Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Putusan MK: Pemilih Pindah TPS Bisa Mendaftar Paling Lambat H-7

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan pihaknya akan langsung membuat surat edaran dan mensosialisasikan semua keputusan yang teleh diketuk oleh MK.

28 Maret 2019 | 19.41 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam putusan uji materi Undang-Undang Pemilu, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengubah ketentuan jangka waktu bagi pendaftaran DPTb menjadi H-7 sebelum pencoblosan. Sebelumnya, dalam Pasal 210 ayat 1 UU Pemilu mencantumkan bahwa pendaftaran ke DPTb hanya dapat dilakukan paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara.

Baca: Putusan MK: Untuk Mencoblos Tak Harus Menunjukkan KTP Elektronik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Menyatakan frasa “paling lambat 30 (tiga puluh) hari” dalam Pasal 210 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat,” ucap ketua majelis MK Anwar Usman MK saat membacakan amar putusan uji materi UU Pemilu, di Gedung MK, Kamis, 28 Maret 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Atas dasar putusan tersebut, jangka waktu mendaftar bagi pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya di TPS lain—yang asalnya hanya bisa dilakukan H-30–diubah menjadi paling lambat H-7 sebelum pencoblosan.

Pertimbangan putusan tersebut didasari bahwa jangka waktu pendaftaran bagi pemilih yang pindah bisa memunculkan potensi tidak terlayaninya hak masyarakat yang memilki kendala-kendala yang sifatnya tak terduga, seperti sakit, terkena bencana, ataupun sedang menjalankan tugas.

“Maka waktu paling lambat tujuh hari sebelum hari pemungutan suara adalah batas waktu yang rasional untuk ditetapkan sebagai batas waktu paling lambat bagi pemilih yang demikian untuk dapat didaftarkan dalam DPTb,” ujar hakim MK dalam pertimbangan putusan.

Sebelumnya, sejumlah aktivis mengajukan uji materi tekait UU tersebut. Mereka, di antaranya, dari lembaga pemerhati Pemilu Perludem, Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay, Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Fery Amsari, warga binaan Augus Hendy dan A. Murogi Bin Sabar, serta karyawan swasta Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno.

Para pemohon menilai bahwa kandungan dalam Pasal 210 ayat 1 berpotensi menghambat, menghalangi, dan mempersulit dilaksanakannya hak memilih, sehingga harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Selain memutuskan untuk mengubah ketentuan dalam pasal 210 ayat 1, MK juga memutuskan untuk mengubah frasa dalam Pasal 348 ayat 9 yang berisi soal syarat KTP elektronik sebagai syarat memilih. MK mengubah ketentuan tersebut dengan diperbolehkannya pemilih menggunakan KTP (non-elektronik) ataupun surat keterangan perekaman KTP elektronik.

Dari sejumlah pasal yang mengalami perubahan tersebut, penyelenggara pemilu diminta untuk segera menyesuaikan.

Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan pihaknya akan langsung membuat surat edaran dan mensosialisasikan semua keputusan yang teleh diketuk oleh MK. Karena pemungutan suara tinggal 20 hari lagi, KPU akan menggeber sosialisasi tersebut.

Baca: Soal Pendataan Pemilih Pemilu, Polri: Sebagai Strategi Pengamanan

“Setiap perubahan harus diketahui oleh penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan pemilih. Jadi banyak hal yang harus dikerjakan,” ujarnya selepas menghadiri sidang putusan uji materi UU Pemilu di MK.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus