Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Putri Handayani, Mimpi Tujuh Puncak Dunia

Mimpi Putri Handayani tak sebatas gelar Explorer's Grand Slam.

28 Januari 2024 | 00.00 WIB

Pendaki Diansyah Putri Handayani saat sesi foto di kantor redaksi Tempo, Jakarta, 23 Januari 2024. TEMPO/Bintari Rahmanita
Perbesar
Pendaki Diansyah Putri Handayani saat sesi foto di kantor redaksi Tempo, Jakarta, 23 Januari 2024. TEMPO/Bintari Rahmanita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Berawal dari Gunung Sibayak hingga menaklukkan atap-atap langit bumi.

  • Bagi Putri, kegagalan membawa pelajaran lebih banyak ketimbang keberhasilan. 

  • Cara memaksimalkan potensi diri lewat penaklukan puncak tertinggi dunia.

Rasa bangga luar biasa tak bisa disembunyikan oleh Diansyah Putri Handayani saat prestasinya mendapat respons meriah di media sosial. Putri sukses mencapai titik pusat Kutub Selatan pada 28 Desember 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ia diklaim sebagai perempuan Indonesia pertama yang sukses menjejakkan kaki di titik pusat Kutub Selatan di bumi. "Di media sosial TikTok, video saya di sana sampai ditonton belasan juta kali," kata perempuan 40 tahun itu kepada Tempo, Selasa, 23 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Bagi Putri, petualangan di Benua Antarktika merupakan ikhtiarnya mencapai gelar Explorer's Grand Slam atau penjelajah yang mampu menaklukkan tujuh puncak gunung tertinggi di dunia ditambah dua kutub bumi. Saat ini Putri sudah menaklukkan lima dari tujuh atap dunia dan satu kutub. 

Kini Putri bertekad segera menuntaskan sisa dua puncak gunung dan satu lagi kutub bumi, Kutub Utara, tahun depan.

Selain mengenai pengalaman unik selama di Antarktika, Putri bercerita tentang pentingnya mengakui kegagalan—seperti pada misi puncak Gunung Vinson—demi keseimbangan mental, hingga keputusannya meninggalkan pekerjaan mapan demi mimpi bertualang.

Berikut ini wawancara dengan Putri Handayani.

Bagaimana perasaan Anda bisa sukses dalam misi di Kutub Selatan?

Senang banget, ya. Lucunya, pada hari ketujuh, kami sudah bisa melihat titik Kutub Selatan yang berbentuk tiang-tiang. Kalau dilihat, itu dekat. Sedangkan aslinya itu jauh sekali, enggak sampai-sampai rasanya.

Saya sudah sering naik gunung dan rasanya sampai di puncak itu luar biasa. Tapi sampai di Kutub Selatan itu berbeda sekali rasanya. Jauh lebih puas. Mungkin karena perjalanannya berbeda, ya. Kalau di gunung, kita masih bisa melihat batu-batuan, jalur, dan sebagai macamnya. Di gunung, kita bisa bertemu dengan orang, entah itu ranger atau pendaki lain. Sedangkan di kutub ini, semua serba kosong, tidak ada siapa-siapa, kecuali rombongan kami. Benar-benar hampa, sulit diungkap dengan kata.

Diansyah Putri Handayani saat mendaki Gunung Kilimanjaro, Tanzania, Afrika, Februari 2016. Dok. Pribadi

Ada banyak warganet yang memuji Anda saat mengibarkan bendera Merah Putih di Kutub Selatan. Tapi banyak juga yang bertanya mengapa Anda tidak menancapkannya?

Memang kita tidak bisa asal menancapkan bendera Indonesia di sana. Hanya negara-negara asli yang menandatangani Traktat Antarktika yang boleh melakukannya.

Apa yang Anda lakukan setelah dari Kutub Selatan? Kapan Anda meninggalkan Antarktika?

Setelah dari Kutub Selatan, saya langsung dijemput pesawat untuk kembali ke Union Glacier Camp. Di sana saya betul-betul menikmati jatah mandi air hangat. He-he-he. Jadi saya meninggalkan Antarktika pada 1 Januari 2024. Saya berkesempatan menikmati pergantian tahun di Antarktika. Seru banget, jadi dibuat patung es angka 2023. Lalu angka 3 itu ditarik pakai sepeda motor salju hingga jatuh, lalu patung es berbentuk angka 4 diangkat. 

Seperti apa pakaian yang Anda kenakan selama di Antarktika yang super-dingin?

Saya pakai beberapa lapis pakaian. Pertama, long john atau pakaian dalam musim dingin, lalu based layer (pakaian hangat pelapis long john), kemudian dilapis lagi dengan fleece (pakaian hangat berbahan wol sintetis), jaket soft shell tipis, lalu hard shell. Jadi ada lima lapis. Kalau anginnya kencang sekali, tambah satu lapis lagi pakaiannya. Masker dan sarung tangan itu wajib. Lalu kami harus berjalan perlahan dan jangan sampai berkeringat karena keringat akan beku juga.

Bagaimana cara hidup di Antarktika, dari makan, minum, sampai buang air kecil dan besar?

Peraturan di Antarktika itu sangat ketat soal lingkungan. Enggak boleh sembarangan buang air kecil dan besar. Ada beberapa tempat yang diperbolehkan untuk buang air kecil. Tapi, kalau jauh dari lokasi toilet, ya, bawa botol khusus laki-laki. Sedangkan untuk perempuan, ada pee funnel. Nanti, setelah sampai di titik toilet, barulah dibuang dari botol.

Adapun untuk buang air besar, kami pakai wag bag atau kantong khusus untuk menampung kotoran air besar. Di dalam kantong itu ada semacam bahan kimia yang memadatkan kotoran manusia. Makanya, dalam perjalanan saya ke Vinson dan Kutub Selatan, sled saya tidak semakin ringan, tapi malah semakin berat karena saya harus bawa kotoran. Jadi kotoran itu kami bawa ke Union Glacier Camp. Sampai di sana, itu dikumpulkan. Nanti ada orang yang bawa kotoran-kotoran manusia itu keluar dari Antarktika. 

Pendaki Diansyah Putri Handayani saat mencapai puncak Gunung Elbrus, Rusia, Juli 2017. Dok.Pribadi

Kalau makanan, apa saja yang Anda konsumsi selama di Antarktika?

Di Union Glacier Camp, makanannya enak-enak dan segar. Ada salmon, sayuran, dan lainnya. Tapi, begitu sudah dalam perjalanan misi, kebanyakan makanan yang didehidrasi. Misalnya, untuk sarapan, saya biasanya makan granola yang dicampur dengan tepung dan susu. Tinggal diseduh dengan air, jadi seperti bubur.

Sedangkan pada siang, kebanyakan makanan ringan saja karena kami tidak berhenti bergerak. Jadi bawa dendeng daging, permen, cokelat, dan keripik kentang yang sudah saya potong kecil-kecil biar gampang makannya. Sebab, saat pakai sarung tangan, susah buka-buka bungkus makanan.

Pokoknya tiap hari ditargetkan 200 kalori harus masuk saat siang. Barulah makan malamnya makanan yang didehidrasi juga, seperti pasta yang tinggal seduh. Tapi saya bawa mi instan dan sup. Air panasnya gampang, kami tinggal mencairkan salju. Itu yang saya makan dan minum selama 27 hari di Antarktika.

Bagaimana dengan istirahat Anda selama bertualang di Antarktika?

Tidur di dalam tenda meski dihajar angin kencang. Sebagian orang tidak akan bisa tidur dengan kondisi tertiup angin kencang dan di ketinggian ekstrem. Beruntung bagi saya karena bisa tidur, bahkan dengan nyenyak. Mungkin karena sudah kelelahan pada siang harinya.

Lalu bagaimana perjalanan Anda pulang ke Indonesia?

Sama saja, lewat Santiago (Cile), Madrid (Spanyol), Doha (Qatar), barulah sampai Jakarta. Sampai di Santiago, saya masih bertahan selama hampir tujuh hari menginap di Wisma KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di sana. Saya masih menghubungi beberapa pihak untuk membantu saya mendaki Gunung Vinson lagi. Beberapa operator pemandu perjalanan saya minta tolong. Tapi, karena persiapan logistik dan sebagainya itu sangat rumit, saya gagal berangkat lagi.

Lantas bagaimana Anda melapor kepada pihak sponsor tentang perjalanan di Antarktika, termasuk mengenai kegagalan di Gunung Vinson?

Saya selalu coba kirim kabar ke pihak sponsor secara rutin. Sebelum saya kembali ke Jakarta, semua pihak sponsor sudah tahu laporan saya. Jadi, sampai di Jakarta, kesibukannya, ya, bertemu dengan pihak sponsor dan media saja. 

Anda sukses menaklukkan lima puncak tertinggi dan satu kutub. Semakin dekat dengan Explorer's Grand Slam. Bagaimana perasaan Anda?

Terharu dan bangga bisa sampai ke titik ini. Setelah berhasil melalui satu per satu, itu ternyata membangun rasa percaya diri saya. Dulu, sebelum memulai perjalanan, saya enggak pernah membayangkan bisa menaklukkan puncak-puncak tertinggi dunia. Jadi menaklukkan puncak gunung itu bukan soal gunungnya, melainkan tentang seberapa kuat memaksimalkan potensi diri. 

Selain itu, hasil ini tidak melulu soal keberhasilan. Saya beberapa kali mengalami kegagalan menaklukkan puncak gunung. Misalnya, puncak Gunung Denali bisa saya taklukkan sampai tiga kali percobaan. Pendakian puncak Vinson Massif kemarin pun gagal, jadi saya harus ulang lagi.

Pendaki Diansyah Putri Handayani saat mencapai puncak Gunung Denali, Amerika Utara, Juni 2022. Dok.Pribadi

Lalu?

Jadi, selain memaksimalkan potensi diri, naik gunung juga mengajarkan kita untuk merendahkan hati pada alam. Sebab, kegagalan menaklukkan alam harus diterima sembari mencoba lagi dan mempersiapkan diri lebih baik lagi.

Sikap ini sejatinya bukan cuma untuk naik gunung, ya, tapi juga buat segala aspek kehidupan. Jadi orang enggak boleh mudah menyerah, harus optimistis terus. Tapi, ketika dihadapkan pada kegagalan yang sudah mentok, ya sudah, diterima. 

Bagaimana cara Anda mempertebal mental hingga tak menyerah meski pernah gagal? 

Kalau kecewa, pasti ada. Bohong kalau tidak ada. Cuma, manusia itu tergantung pikirannya. Kalau pikiran negatifnya terlalu banyak, pasti semakin mudah juga dia tenggelam. Jadi saya selalu coba untuk jaga pemikiran positif. Seperti di Antarktika kemarin, saya memang gagal di Vinson, tapi saya berhasil di Kutub Selatan. Bukan berarti menyangkal kegagalan, melainkan tetap mensyukuri apa yang sudah saya capai. Intinya bersyukur.

Anda berani mengakui kegagalan seperti pada pendakian Vinson. Mengapa demikian?

Ya, harus begitu karena yang bisa saya bagikan ke banyak orang adalah cerita kegagalan saya. Sebab, saya yakin pembelajaran terbanyak itu, ya, dari kegagalan. Memang berat mengakui kegagalan, apalagi di depan sponsor. Wajar begitu karena mereka sudah keluar duit banyak, tapi saya gagal. 

Tapi, kembali lagi, saya ingin berbagi cerita kegagalan ini kepada banyak orang, terutama anak muda, yang menurut saya semakin rapuh mentalnya. Banyak anak muda yang terlalu takut atau malu mendapat komentar buruk, terlebih di zaman media sosial. Inilah yang harus dibenahi. Kita harus tahu kapasitas diri, tidak usah pedulikan komentar orang lain yang tidak ada kontribusinya dalam hidup kita. 

Selanjutnya, tempat mana lagi yang akan Anda taklukkan?

Sesuai dengan rencana, saya mau ke Kutub Utara pada April 2024. Soal pendanaan belum pasti. Tapi baiknya sambutan atas keberhasilan saya di Kutub Selatan membuka pintu sponsor-sponsor.

Seharusnya saya pergi ke Kutub Utara pada April 2023. Tapi dibatalkan karena perusahaan ekspedisi yang saya pilih berasal dari Norwegia. Sedangkan yang mengoperasikan kemah di Arktik adalah perusahaan Rusia. Karena konflik Rusia-Ukraina, dalam lima tahun terakhir Kutub Utara tidak bisa diakses. 

Tapi pada 2023 mulai ada pergerakan, tapi ternyata enggak bisa juga. Akhirnya saya minta ke sponsor untuk dialihkan ke Kutub Selatan dan beruntung mereka mengizinkan. Nah, tahun ini pihak Rusia sendiri yang mengorganisasi jalur ekspedisi ke Kutub Utara. 

Sejauh ini, di mana petualangan yang paling berat untuk Anda taklukkan?

Sampai saat ini Denali karena saya sampai tiga kali percobaan untuk berhasil. Kesulitannya, dari base camp sampai puncak itu panjang sekali, bahkan melebihi Everest. Selain itu, Denali sudah ada di lingkaran Arktik yang jauh lebih dingin dibanding Everest. Lalu pendukung pendakian di Denali sangat minimalis. Kalau di Everest, masih ada porter yang membantu membawa logistik. Sedangkan di Denali, semua harus sendiri. 

Apa pekerjaan Anda sebenarnya?

Dulu saya sempat bekerja di pengeboran minyak lepas pantai. Jadi, setelah lulus dari UI (Universitas Indonesia) pada 2004, saya bekerja di pengeboran minyak lepas pantai di Qatar sampai 2008. Lalu saya pindah ke Amerika Serikat, tapi di kantor, bukan di laut lagi, di Oklahoma City. Selanjutnya pindah ke Pittsburgh. Tapi di sana cuma 1 tahun 6 bulan.

Lalu saya putuskan kuliah di Amerika sebelum akhirnya pulang ke Indonesia lagi. Kemudian saya kembali lagi ke Qatar di perusahaan pengeboran minyak lepas pantai lagi. Saya resign pada 2016 dan memulai Jelajah Putri. Selepas resign itu, saya memilih jadi konsultan perminyakan dengan jadwal empat pekan bekerja dan empat pekan libur. Tapi saya baru resign lagi dari konsultan itu sebelum berangkat ke Antarktika.

Bagi orang awam, Anda membuang kesempatan berkarier demi menjelajah gunung. Bagaimana tanggapan Anda?

Ada banyak hal yang jauh lebih penting dari pekerjaan atau karier. Menurut saya, pekerjaan itu jauh lebih bisa dicari dibanding kesempatan untuk bertualang. Tidak semua orang bisa mendapat kesempatan bertualang seperti saya. Bahkan, ketika saya sudah menyelesaikan misi petualangan ini, bisa saja saya mendapat pekerjaan yang jauh lebih baik lagi. 

Sebab, kegiatan petualangan saya pun sudah seperti menangani sebuah perusahaan. Bayangkan, saya sendiri yang ke sana-kemari untuk mencari sponsor, lalu menyiapkan misi dan sebagainya. Saya juga bisa melayani sponsor agar bisa saya kerjakan proyek ini. Termasuk bagaimana bisa memaksimalkan potensi media sosial. Bayangkan, saya mengerjakan sebuah proyek pemasaran produk. Saya bisa kerjakan itu semua. 

Bagaimana tanggapan keluarga Anda?

Mereka sudah biasa saja karena saya sudah lama melakukan ini. Keluarga saya sangat mendukung selama kegiatannya positif. Orang tua sangat mendukung, terutama ibu. Beliau selalu mendoakan saya, selalu berdoa kepada Allah meski beliau deg-degan juga. Menurut keluarga saya, hal yang saya lakukan ini memang gila. Tapi mereka sudah tahu bahwa hal-hal gila ini pasti saya lakukan. Beruntung kakak dan abang saya sangat mendukung, bahkan selalu bersedia ketika saya repotin.

Ada yang kecewa, tapi kebanyakan keluarga jauh. Tapi, ya sudah, enggak apa-apa. Yang penting tanggung jawab saya kepada orang tua sudah saya penuhi, bahkan sampai sekarang. Di kampung pun, banyak orang yang mencibir saya karena, setelah sekian lama bekerja, saya tampak tidak punya capaian materi. Tapi nilai saya dan mereka kan berbeda. Menurut saya, investasi terbaik itu, ya, pada diri sendiri.  

Kapan target Explorer's Grand Slam Anda tercapai?

Target selama ini berubah-ubah, ya, karena memang tidak mudah menyelesaikan satu misi. Tapi saya targetkan pada 2025 selesai. Jadi rencana saya tahun ini ke Kutub Utara dan kembali ke Vinson lagi pada akhir tahun nanti. Pada April 2025, barulah saya mau ke Everest.

Mungkin persiapannya agak lama karena saya ingin latihan dulu mendaki gunung di atas 4.000 mdpl (meter di atas permukaan laut). Mungkin saya ingin cari yang 7.000 mdpl sebelum ke Everest. Tapi biasanya masalah pendanaan yang selalu membuat target waktu mundur terus, ya. He-he-he. 

Mengapa Everest sebagai titik akhir yang Anda pilih?

Sebab, Everest adalah trofinya, ya, karena yang paling tinggi.

Setelah Explorer's Grand Slam tercapai, apa yang akan Anda lakukan?

Ada banyak lagi karena itu cuma Explorer's Grand Slam. Saya ingin bertualang terus sampai tua nanti. Coba lihat Explorer's Grand Slam itu cuma tujuh puncak tertinggi dan dua kutub. Di atasnya masih ada The True Explorer's Grand Slam, yakni 14 gunung di atas 8.000 mdpl. Keseluruhannya ada di Himalaya. Banyak orang yang bertahun-tahun menyelesaikan itu. Lagi-lagi misinya bagaimana manusia memaksimalkan potensinya. Belum lagi saya ingin bikin sekolah alam.

Apa pesan Anda untuk anak muda yang ingin mengikuti jejak Anda sebagai petualang?

Bermimpi setinggi-tingginya, mencoba, dan jangan takut gagal. 

Apa hobi Anda? 

Banyak sih sebenarnya. Cuma, saat ini kebanyakan olahraga dan bertualang. Saya suka menari dan musik, tapi itu saat masa kecil dulu. Sekarang lebih suka alam dan naik gunung.

Kapan Anda mulai suka naik gunung? 

Sejak SMP. Waktu itu saya naik Gunung Sibayak. Itu cinta pertama anak Sumatera Utara. Selain itu, ada Sinabung (Sumatera Utara), Kerinci (Jambi), Semeru (Jawa Timur), Rinjani (Nusa Tenggara Barat), Latimojong (Sulawesi Selatan), Ciremai, Gede, Pangrango (Jawa Barat).

INDRA WIJAYA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Indra Wijaya

Indra Wijaya

Bekarier di Tempo sejak 2011. Alumni Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ini menulis isu politik, pertahan dan keamanan, olahraga hingga gaya hidup.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus