Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap perkara Hakim Agung Gazalba Saleh. Vonis bebas terhadap Gazalba dalam putusan sela pada pengadilan tingkat pertama dinyatakan batal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 43/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt Pst tanggal 27 Mei 2024 yang dimimtakan banding perlawanan tersebut," kata Hakim Ketua Subachran Hardi Mulyono di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Senin, 24 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada putusan sela, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membebaskan Gazalba karena menganggap jaksa KPK tidak berwenang melakukan penuntutan. Majelis hakim beralasan jaksa KPK tidak menerima surat pendelegasian wewenang melakukan penuntutan dari Jaksa Agung.
Posisi Jaksa Agung dianggap sebagai penuntut umum tertinggi yang bisa mendelegasikan wewenang melakukan penuntutan sesuai asas single prosecution system dan dominus litis. Namun dalam putusan sela, Direktorat Penuntutan KPK dianggap tidak memiliki pendelegasian itu untuk jaksa yang bertugas melakukan penuntutan terhadap Gazalba Saleh.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta berpendapat lain, jaksa KPK telah memiliki surat perintah penunjukkan jaksa penuntut umum untuk penanganan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang tertanggal 28 Maret 2024. Termasuk juga telah memiliki surat untuk bertugas di KPK.
"Merupakan jaksa-jaksa yang ditugaskan berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung RI tanggal 8 April 2022, 14 November 202, 19 Juni 2023, dan 22 Februari 2024," ujar Subachran Hardi Mulyono.
Setelah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membatalkan putusan di tingkat pertama, maka Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diperintahkan untuk kembali mengadili dan memutus perkara Gazalba Saleh. Surat dakwaan yang sebelumnya dinyatakan tidak dapat diterima juga dibatalkan di tingkat banding ini, karena sudah memenuhi syarat formal dan materiel menurut Pasal 143 ayat (2) huruf a dan huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Surat dakwaan sah untuk dijadikan sebagai dasar memeriksa dan mengadili perkara tindak perkara korupsi atas nama terdakwa Gazalba Saleh," tutur Subachran Hardi Mulyono.
Dalam kasus ini, Gazalba Saleh diduga menerima suap Rp 650 juta dari Pemilik UD. Logam Jaya, Jawahirul Fuad, untuk menangani perkara di tingkat kasasi pada 2022 soal perkara pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Hakim Agung itu juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang.