajib ditutup.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengklaim kunci keberhasilan kebijakan PPKM terletak pada pemerintah daerah. Para pemimpin setempat, kata dia, harus mengawasi pelaksanaan pembatasan supaya wabah bisa terkendali.

Nadia mengungkapkan PPKM juga masih dipilih karena terbukti menurunkan kurva penularan pada Desember 2020-Januari 2021. "Kebijakan PPKM mikro sebenarnya efektif dan sudah membuktikan dapat menurunkan jumlah kasus," ujar dia.

Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengemukakan kebijakan PPKM tergolong sebagai upaya penanggulangan wabah melalui social distancing (penjagaan jarak sosial) berskala ringan. Kebijakan ini dianggap tak cocok dengan sejumlah indikator penularan di Tanah Air yang menunjukkan fase kritis.

Indikator itu di antaranya rasio kasus positif yang tinggi, tingkat keterisian rumah sakit yang melampaui standar, dan angka kematian yang naik. Angka pemakaman jenazah Covid-19 di DKI Jakarta mencapai yang tertinggi sepanjang wabah ini melanda.

Pasien terkonfirmasi Covid-19 menunggu tempat perawatan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng, Jakarta, 23 Juni 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Kepala Pusat Data dan Informasi Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, Ivan Murcahyo, mengatakan instansinya mencatat angka pemakaman harian tertinggi pada 22 Juni lalu yang mencapai 143 jasad pasien Covid-19. "Ini tertinggi," kata dia, kemarin.

Tri Yunis Miko Wahyono ragu bahwa penurunan kasus yang terjadi pada Desember-Januari lalu disebabkan oleh kebijakan PPKM. Alasannya, kebijakan ini tidak diiringi dengan upaya deteksi yang lebih masif untuk mengetahui kondisi riil penularan wabah di masyarakat. "Hingga saat ini, angka pemeriksaan kita masih rendah, timpang, dan banyak kasus yang tidak terdeteksi," ujar Tri.

Tri menganggap sikap ngotot pemerintah terhadap kebijakan PPKM menunjukkan upaya penanganan krisis kesehatan masyarakat di Indonesia masih setengah hati. Dia mengingatkan bahwa pemerintah telah menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional berstatus darurat kesehatan masyarakat sejak Maret lalu. Hingga saat ini, status tersebut belum dicabut. "Jika kebijakannya masih setengah hati begini, tinggal tunggu saja Indonesia akan bernasib seperti di India," kata dia.

Pakar epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengemukakan pemerintah tidak bisa lagi mengandalkan PPKM untuk mengendalikan penularan. Indonesia, kata dia, sudah dalam kondisi sangat darurat karena mayoritas rumah sakit rujukan Covid-19 di Pulau Jawa sudah penuh.

Tenaga kesehatan pun sudah menanggung beban perawatan pasien Covid-19 sejak pertama kali wabah merebak pada Maret lalu. Kondisi ini dinilai bisa lebih parah karena Covid-19 varian delta telah menginfeksi ratusan orang di banyak daerah.

Dicky meminta pemerintah kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah sistem kesehatan nasional kolaps. "PSBB atau karantina ini satu-satunya senjata kita untuk memberi keleluasaan waktu untuk memulihkan sistem kesehatan kita," kata dia.

PRIBADI WICAKSONO | DEWI NURITA | ANT | ROBBY IRFANY
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus