Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta-Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menganalisa seluruh permohonan perselisihan hasil pemilu legislatif 2019 di Mahkamah Konstitusi. Dari hasil analisa tersebut, salah satunya ditemukan banyaknya calon legislatif atau caleg dengan nomor urut kecil justru menggugat PHPU ke Mahkamah Konstitusi.
"Kami memetakan caleg dengan nomor urut kecil yang mengajukan perselisihan hasil ke MK. Ada 74 perkara yang diajukan oleh caleg dengan nomort urut 1," kata Fadli Ramadhanil, peneliti Perludem, di Jakarta, Senin, 15 Juli 2019.
Kemudian ditemukan ada 35 perkara yang diajukan oleh caleg dengan nomor urut 2, dan 13 perkara yang diajukan oleh caleg dengan nomor urut 3. Di antara jumlah terbanyak itu, dua partai politik, yakni Demokrat dan Gerindra, paling banyak caleg dengan nomor urut 1 mengajukan perselisihan ke MK, dengan masing-masing 24 perkara.
Fadli menuturkan hipotesis awalnya adalah tidak semua caleg dengan nomor urut kecil itu terpilih. Angka yang dihimpun Perludem ternyata membuktikan hipotersis tersebut.
"Sedangkan ada psikologis baik dari caleg, partai dan pemilih, bahwa caleg dengan nomor urut kecil itu adalah nomor urut ideal atau caleg jadi. Tapi ternyata tidak juga. Buktinya, mereka menggugat ke MK," katanya.
Fadli menilai bahwa hal ini adalah bagian dari realita sistem proporsional daftar terbuka dengan suara terbanyak yang harus diterima oleh pemilih, parpol, dan caleg. Dia menilai ini menjadi bagian dari evaluasi yang menunjukkan nomor urut caleg semakin tak memberi dampak yang signifikan.
Sidang sengketa pemilu legislatif sebelumnya telah mulai disidangkan oleh MK dengan 260 perkara PHPU legislatif sejak 9 Juli 2019. Sidang pendahuluan akan dilakukan dengan penyerahan perbaikan jawaban dan keterangan tanggal 11-26 Juli dan pemeriksaan persidangan 15-30 Juli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini