Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Polisi belum memanggil lagi mantan anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan atau TGUPP Anies Baswedan, Marco Kusumawijaya dalam kasus ujaran kebencian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Unit V Subditrektorat IV Tindak Pidana Siber Polda Metro Jaya Komisaris Immanuel P. Lumbantobing mengatakan pihaknya masih merencanakan pemanggilan kedua terhadap Marco Kusumawijaya. Pada panggilan pertama sebagai saksi dalam kasus dugaan ujaran kebencian ini, Marco mangkir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Untuk jadwalnya belum ditetapkan," kata Immanuel melalui pesan singkat, Selasa, 9 Februari 2021.
Dalam kasus ini, Marco Kusumawijaya diduga melanggar Pasal 27 ayat 3 Juncto Pasal 45 ayat 3 dan atau Pasal 27 ayat 4 Juncto 45 ayat 4 dan atau Pasal 28 ayat 2 Juncto Pasal 45A ayat 2 Juncto Pasal 36 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP. Eks Ketua Bidang Pengelolaan Pesisir Tim Gabungan untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) itu dilaporkan oleh warga bernama Masco Arfianto Lumbantobing.
Menurut Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SAFEnet, pelapor Marco adalah in-house lawyer/councel dari Agung Sedayu. Marco diduga diperkarakan karena cuitannya yang memprotes unggahan Instagram @PIK2Official tentang pasir putih Bangka di Jakarta.
Kepala Divisi Kebebasan Ekspresi SAFEnet Ika Ningtyas meminta agar Kepolisian Daerah Metro Jaya menghentikan penyelidikan terhadap kasus ini. Menurut dia, pelaporan terhadap Marco karena memprotes masalah lingkungan seharusnya tidak terjadi. Sebab, menurut Ika, Marco merupakan aktivis lingkungan. Sedangkan di Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009, kata dia, setiap aktivis dan pejuang lingkungan dilindungi Undang-Undang.
"Pasal karet UU ITE dipakai lagi untuk bungkam aktivis lingkungan. Kali ini Marco Kusumawijaya kena setelah mempersoalkan pengambilan pasir Pulau Bangka untuk reklamasi PIK2," ujar Ika, Senin, 8 Februari 2021.