Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Para mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) menggelar dialog kebangsaan usai para petingginya menyatakan pembubaran diri. Umar Haidar, 58 tahun, menceritakan pengalamannya bergabung dengan salah satu kelompok teroris di Indonesia itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perkenalan Umar dengan Jamaah Islamiyah berawal dari aktivitasnya yang kerap mengikuti pengajian Abdullah Sungkar di Surabaya saat masih duduk di SMA. Abdullah Sungkar bersama Abu Bakar Ba’asyir merupakan pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo. Abdullah wafat pada 23 Oktober 1999.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepadanya, Abdullah Sungkar menjelaskan jika dakwah membutuhkan perjuangan. Salah satu caranya dengan berkelompok. “Satu kekuatan, satu persatuan yang disebut jemaah. Kemudian saya bergabung," kata Umar usai mengikuti dialog kebangsaan di salah satu hotel di Depok, Ahad, 3 November 2024.
Namun, saat itu Jamaah Islamiyah belum terbentuk. Abdullah Sungkar masih berjuang atas nama kelompok Negara Islam Indonesia (NII). Dari Abdullah, Umar mendapatkan pemahaman tentang nilai-nilai jihad yang digaungkan NII. "Sampai kemudian ustad Abdullah Sungkar mengantarkan saya bersama teman-teman mempelajari jihad, baik teori maupun praktik di Afganistan," ucap Umar.
Umar bertolak ke Afganistan awal 1986 untuk membantu para mujahidin sekaligus belajar jihad. Ia bergabung dalam organisasi Al Ittihad Al Islamiyah pimpinan Abdul Rab Sayyaf yang bekerja sama dengan Syekh Abdur Rajab.
Umar mengklaim saat itu pemerintah Indonesia membuka pintu bagi warga yang ingin berangkat ke Afganistan. Pasalnya saat itu Uni Soviet sedang menginvasi negara tersebut. "Kan, musuh bersama. Baik itu musuhnya Amerika, musuhnya Pakistan, musuhnya NATO, ya, itu Rusia (Uni Soviet) pada saat itu," ucap dia.
Meski berada di Afganistan, Umar mengaku ia lebih banyak berada di camp latihan. Pihak Afganistan, kata dia, memiliki kebijakan untuk mengerahkan mujahidin selain dari Indonesia untuk bertempur langsung dengan Uni Soviet. "Kebanyakan mujahidin dari Arab untuk berperang melawan Rusia," katanya.
Hubungan Umar dengan Noordin M Top dan dr Azhari
Setelah dua tahun di Afganistan Umar kembali ke Indonesia dan menjadi pendakwah dan bertemu kembali dengan Abdullah Sungkar. Kepadanya, Abdullah menjelaskan sejumlah persoalan di NII hingga akhirnya memutuskan keluar dan membentuk Jamaah Islamiyah.
Umar mengikuti jejak Abdullah Sungkar dan bergabung dengan JI. Pada 2004 ia masuk penjara karena dituduh menyembunyikan Noordin M Top dan dr. Azhari. Ia mengklaim sebenarnya saat itu sedang menjalankan misi untuk menasihati keduanya agar tidak melakukan teror bom lagi. "Tapi karena menyembunyikan personal dan menyembunyian informasi akhirnya kena (divonis) 3 tahun," ucap Umar.
Pada 2021, Umar kembali dijebloskan ke penjara karena menjadi staf pimpinan Jamaah Islamiyah saat itu, Para Wijayanto, dan divonis 5 tahun. "Alhamdulillah sudah bebas," katanya.
Umar mengaku bersyukur karena di dalam penjara dapat berdiskusi dengan teman-temannya dan menemukan ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Salah satunya dengan membubarkan Jamaah Islamiyah. Keputusan kembali ke NKRI salah satunya karena melihat lahirnya Indonesia tidak lepas dari peran ulama dan atas dasar kesepakatan bersama.
"Setelah berfikir panjang kemudian memilih bahwa aktivitas yang paling tepat untuk menunjang dakwah kami adalah pembubaran organisasi (Jamaah Islamiyah)," kata Umar.
Dialog Kebangsaan bertajuk "Dengan Ilmu Syar'i Kita Kembali ke Pangkuan NKRI" bertujuan memastikan semua anggota Jamaah Islamiyah patuh dan semakin memantapkan keputusan untuk membubarkan diri.
Adapun dialog di salah satu Hotel Depok itu diikuti sekitar 140 anggota Jamaah Islamiyah ang merupakan alumni akademi militer Afganistan dan Moro, Filipina.
Baca laporan lengkap pembubaran Jamaah Islamiyah di Majalah Tempo: Balik Arah Jamaah Islamiyah