Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Presiden Joko Widodo belum menandatangani revisi keempat Peraturan Pemerintah tentang Revisi Keempat Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Akibatnya, menurut Jonan, izin ekspor pemilik kontrak karya hangus sehingga tidak boleh ada ekspor sampai revisi itu diteken Presiden. "Pak Presiden belum tanda tangan," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, di istana negara, Kemarin.
Jonan tak bisa memberi kepastian soal pemberlakuan relaksasi tersebut. Sebab, kepastian soal transisi pemilik kontrak karya menjadi izin usaha tambang khusus ada di tangan Presiden Jokowi sepenuhnya. "Terserah Pak Presiden Jokowi mau tanda tangan kapan," tutur Jonan, di Istana Negara, kemarin. Jonan mengatakan batas akhir 11 Januari 2017 hanya berlaku terhadap izin ekspor perusahaan tambang, bukan deadline Jokowi menandatangani PP.
Kalangan Istana pun tak bisa memberi kepastian kapan PP itu diteken. Jokowi semula dijadwalkan melakukan konferensi pers pada sore hari, tapi ternyata yang dilakukan Presiden adalah mengumumkan adanya kenaikan kuota haji jemaah Indonesia. Juru bicara Kementerian Energi, Sujatmiko, juga enggan memberikan keterangan soal dampak terhambatnya pemberlakuan relaksasi tersebut. "Kami akan beri keterangan resmi besok (hari ini)," kata dia.
Juru bicara PT Freeport, Riza Pratama, menyayangkan pemerintah tak bisa memberi kepastian soal usaha dengan cepat. Sebab, berhentinya operasi, meski hanya satu hari, amat berpengaruh terhadap penghasilan perusahaan dan pegawai. "Pendapatan negara juga akan terpengaruh," kata dia. Karena itu, ia berharap pemerintah bisa segera memberi kepastian soal izin ekspor ini secepatnya.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Panjaitan masih merahasiakan rincian aturan terbaru tersebut. Namun, menurut dia, relaksasi itu harus sesuai dengan permintaan Presiden Joko Widodo, seperti membangun smelter dan divestasi saham 51 persen. "Sudah saya paraf. Tunggu pengumumannya saja, ya," kata dia.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan pihaknya belum bisa memberikan tarif baru pajak penghasilan (PPh) lantaran revisi PP belum final. Seperti diketahui, tarif baru PPh bagi pemegang izin usaha pertambangan khusus ditentukan melalui Peraturan Menteri Keuangan. Ia tak menampik larangan ekspor mineral tersebut berpotensi mengganggu penerimaan bea keluar pada 2017 sebesar Rp 300 miliar. "Kami tunggu keputusan pada akhir 12 Januari nanti," kata dia.
Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Ramson Siagian, berharap pemerintah bisa segera memberi kepastian dan bertindak tegas terhadap para pemilik kontrak karya pertambangan. Ia membenarkan bahwa tak ada pemilik kontrak karya yang merealisasi pembangunan smelter. "Di Papua maupun di Gresik memang belum ada progres," ucapnya.
Ramson mengatakan DPR akan segera membahas permasalahan ini dengan Menteri Jonan pada Kamis pekan depan. Di satu sisi, ia mengatakan kegiatan operasional PT Freeport perlu dipertahankan. "Freeport sedikit-banyak membantu pembangunan Papua," kata dia. ISTMAN MP
Produksi dan Profit PT Freeport Indonesia
Pemegang saham
Freeport McMoRan Copper & Gold Inc: 90,64%
Pemerintah Indonesia9,36%
Luas konsesi: 2,6 juta hektare
Kapasitas: 300 ribu ton per hari.
Karyawan: 19.500 orang
Produksi: | ||
Tahun | Emas | Tembaga |
2012 | 25.515 ton | 324.348 ton |
2013 | 31.185 ton | 400.905 ton |
2014 | 33 ribu ton | 666 ribu ton |
Kontribusi Sepanjang 1992-2013
Pph badan: US$ 9,4 miliar
Pph karyawan, regional, dan pajak lain: US$ 3 miliar
Royalti: US$ 1,5 miliar
Dividen: US$ 1,3 miliar
Total: US$ 15,2 miliar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo