Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pengamat Kebijakan Publik: Orang Indonesia Pakai Jalur Sepeda Bukan untuk Transportasi

"Orang Indonesia pakai jalur sepeda bukan untuk transportasi tapi untuk olahraga, untuk rekreasi, dan untuk bergaya karena pakai sepeda mahal,"

7 Juli 2023 | 21.54 WIB

Seorang pesepeda yang melintas memanfaatkan lajur sepeda di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat , Ahad, 9 Oktober 2022. Pembangunan lajur sepeda di 24 ruas jalan dengan total sepanjang 196,45 kilometer dikerjakan secara bertahap oleh Pemprov DKI Jakarta.  TEMPO/Muhammad Ilham
Perbesar
Seorang pesepeda yang melintas memanfaatkan lajur sepeda di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat , Ahad, 9 Oktober 2022. Pembangunan lajur sepeda di 24 ruas jalan dengan total sepanjang 196,45 kilometer dikerjakan secara bertahap oleh Pemprov DKI Jakarta. TEMPO/Muhammad Ilham

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio termasuk di antara kalangan yang menilai jalur sepeda di Jakarta justru mengganggu dan tidak mengurangi kemacetan. Dia mengungkap pendapatnya itu dalam Diskusi Grup Terfokus Penanganan Kemacetan Jakarta pada Kamis, 6 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Menurut Agus, untuk mobilitas sehari-hari, tidak banyak warga Jakarta yang benar-benar beralih dari mobil atau sepeda motor ke sepeda. Karenanya keberadaan jalur sepeda tersebut justru mempersempit ruas jalan yang ada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Orang Indonesia pakai jalur sepeda bukan untuk transportasi tapi untuk olahraga, untuk rekreasi, dan untuk bergaya karena pakai sepeda mahal," kata dia sambil menambahkan,
"Itu saja, sehingga (jalur sepeda) malah menjadi mengganggu." 

Menurut Agus, Pemerintah Provinsi Jakarta seharusnya bisa lebih fokus memaksimalkan moda transportasi umum untuk mengurangi kemacetan. Fokus tapi tidak berarti memberi terlalu banyak pilihan yang malah terkesan tumpang-tindih dan tidak berkesinambungan, seperti kecenderungan yang dinilainya terjadi saat ini.

Agus juga mengkritik tata ruang Jakarta yang tidak teratur. Menurut dia, sedari awal setiap wilayah DKI Jakarta sudah terbagi menjadi segmentasi tertentu. Misalkan, pemerintah kolonial Belanda yang membuat perumahan ada di Jakarta Selatan dan industri di lokasi tertentu. 

"Sekarang itu dicampur, dan ketika dicampur moda transportasi yang pusing," kata dia sambil menambahkan kondisi tersebut menyebabkan Jakarta tidak memiliki jalur transportasi yang jelas dan teratur.

Dengan kondisi tersebut, Agus menilai dibutuhkan gubernur yang memiliki solusi dan terobosan untuk mengubah skema transportasi menjadi lebih efisien. Terobosan itu juga harus dibarengi dengan pembuatan regulasi yang mengatur transportasi umum di Jakarta.

Agus berada di seberang dari kelompok-kelompok yang justru mendorong perluasan jalur sepeda di Jakarta. Mereka antara lain tujuh kelompok masyarakat sipil yang mengecam dan mengultimatum Pemerintah Jakarta saat mengaspal jalur sepeda di Simpang Santa, Jakarta Selatan, pada April lalu. 

Ketujuhnya adalah Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, Bike to Work (B2W), Koalisi Pejalan Kaki, Road Safety Association, Greenpeace, Forum Diskusi Transportasi Jakarta, dan Institute for Transportation and Development Policy (ITDP)

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus