Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengebut aturan turunan dari Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau UU TPKS di tengah maraknya kasus kekerasan seksual di pesantren. Sebab, pemerintah membutuhkan payung hukum yang jelas untuk mencegah dan menindak pidana ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Insyaallah penanganan kekerasan, bukan hanya di sekolah, tapi kekerasan dalam arti yang luas juga akan mudah dilakukan," kata Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 12 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhadjir menghadap Jokowi untuk melaporkan tugasnya sebagai Menteri Agama Ad Interim dan Menteri Sosial Ad Interim. Keduanya ikut membahas kekerasan seksual di pesantren, termasuk kasus di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, di Jombang, Jawa Timur.
Sebelumnya pondok pesantren ini menjadi sorotan setelah terjadinya peristiwa pencabulaan santriwati oleh Mochamad Subchi Azal Tsani yang merupakan putra dari pemimpin pesantren, Muhammad Mukhtar Mukthi. Pihak pondok pesantren kemudian dianggap sempat menghalang-halangi polisi untuk menangkap Subchi sehingga izinnya dicabut oleh Kementerian Agama.
Tak hanya di Jombang, kasus kekerasan seksual juga terjadi di daerah Beji, Depok, Jawa Barat, di mana sebanyak 11 santriwati dikabarkan menjadi korban. Pelakunya yaitu tiga ustad dan satu santri senior yang sudah ditetapkan jadi tersangka.
Komnas HAM menyoroti sejumlah peristiwa penangkapan terduga pelaku kekerasan seksual sepanjang Juli ini.
"Ini menunjukkan fenomena kekerasan seksual bagaikan puncak gunung es," kata Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin dalam keterangan tertulis, Sabtu, 9 Juli 2022.
Lebih lanjut, Muhajdir menyebut bantuan media massa yang mengangkat kasus-kasus tersebut menjadi peringatan bagi masyarakat yang punya keluarga untuk lebih selektif dalam menyekolahkan anak. Termasuk, untuk menentukan teman bermain dari keluarga mereka.
Sementara untuk pelaku, Muhadjir berharap penindakan-penindakan ini bisa jadi efek jera. Di sisi lain, para pelaku kekerasan seksual yang ditangkap juga merupakan orang di internal lembaga pendidikan itu langsung.
Merespons situasi ini, Muhadjir Effendy pun menyebut berbagai kasus tentu membuat kesadaran masyarakat akan pentingnya keterbukaan menjadi lebih tinggi. Sehingga, mereka yang menjadi korban atau mengetahui praktik kekerasan seksual bisa semakin terbuka melaporkan.
"Mudah-mudahan dalam waktu yang tak lama, UU dan produk turunannya itu bisa segera kita gunakan, untuk menangani itu," kata Muhadjir. Tapi, Ia tak merinci aturan yang sedang disiapkan karena di bawah kewenangan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.