MIAMI adalah sebuah rahasia umum. Kota di Negara Bagian Florida, Amerika Serikat ini nyaris dikuasai oleh pedagang obat bius. Dalam satu tahun, diperkirakan omset perdagangan gelap itu mencapai nilai US$ 24 milyar. Di situ, banyak polisi punya kerja rangkap: menjadi perampok. Tapi, memang, selama ini, hal itu tak terbukti secara nyata. Bila memang ada seorang polisi dipecat, masih bisa dilihat hanya sebagai sebuah kasus. Apalagi bagi orang di luar Miami. Kota dan daerah Sungai Miami, dalam pikiran mereka, tentulah dijaga oleh polisi-polisi sejenis Sonny Crockett dan Tubbs. Itulah dua nama tokoh film serial berjudul Miami Vice, yang kini mengisi acara televisi di lebih dari 60 negara (di Indonesia, film ini baru beredar dalam kaset video). Dengan Ferrari hitamnya, dengan sikap kasarnya yang cocok untuk menghadapi kekerasan, ditemani Tubbs, si kulit hitam yang sungguh tak romantis, tiap minggu pasangan itu sukses selalu. "Angkat tangan," -- maka seorang penjahat atau sebuah gang pengedar obat bius terkalahkan. Tapi kemudian terjadilah ini. Malam, 27 Juli tahun lalu, di pangkalan kapal Jones. Selusin orang bersenjata menyerbu kapal Mary C yang sedang berlabuh. Mereka mengambil sejumlah kokain seharga US$ 7 juta, dan meninggalkan tiga awak kapal terapung mati. Dan orangora'ng bersenjata itu adalah polisi yang malam itu bukan sedang bertugas. Artinya, penyerbuan ini untuk kepentingan mereka sendiri. Kini, polisi perampok itu diadili. Lalu, terungkaplah berbagai kasus kejahatan -- bukan cuma penjahat korbannya -- yang dilakukan oleh polisi Miami. Rahasia umum itu bukan lagi rahasia. Kisah berikut disajikan The Sunday Times Magazine, 23 November lalu, merupakan hasil investigasi empat wartawan internasional majalah tersebut. * * * Berbeda dengan kotanya, Sungai Miami menyimpan catatan sejarah yang panjang, dan goresannya membekas dalam. Sedikitnya, 3.000 tahun sebelum orang Eropa pertama "menemukan" Florida, sungai itu sudah menjadi jalan utama armada sampan orang Indian. Sisi menyisi tebingnya adalah lokasi perkampungan dan pemakaman Indian masa prasejarah. Dan, lama kemudian, kedua sisi Sungai Miami menjadi kawasan permukiman sementara kaum misionaris Spanyol yang datang menawarkan kekristenan. Lalu, pada giliran masing-masing, tentara Spanyol, Inggris, dan AS mendirikan benteng-bentengnya di mulut sungai. Ketika orang Indian akhirnya dihalau jauh, kaum pionir Amerika menggerakkan kilang-kilang dengan aliran sungai itu. Kini, Miami tampil dalam sosok yang lebih gemerlap, dan tetap jantung sebuah sungai yang sibuk. Kapal-kapal tua dari Kepulauan Bahama, Honduras, dan Haiti, serta sejumlah tongkang dari Amerika Latin, datang, berlabuh, dan berangkat lagi. Tempat ini juga aman bagi beberapa kapal pesiar mewah, dan bahkan untuk perahu-perahu layar bertiang tiga yang memerlukan pengisian air dan makanan serta reparasi. Di samping itu, juga pelabuhan bagi perahu nelayan yang beroperasi di perairan Gulf Stream. Dan, ini dia, juga ajang yang aman bagi kaum penyelundup obat bius. Perdagangan obat bius bisnis terbesar Miami. Dan berjalan dengan leluasa. Obat terlarang itu masuk melalui berbagai cara. Diangkut dengan pesawat kecil yang mendarat di dataran luas berpaya-paya. Atau dengan penerbangan umum lewat bandara internasional Miami. Ada pula yang memakai perahu-perahu motor berkecepatan tinggi, yang menaikkan muatan di beratus-ratus tempat terpencil di sepanjang pantai selatan Florida. Luis "Kojak" Garcia memulai bisnis obat biusnya di pangkalan perahu Alonso di tepi sungai itu, dan hampir selama tiga tahun memasukkan mariyuana, Quaalude dan, lalu, kokain. Pengangkutan barang-barang terlarang itu dijadwalkan secara teratur sampai ia memutuskan hubungan dengan pemerintah AS, dan pensiun pada 1983. Ia kemudian tahu, hampir semua pangkalan perahu, atau pangkalan kapal pesiar, dermaga, atau tempat pendaratan darurat mana pun, ternyata, dapat ia tentukan sebagai "sarang obat bius". Dari tempat-tempat inilah benda celaka itu dimasukkan. Adalah menjadi rahasia umum apa yang terjadi di Sungai Miami, di malam hari. Di sini, tak dikenal yang disebut penjaga malam. Bahkan pangkalan kapal yang dikenal patut pun -- misalnya yang menjadi bengkel servis kapal-kapal patroli bea & cukai AS -- tidak mempekerjakan penjaga malam. Maka, apa yang terjadi di sana, ketika sebagian besar orang jatuh lelap, tak seorang pun tahu. Kalau pun ada yang berjaga-jaga, biasanya mereka tak berdaya. Demikianlah, pada malam 27 Juli tahun silam, lebih dari selusin orang -- beberapa di antaranya bersenjata -- memaksa masuk ke pangkalan kapal Jones. Mereka mendaratkan sebuah perahu motor berukuran 40 kaki. Dan petugas, yang kebetulan terjaga, hanya mampu mencatat dalam buku laporan, "Polisi menggerebek Mary C pada pukul 2 malam. Awak kapal kabur dengan berenang." Padahal, diketahui kemudian, tidak ada kegiatan resmi polisi di Sungai Miami malam itu. Celakanya, beberapa di antara enam awak Mary C tidak bisa berenang. Di kedalaman kurang dari enam kaki, di perairan yang hitam karena lapisan minyak itu, tiga di antaranya tenggelam. * * * Pemilik Mary C tersembunyi di balik dokumen dan alamat palsu. Yang jelas, kapal tersebut dikelola oleh seorang Kuba-Amerika bernama Pedro Martinez. Dalam masa Kuba pra-Castro, Martinez adalah perwira polisi, asisten dan tangan kanan Rafael Salas Canizares, kepala polisi dan salah seorang pejabat rezim Presiden Batista. Inilah mengapa Martinez termasuk di antara kelompok pengungsi pertama yang hengkang dari Kuba begitu Castro berkasa. Di Amerika, ia menikah dua kali, menjadi ayah empat anak, dan mulai berwiraswasta dengan spesialisasi hiasan langit-langit rumah. Lalu, ini: memperdagangkan kokain. Martinez memiliki atau mengelola enam kapal curah. Semuanya kapal besi, seperti halnya Mary C, dan selama ini lalu lalang dengan aman dari dan ke Kepulauan Bahama, bermuatan kokain untuk ditumpahkan di Florida. Keberhasilannya sebagai penyelundup sebagian karena kelihaiannya menyarukan bagian-bagian tersembunyi di dalam kapalnya. Untuk penataan ruang itu saja ia menghabiskan biaya US$ 80.000. Tetapi, di tempat tersembunyi itu, ia dengan mudah dapat menyimpan 700 kg kokain. Dua kali, ketika mendekati Sungai Miami tahun silam, Mary C diseret oleh kapal bea & cukai dan digeledah, tapi sia-sia. Ketika Pedro Martinez meninggal, polisi menemukan tujuh sekrup dalam kantung celananya, yang cukup membingungkan para hamba hukum. Bahkan ketika orang bea & cukai memorak-perandakan Mary C, mereka tetap tak menemukan tempat tersembunyi itu. Pedro Martinez telah menjadi bagian organisasi perdagangan obat bius yang beroperasi dengan leluasa. Polisi memperkirakan, ia telah mencetak "jutaan" dolar. Para pembantunya terdiri dari berbagai golongan dan asal-usul: biasanya direkrut dari kelompok kuli pelabuhan yang sedang duduk-duduk atau menunggu dengan termangu-mangu di sebuah pelataran di belakang pasaraya di Little Havana. Dan juga, tentu, para pedagang obat bius profesional, seperti sahabatnya, Pedro Baez. Sahabat ini, ketika harus menjemputkiriman kokain dalam jumlah besar, kebetulan sedang "mengambil vakansi panjang" bersama keluarga -- begitu ia menyebarkan cerita kepada para tetangga -- dan menginap di sebuah motel di pantai Miami. Demikianlah salah satu cara, hingga kokain tersebar di Florida. Baez berada di Mary C di pangkalan Jones, pada 27 Juli malam tahun lalu itu. Ia selamat karena bisa berenang. Hari berikutnya, Minggu 28 Juli, ia datang mencari Faustino, anak lelaki Martinez, untuk menceritakan apa yang terjadi. Menurut Pedro Baez kepada Faustino, perwira polisi Miami yang bertugas saat itu telah menghancurluluhkan Mary C. Bahwa mereka berteriak-teriak, "Bunuh mereka semua!" Bahwa mereka telah menggelapkan kokain senilai US$ 7 juta. Bahwa seluruh awak terpaksa melompat ke sungai, dan bahwa ayah Faustino, dan dua lainnya, telah hilang. Esoknya, Senin 29 Juli, dari kejauhan yang aman, di sisi tebing sungai, Faustino menyaksikan pemandangan yang mencabik hatinya. Ketika itu, penyelam polisi menemukan tiga mayat bengkak mengapuhg beberapa yard dari pangkalan Jones. Faustino melihat polisi menggunakan pengait untuk mencegah ketiga mayat dihanyutkan air. Pemuda 19 tahun itu adalah bagian generasi yang tidak mengenal lain selain risiko dan keuntungan dari bermain kokain -- mirip semua generasi anak-anak di Belfast, yang lahir dan dibesarkan di tengah politik ekstrem dan kekerasan. Ia telah menjadi bagian dari sebuah adegan yang memintas secepat kilat: kekayaan yang dapat diraih dalam sehari, yang bagi kebanyakan orang baru dapat dicapai dalam setahun. Bagi anak muda generasi Faustino, membeli kontan sebuah mobil US$ 57.000 tak perlu tawar-menawar panjang lebar. Berhura-hura pada suatu malam Minggu di sebuah restoran dan memberi tip seorang pelayan US$ 600 adalah perkara kecil -- jika mereka sedang berkantung tebal. Ia turun ke kota. Dan, seperti umumnya anak muda segenerasinya di Miami, Faustino juga melahap kokain. Pada hari-harinya yang murung, wajahnya sembab, matanya cekung, dan ia jadi tertutup, gelisah dalam bayang-bayang ketakutan. Lalu, berbicara tentang pistol dan "membongkar tempurung kepala orang". Hari itu juga, Senin Juli 1985, Faustino pergi mencari bantuan. Ia mencari orang yang bisa memberi tahu siapa "begundal" yang telah membunuh ayahnya. Bantuan itu datang dari Luis "Kojak" Garcia, pensiunan pengedar obat bius, yang dikenalnya lewat hubungan kekeluargaan -- yang telah disebutkan di muka. Garcia tidak mau memberinya senjata. Ia malah mengontak Dinas Penanggulangan Obat Terlarang (DEA), yang memiliki satuan khusus dengan kemampuan tinggi, yang dikenal sebagai Centac 26. Malam itu, kurang dari 48 jam setelah awak Mary C "terjun berenang", dua intel Centac menerima informasi pertama dari Kojak. Isinya: indikasi keterlibatan polisi Miami. Centac 26, atau lengkapnya 26th Central Tactical Unit, dibentuk di bawah rencana pemerintah AS. Badan ini menggabungkan sumber-sumber kuat DEA dengan informan lokal dan "detektif jalanan" di kota-kota terbesar Amerika. Sampai 1981, Centac melibat kaum intel polisi Miami dan Hialeah, kota satelit di barat Miami yang didominasi orang Kuba. Tapi, karena anggaran terbatas, akhirnya Miami dan Hialeah tidak diikutsertakan. Akibatnya Centa 26 kini hanya terdiri dari tujuh orang, yang beraksi lebih mirip tujuh bersaudara ketimbang suatu kesatuan polisi. Mereka terdiri atas: seorang letnan, dua analis, seorang sersan, dan tiga detektif. Satu-satunya urusan mereka adalah pembunuhan yang berkaitan dengan obat bius, ditambah -- ini kekecualian yang jarang -- jika ada korban berdarah Spanyol (Latin). Satuan ini memang terpaksa diskriminatif dalam memilih kasus. Kalau tidak, mereka bisa kewalahan. Centac 26 bekerja tak mengenal waktu, dan saling menaruh simpati karena senasib: rumah tangga mereka berantakan. Dari seluruh unit, hanya Detektif Alex Alvarez yang masih bertahan dengan istri pertamanya. Pada usia 26, Alvarez menjadi si bungsu Centac. Seorang wartawan Washington menjulukinya Clint Eastwood, tapi ia tidak senang dipanggil "Clintino". Telah lama berlalu saat ia membunuh sasaran pertamanya, dan waktu itu ia sudah menjadi detektif pembunuhan selama tiga tahun. Centac dioperasikan dalam sistem demokrasi bergiliran. Setiap detektif anggota memperoleh kesempatan menjadi pemimpin pelacakan. Kebetulan, peristiwa Sungai Miami menjadi kasus Alex Alvarez. Ada 28 pasukan polisi yang tak berkaitan antara satu dan yang lain di Dade County. Tiap unit memiliki segerombolan detektif yang "menangani obat bius". Di samping -- itu, terdapat 10 polisi federal, yang berbeda dan kadang-kadang bertentangan kepentingan. Tapi, banyaknya detektif dan agen, untuk sebuah wilayah, tampaknya dipandang sekadar "pupur rias". Kerja sama di antara instansi secara individu bisa berlangsung amat bagus, seperti antara Metro-Dade dan DEA, juga antara FBI dan hampir setiap agen. Adalah dari FBI, Alvarez mendapat terobosan pertamanya. Pada awal Agustus 1985, agen khusus Roberto Diaz, yang bekerja di Seksi Kontraintel Asing FBI, menelepon Centac. Ia memberi informasi tentang seorang pelarian Kuba yang "mungkin mengetahui sesuatu" yang berkaitan dengan kasus Sungai Miami. Malam itu, Alvarez dan rekannya, Jorge Plecencia (30 tahun, tapi telah menikah untuk ketiga kalinya), melakukan panggilan informal terhadap pria campuran Kuba-Cina berusia 50 tahun itu. Dialah Armando Un. Alvarez dan Un merupakan contoh klasik dua diaspora Kuba yang ekstrem. Alvarez meninggalkan Kuba ketika masih bayi, dibawa orantuanya ke Miami. Ia tumbuh menguasai dua bahasa dan terasimilasi menjadi orang Amerika keturunan Kuba. Un adalah seorang pengikut Fidel Castro yang setelah revolusi bertugas di dinas polisi rahasia sampai ia menjadi kecewa terhadap komunisme. Ia dihukum mati karena ikut berkomplot menjatuhkan Castro. Kendati mendapat keringanan hukuman, Un dipaksa menyaksikan eksekusi saudara kandungnya sendiri, sebelum menjalani hukuman 15 tahun penjara. Ia cabut ke Amerika pada 1980, dan tidak terasimilasi sama sekali. Un hanya mampu berbicara beberapa potong bahasa Inggris -- ia tetap orang Kuba yang tinggal di negeri asing. Ketika Alvarez dan Placencia tiba di apartemen Un, yang menyambut kedatangan mereka adalah senapan M-16. Inilah ujian gaya Un untuk melihat apakah dua detektif muda itu memiliki nyali. "Senapan bagus," ujar Placencia. "Milikmu?" "Ya, milikku," balas Un. "Apakah kalian ingin mencoba membawanya pergi?" "Tidak," kata Alvarez. "Tapi, jika kau ingin menyentuhnya sekarang, aku kira kami akan lebih dahulu menyambarnya. Tapi bukan itu maksud kedatangan kami." Demikianlah, melalui adegan sandiwara seperti itu, Alvarez dan Placencia mengembangkan kepercayaan mereka sebagai "laki-laki" dan bukan sebagai "tahi kotok". (Un belakangan menceritakan kepada mereka reaksi para agen FBI yang panik). Toh, masih dibutuhkan enam minggu bagi Alvarez dan Placencia -- yang tiap detiknya nyawa taruhannya -- sebelum Alvarez mempercayai mereka benar-benar. Armando Un tiba di Miami sebagai antikomunis tulen. Orang ini terbilang bijaksana. Kendati di Miami ia bergabung dengan kelompok yang ingin merontokkan Castro secara kekerasan, 15 tahun di penjara telah mengajarinya agar "tidak gila-gilaan". Karena itu, ia membatasi keterlibatannya dalam kampanye menuntut penyelamatan 20 mil kawasan di lepas pantai Kuba. Ia juga merakit karangan anti-Castro dengan harapan tulisan itu bisa dilemparkan pasang ke daratan Kuba. Sementara itu, untuk membayar sewa apartemen, ia menjadi kuli bangunan, dan menjadi polsus bar Little Havana yang bertebaran di mana-mana. Di sanalah ia bertemu dengan Luis Rodriguez, lalu menjadi "manajer" bar Rodriguez, Molino Rojo. Baru kemudian ia berkenalan dengan penggunaan kokain, lalu mulai terlibat dalam komplotan yang membujuk polisi, melakukan perampokan di jalan-jalan raya utama. Menurut Un, Rodriguez melibat diri dalam organisasi besar perdagangan obat bius. Mereka mengimpor kokain atas nama salah sebuah "keluarga" Colombia yang mendominasi perdagangan barang haram tersebut. Rodriguez juga "pedagang besar", yang menggunakan bar Molino Rojo sebagai tempat yang aman bagi transaksi dengan para agen. Merasa tidak puas dengan keuntungan biasa, Rodriguez merekrut para perwira polisi untuk membantu dia merampoki langganannya sendiri. Caranya, Un memberikan informasi kapan dan di mana transaksi akan dilakukan. Lalu, polisi-polisi itu mencegat para agen saat mendekati atau meninggalkan bar, menghentikan mereka dengan dalih pelanggaran lalu lintas. Kemudian, para hamba hukum yang bekerja atas nama Un itu tinggal menyita kokain atau uangnya. Selama ini, praktis, tak seorang pun melapor. Itu benar-benar "kejahatan tanpa korban", dan akan berlangsung lama seandainya Rodriguez dan para polisi itu tidak terlalu rakus. Pada awal musim panas 1985, Rodriguez telah menetapkan akan mengerjai rekannya sendiri dan organisasi sponsor Colombianya. Adapun caranya, dengan formula sederhana yang sama. Polisi telah berada di sekitar pangkalan kapal pesiar di Sungai Miami, pada hari yang telah ditentukan. Di sini Mitzi Ann, kapal sejenis dan sesaudara Mary C, sedang menunggu muatan naik. Karena memang telah diberi tahu, para polisi itu segera mengenali ruang penyimpanan kokain. Hanya dengan menyerbu dari satu jurusan, mereka memindahkan muatan 400 kg kokain ke kapal patroli. Aksi ini memakan waktu dua setengah jam. Dan konon, inilah gladi resik untuk penyerbuan Mary C di bulan Juli kemudian. Polisi sendiri baru belakangan menyadari bahwa para pengawal yang berjaga-jaga di kapal begitu mabuknya, sehingga mereka bergeletakan begitu saja di tempatnya, ambruk. Maka, dengan mudah para bodyguard dibangunkan, dihajar, dan diceburkan ke air. Untungnya, mereka bisa berenang. Penyidikan kasus Mitzi Ann buntu. Luis Rodriguez tidak dapt ditanyai. Dua hari setelah perompakan Mary C, ia menghilang. Dua hari kemudian, sebuah peti kayu berisi mayatnya diantar oleh sebuah truk pikap ke sisa tanah pekuburan di sisi pemakaman Our Lady of Mercy di barat Miami. Ia telah dihabisi: ditembak beberapa kali di kepala dan lehernya, dari jarak dekat. Sejak awal Agustus, Centac 26 telah menaruh curiga adanya hubungan antara dua kejadian itu kasus Mitzi Ann dan peristiwa Mary C. Pada 6 Agustus, Alvarez dan atasannya, Sersan Al Singleton, mendatangi polisi Miami untuk mewawancarai anggota patroli Armando Estrada -- tak ada hubungannya dengan Erik Estrada dari film CHiPs. Dialah yang bertugas tengah malam di Little Havana, dan bar Molino Rojo termasuk di bawah pengawasannya. Estrada mengenal Luis Rodriguez, bahkan menuding pemilik Molino Rojo itu sebagai informan. Lalu, dengan sukarela Estrada menjelaskan pembunuhan Rodriguez. Tetapi, di telinga dua anggota Centac itu, cerita Estrada tidak terdengar benar, dan sikap polisi ini membuat Alvarez mual. Sampai, akhirnya, ia dan Singleton menyesali diri, dan keluar ke koridor. "Dia berbohong," kata Alvarez. "Aku tahu," balas Singleton. Mengetahui dan menemukan bukti adalah dua hal yang berbeda. Dan baru setelah Un menceritakan versinya, dan ia setuju membantu Centac mengungkapkan bukti-buktinya, perburuan dapat dimulai dengan sungguh-sungguh. Dan yang diincar adalah Estrada beserta seluruh regu jaga tengah malam. Dengan diam-diam, Alvarez dan rekannya mulai menelisik dunia bawah tanah perdagangan obat bius Miami. Mereka melacaki para agen yang menurut Un telah dirampok, dan membujuk mereka agar memberikan kesaksian. Pada saat itu, Centac mulai main kucing-kucingan dengan Estrada dan polisi yang lain -- yang tahu benar mereka dicurigai. Centac memantau percakapan telepon dan memata-matai gerak-gerik polisi Miami. Bongkol rahasia ada pada Un, yang, dengan semangat "menebus dosa", ingin mengungkapkan bahwa yang dikatakannya benar semata. Ia setuju menggunakan "kawat". Maka, dengan sedikit waswas, Alvarez mengirim dia untuk bertemu dengan Estrada dan yang lainnya, dengan kabel melekat di punggung betisnya. Alvarez berharap, bila Un digeladah tentunya dengan cara yang biasa dilakukan polisi, dari atas ke bawah, lalu turun ke sisi luar kedua kaki. Dengan demikian, kabel di betis Un tak akan ditemukan. Ini kerja menegangkan saraf, dan bisa menimbulkan frustrasi. Soalnya, "foto mata-mata" tidak mau muncul karena kurangnya pencahayaan, dan beberapa rekaman terdengar sayup-sayup sampai sehingga kurang afdol untuk pembuktian. Tapi Un selamat -- ia tidak dicurigai sebagai informan. Maka, satu per satu tiga anggota regu tengah malam Little Havana menuding diri sendiri melalui pita rekaman. Natal 1985, Centac siap beraksi. Pada pukul 6.16 sore, 27 Desember, ketika Florida dicekam dingin yang nylekit, Alvarez menggedor pintu kediaman Estrada. "Aku mencurigaimu," teriak anggota Centac itu. * * * Diceritakan kemudian, pada hari penyerbuan Mary C, tiga pria berseragam perwira polisi menculik seorang wanita di jalan, membawanya pulang, dan merampas US$ 50.000 miliknya. Mereka boleh jadi polisi asli, mungkin juga palsu. Ketika itu sulit memastikannya, karena Miami sudah sering mengalami perampokan "dalam rumah" yang dilakukan sejumlah laki-laki berpakaian polisi. Inilah sebabnya khalayak umum diserukan tidak membukakan pintu rumahnya bagi setiap polisi tanpa mengecek dulu pada pengurus RT-RW setempat. Misalnya apakah, pertama, ia petugas sungguhan, dan, kedua, apakah ia membawa surat tugas. Pada Agustus, Jose Clausell -- yang tak disangsikan adalah seorang perwira polisi Miami -- ditahan setelah tertangkap basah menjual tiga badge polisi, radio polisi, dan senapan mesin Mach-10. Pada Oktober, US$ 150.000 lenyap dari brankas Seksi Pelacakan Khusus polisi elite Miami. Sementara itu dua polisi ditangkap karena memiliki kokain, sedang enam lainnya kabur atau dipecat karena dituduh menggunakan obat bius. Ada dua yang lain yang meninggal dalam kecelakaan lalu lintas, dan dalam darahnya ditemukan kokain. Sementara itu, para detektif keamanan dalam negeri, yang menyidik keterlibatan polisi dalam pembunuhan seorang janda kaya, menemukan empat kasus pembunuhan lain yang menyeret anggota polisi sebagai tersangka utama. Demikianlah, penangkapan-penangkapan akibat penyidikan kasus Sungai Miami telah memerosotkan kepercayaan masyarakat Miami terhadap polisi mereka. Pada 7 Mei, agen khusus FBI tiba di markas besar polisi Miami membawa instruksi tertulis. Isinya: memerintahkan pemindahan kotak-kotak berisi file. Perintah itu dikeluarkan oleh juri agung federal yang, dari hasil penyidikan kasus Sungai Miami, mulai menemukan jejak terhadap serangkaian pembunuhan yang selama itu tak terungkap. Perintah ig guna mencegah kemungkinan pemusnahan bukti-bukti. Dan, yang lebih-lebih menghilangkan kepercayaan masyarakat Miami, fokus penyidikan juri agung adalah Seksi Pelacakan Khusus (SIS). Padahal, SIS bagian yang sangat vital pada markas besar polisi Miami, karena seksi inilah yang menangani segalanya. Dari perdagangan narkotik, kejahatan terorganisasi, sampai antiterorisme dan perlindungan orang-orang sangat penting. Perintah tertulis dari juri agung tidak cuma meminta rekaman, tapi juga menginstruksikan agar wakil kepala polisi datang menghadap. Bersama dia, juga diminta datang sejumlah pejabat lain: kepala sekuriti intern, kepala administrasi, -- kepala seksi patroli, bekas kepala seksi antiteroris dari SIS, komandan unit pencurian (termasuk pencurian mobil dan pemerasan), serta komandan SIS yang belum lama pensiun. Dari 25 nama yang disebutkan, 21 di antaranya pernah bertugas di SIS. Pada saat itu, jumlah perwira polisi yang ditahan dalam kasus Sungai Miami telah sembilan orang (yang kini menghadapi tuduhan terlibat dalam perdagangan narkotik dan "menakut-nakuti penduduk"). Jika Centac dan Armando itu berhasil menyeret 9 polisi masih ada 20 perwira polisi yang, karena terbongkarnya kasus Sungai Miami, kini bersedia membeberkan siapa-siapa lagi di antara mereka yang benar-benar terlibat atau ikut tersangkut dalam pembegalan -- mereka yang belum dituduh atau dicurigai dan masih memakai seragam polisi. "Membikin deg-degan bukan?" komentar Sersan Singleton dari Centac 26 itu. Seorang jaksa federal yang disegani berkata kepada seseorang di Miami, "Kita," katanya, "benar-benar di tubir anarki." * * * Lalu, bagaimana sikap kepala polis Miami sendiri? Clarence Dickson berkulit hitam. Menurut orang-orang yang usil, karena warna kulitnya itulah ia bisa menjadi kepala polisi. Jabatan itu dianggap sebagai suap bagi kaum hitam yang tinggal di ghetto-ghetto di Liberty City dan Overtown yang, dua kali dalam dasawarsa ini, mengancam membakar Miami menjadi abu. Veteran polisi bermasa dinas 27 tahun itu dipromosikan pada Januari 1985, ketika kepolisian dalam setahun kehilangan dua kepala polisi sekaligus karena bebas tugas. Dickson, 52, telah berniat masuk MPP pada akhir Maret lalu. Ia, katanya, menerima tugas sebagai bos polisi Miami dengan enggan. "Kemudian, saya memutuskan sendiri," katanya, "mereka memerlukan saya di sini." Pada musim panas didesas-desuskan masa bebas tugas Dickson sudah dekat. Ketika surat permohonannya untuk tetap dipertahankan sebagai kepala polisi bocor kepada pers, ia lalu mengungkapkan sukses yang pernah dicapai instansi yang dipimpinya. Umpamanya soal kegiatan paduan suara, keberhasilan regu football polisi Miami dalam dua kejuaraan terakhir. Kepemimpinannya, tambah Dickson, telah menyebabkan penduduk setempat ikut menjaga ketertiban. Namun, soal skandal yang memojokkan dinas kepolisian tak disinggung sedikit pun. "Citra kami masih utuh," katanya. Karena itulah, pada September, Chief Dickson terpaksa merancang perombakan besar-besar di instansi yang dipimpinnya, dengan memecat atau memindahtugaskan mayoritas pembantu seniornya. Yakni agar ucapannya "citra kami masih utuh" sesuai dengan kenyataan. Malangnya, gagasan itu bocor sebelum dilaksanakan. Tentu saja, rencana itu membangkitkan amarah dan keresahan di markas besar. Lalu, desas-desus berkembang di ghetto-ghetto orang kulit hitam bahwa sang kepala polisi sedang bersiap pergi. Ini mendorong lahirnya suara-suara di Overtown dan Liberty City bahwa, jika benar Dickson diberhentikan, sesuatu dapat meledak. Selama beberapa hari yang menegangkan, para polisi diam-diam dipersenjatai dengan peralatan antihuru-hara. Kerusuhan memang tak meletus, tapi suara dari ghetto-ghetto benar-benar mempengaruhi keputusan Balai Kota dalam menunjuk kepala polisi. Miami memang kota orang-orang berkulit gelap. Kota itu berpenduduk lebih dari 383.000 jiwa, dan lebih dari 63 persen Hispanic (Latin), 24 persen kulit hitam. Gejala "mengaburnya kulit putih" tetap berlanjut. Di Dade County, secara keseluruhan, terdapat 600.000 orang Kuba dan, di bawah pengaruh mereka, Miami mengalami perubahan terus-menerus: politik, budaya, pranata sosial, dan terlebih-lebih dalam bahasa. Miami kini kota dwibahasa -- dan bahasa Inggris menempati posisi kedua. Amat sedikit yang bisa dilakukan institusi di Miami yang dapat menangkal ancaman kaum Hispanic, termasuk institusi kepolisiannya. Peri laku dan kecepatan transformasi kalangan Hispanic menyebabkan mereka selalu berada di jantung krisis yang terjadi. Justru, kemudian, orang-orang ini bisa menyeret polisi untuk bertindak kriminal. Pada 1980, setelah kerusuhan bulan Mei -- yang pecah karena empat polisi kulit putih menembak mati seorang penjaja asuransi berkulit hitam -- Wali Kota Meurice Ferre kepada The New York Times memberikan gambaran yang amat jelas tentang instansi kepolisiannya: "Orde Persaudaraan Polisi di Kota Miami secara tradisional merupakan benteng sebuah kelompok rasis. Mereka umumnya kulit putih dari selatan. Mereka tidak menyukai orang Yahudi, mereka membenci orang asing, mereka tidak senang kulit hitam. Hingga kini, mereka mempertahankan agar kesatuan polisi tetap semua-orang-kulit-putih." Ferre, wali kota itu, seorang Puerto Rica, lalu menceritakan kepada instansi kehakiman bahwa polisi Miami sangat mencemari hukum federal dalam cara merekrut anggotanya. Ia mendesak komisikota agar di masa datang 50 persen rekrutan diambil dari minoritas etnis. Ketika kerusuhan bulan Mei berkobar, komisi kota mencanangkan 50 persen lowongan pekerjaan baru kepada kaum minoritas, dan meningkatkan jumlah kekuatan polisi sebesar 45 persen. Kerusuhan dan pencanangan itu terjadi bertepatan dengan datangnya 118.000 orang Kuba, 60.000 di antaranya bermukim di Miami. Lalu, dalam sehari semalam, polisi Miami menyatakan akan merekrut ratusan perwira Hispanic baru. Mereka akan dilatih dengan kilat, dan singkat. Tes masuk tertulis yang diberikan pun hanya sekadar formalitas. Akibatnya, kesatuan polisi Miami bukannya semakin baik, tapi semakin celaka dalam hal sikap moral dan disiplin. * * * Segera, setelah para perwira yang terlibat kasus Sungai Miami diajukan ke meja hijau, dan ketika pelacakan kasus korupsi lainnya di Dinas Kepolisian Miami dikipasi kembali, sebuah memo beredar di antara hamba hukum itu. Memo itu, yang bernada humor, mengumumkan formasi sebuah klub eksklusif baru. Yang ingin menjadi anggota, kata memo tadi, harap menghubungi sebuah rumah yang memiliki telepon bernomor sekian-sekian. Pemilik alamat seorang ahli hukum Miami bernama Roy Black. Black adalah cicit Uskup Canterbury yang, seperti ia katakan selalu, telah "membaptis semua anak Ratu Victoria". Ayahnya seorang Inggris, bekas pembalap mobi grand prix dan wakil presiden direktur pabrikmobil Jaguar di Amerika Utara. Walaupun ia dibesarkan di Amerika, Black lebih merasa sebagai orang Inggris. Ia gemar berbicara tentang Sherlock Holmes dan gemar mengunjungi Museum Inggris, untuk membaca surat-surat Nelson. Black pembela tahanan kriminal terkemuka, dan ia memang mengkhususkan diri di bidang ini. Di negara yang gemar menghukum terpidana mati di kursi listrik itu, tidak seorang pun dari 50 kliennya yang dituduh melakukan pembunuhan berencana yang harus menjalani cara mati seperti itu. Selama minggu-minggu dan bulan-lulan penyidikan Centac, Black menerima banJir. panggilan telepon dari para anggota polisi Miami yang terlibat. Dan Black memang bersikap "jujur": ia akan membela hampir siapa saja yang datang ke rumahnya. Syaratnya hanya satu: mampu membayar. * * * Setelah itu orang pun mafhum. Antara film Miami Vice dan kenyataan di kota pantai Florida itu memang terentang jarak. Si jagoan Crockett dan ubbs pinjam kata-kata seorang polisi Miami sendiri "memang menyenangkan, tapi itu cuma kebohongan." Sebaliknya, pun sepenuhnya bohong bila dikatakan di Miami tak ada polisi yang sepenuh hati mencoba. menegakkan hukum. Contohnya adalah Preston Lucas, 33, seorang kulit hitam yang tinggi agak kurus, dengan wajah yang mencerminkan seorang yang hati-hati. Ia selalu tampak di jalanan bagaikan orangyang membutuhkan obat bius. Tapi matanya dengan t jam mengawasi warung-warung yang dicurigai. Tugas Lucas adalah menerobos masuk ke warung yang biasanya dikerumuni anak-anak muda, tanpa senjata. Lalu sering kali terjadi adegan yang sungguh tak membanggakan bila masuk dalam film: sejumlah anak-anak muda akan mendorong dia ke tembok, dan salah seorang di antaranya akan mencabut pistol, menempelkan moncongnya ke leher. "Mereka cuma ingin tahu reaksiku," tutur Lucas. Toh, itu semua cukup membuat jaringan pengedar kokain menghentikan kegiatannya -- untuk sementara. Dan inilah, memang, target polisi yang sampai hari ini terhitung bersih itu. Menggerebek warung-warung itu, katanya, jarang bisa dilakukan. Sejumlah anak usia delapan tahun tampak berkeliaran sekitar jalan-jalan, dan merekalah informan yang memberi tahu bila melihat mobil polisi terparkir di sekitar wilayah peredaran. Tapi mereka juga sebenarnya yang memberi informasi kepada polisi. Lucas biasa ditemani Luis Fernandez, rekannya yang baru 24 tapi punya reputasi tinggi. Fernandezlah kini boleh disebut detektif narkotik jempolan di Florida. Ia memang punya motivasi yang mungkin tak dimiliki polisi lain. Ketika masih jadi penjaga penjar, ia berteman dengan seorang narapidana narkotik. Padahal, sebelum kecanduan, ia adalah seorang wakil direktur sebuah perusahaan, dengan penghasilan US$ 75.000 setahun. Betapa dahsyatnya narkotik menghancurkan hidupnya, hingga ia pernah menjual satu set audio dengan US$ 10 saja. Orang-orang seperti Lucas, Fernandez, juga para anggota Centac 26, itulah yang membuat orang masih bisa kembali mempercayai polisi. Dalam skala yang lain, dalam kasus yang lain pula, kasus Sungai Miami sebenarnya ada di mana saja, juga di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini