Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Perayaan Imlek tanpa Euforia

Untuk pertama kalinya, perayaan Imlek tahun ini dihadiri presiden. Namun, ketakutan warga Cina belum punah benar.

30 Januari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IMLEK adalah kalender yang ditetapkan pada masa dinasti Han. Raja dinasti itu menetapkan tahun Imlek berdasarkan sabda Kongcu, nabi kaum Konghucu, yang menganjurkan agar kerajaan menggunakan penanggalan dinasti He. Sistem kalender ini berawal tahun pada musim semi. Musim itu dinilai cocok untuk masyarakat agraris Cina. Perayaan Imlek dimulai pada 551 Masehi, ketika Nabi Kongcu lahir. Penanggalan ini disebut Kongcu Lek alias Imlek. Dengan berlalunya waktu, perayaan agama Konghucu itu berkembang menjadi tradisi. Budaya itu menyebar ke Jepang, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Seperti Lebaran yang berawal dari perayaan agama yang menjadi budaya masyarakat Indonesia, Imlek pun menjadi budaya, terutama di Cina. Perayaan Imlek tahun 2551 sekarang ini bertepatan dengan 5 Februari 2000. Demam hari raya pun sudah merebak di beberapa kota besar. Plaza Atrium di kawasan Pasarsenen, Jakarta, menggelar Festival Imlek sejak 27 Januari hingga 7 Februari. Selain menjual aneka produk yang berkaitan dengan tradisi Cina, misalnya lilin, dupa, dan gambar-gambar simbol agama, festival itu akan mempertunjukkan barongsai, tarian liong, dan kesenian tradisional, ya, di plaza itu. Beberapa kios di Kota Surabaya juga memanfaatkan momentum Imlek untuk menjual paket parsel seharga Rp 30 ribu hingga Rp 3 juta. Rasa syukur atas Imlek yang bebas tahun ini juga akan disambut oleh Paguyuban Sosial Marga Tionghoa (PSMT) Indonesia. Organisasi ini akan menyelenggarakan acara syukuran di depan Museum Sejarah Jakarta, 5 Februari. "Acara ini ungkapan rasa syukur kami atas anugerah di Tahun Naga Emas," kata Supandi, Wakil Ketua PSMT. Acara yang berskala nasional ditangani Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin). Panitia syukuran Tahun Baru Imlek organisasi ini akan mengadakan acara keagamaan di Balai Sudirman, Jakarta, 17 Februari. Selain menyelenggarakan sambutan-sambutan dan makan malam, panitia akan mempertunjukkan kesenian barongsai, tarian tradisional, wushu, dan paduan suara—kesenian Cina yang telah bertahun-tahun lenyap di panggung publik. Presiden Abdurrahman Wahid diharapkan hadir dalam acara itu. Inilah pertama kalinya setelah rezim Orde Baru tumbang, perayaan Imlek diselenggarakan secara terbuka, bahkan dihadiri oleh presiden. Acara yang sama akan diselenggarakan di Hotel Hyatt Regency Surabaya, 19 Februari. Namun, perayaan Imlek tahun ini masih dibayang-bayangi ketakutan. Koridor kebebasan yang dibuka oleh pemerintah bersifat legal-formal. Pertanyaannya: apakah masyarakat umum juga langsung bersikap terbuka terhadap kehadiran budaya Cina? Kekhawatiran lain bersumber dari pertikaian berbau agama yang meruyak di beberapa daerah, terutama di Maluku dan Mataram. Karena itu, Matakin tidak berniat mengadakan perayaan Imlek sacara besar-besaran. "Kami menitikberatkan perayaan Imlek ini untuk bersyukur," kata Ir. Budi S. Tanuwibowo, Ketua Panitia Syukuran Tahun Baru Imlek 2551 dan Kepedulian Sosial Umat Matakin. KMN, Arif A. Kuswardono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus