Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Polusi Udara Jakarta Terburuk? BMKG: Beda Alat Ukur, Beda Hasil

Sensor udara "low cost" milik Greenpeace dan perseorangan, kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG, memiliki tingkat keakuratan yang berbeda.

13 Juli 2019 | 13.55 WIB

Kondisi udara di dekat Stadion Gelora Bung Karno yang penuh dengan kabut dan asap polusi di Jakarta, 27 Juli 2018. Bila dilihat dari aplikasi pemantau kualitas udara AirVisual pada Jumat, 27 Juli 2018, indeks kualitas udara (AQI) secara real time ada di urutan tiga dengan skor 161. REUTERS/Beawiharta
Perbesar
Kondisi udara di dekat Stadion Gelora Bung Karno yang penuh dengan kabut dan asap polusi di Jakarta, 27 Juli 2018. Bila dilihat dari aplikasi pemantau kualitas udara AirVisual pada Jumat, 27 Juli 2018, indeks kualitas udara (AQI) secara real time ada di urutan tiga dengan skor 161. REUTERS/Beawiharta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG Herizal mengatakan terjadi perbedaan pendapat antara unsur pemerintah dengan nonpemerintah soal kadar polusi di Indonesia karena alat ukur yang berbeda.

Herizal lewat rilis tertulis Sabtu, 13 Juli 2019 mengatakan perbedaan alat ukur itu memicu ketidaksamaan persepsi mengenai standar kualitas udara.

Baca : Cuaca Cerah Berawan Akan Selimuti Jakarta Sepanjang Hari Ini

Dia mencontohkan udara di DKI Jakarta dinyatakan buruk didasarkan pada aplikasi pemantau kualitas udara global Air Visual. Pada Juni-Juli pengukuran Air Visual mengindikasikan indeks kualitas udara yang masuk ke dalam kategori tidak sehat.

Padahal, menurut dia, alat ukur itu terdiri dari kombinasi alat milik pemerintah, Kedutaan AS, Greenpeace dan perorangan.

Sensor udara "low cost" milik Greenpeace dan perseorangan, kata dia, memiliki tingkat keakuratan yang berbeda sehingga terjadi ketidaksamaan kesimpulan mengenai kualitas udara terkini.

Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) Dinas Lingkungan Hidup Pemerintahan DKI JAKARTA yang berada di Bundaran HI menunjukan kualitas udara dalam kategori sedang pada Sabtu siang 6 Juli 2019. Tempo/Taufiq Siddiq

"Pengukuran menggunakan instrumen yang tidak terstandar dan tidak terkalibrasi umumnya menghasilkan tingkat akurasi yang lebih rendah disebabkan metode pengukuran yang lebih sederhana," kata dia.

Dia mengatakan konsentrasi partikulat hasil pengukuran sensor "low cost" cenderung menyimpang jauh dari pengukuran instrumen standar yang dimiliki umumnya oleh lembaga-lembaga pemerintah.

Pengukuran udara di Jakarta oleh BMKG, kata dia, menunjukkan konsentrasi partikel polutan memiliki variasi harian yaitu pada jam-jam tertentu mencapai nilai konsentrasi tinggi saat jam sibuk transportasi padat dan konsentrasi rendah pada waktu lain.

"Perubahan konsentrasi PM10 selama 24 jam menjadi Indeks Standar Pencemar Udara/ISPU menghasilkan nilai berkisar 65–88 kategori sedang," katanya.

Baca : Masuk Musim Kemarau, BMKG Imbau Masyarakat Waspada Kekeringan

"Kualitas udara sedang, berarti tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan tetapi dapat berpengaruh pada kelompok sensitif dengan gangguan pernafasan dan kardiovaskular," demikian pejabat di BMKG tersebut.

ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus