Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ragam Reaksi terhadap Pembentukan Pansel KPK oleh Presiden Jokowi

Novel Baswedan menilai dalam proses pemilihan Pansel KPK akan terlihat ada atau tidaknya keinginan Jokowi memberantas korupsi.

13 Mei 2024 | 14.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Logo KPK. Dok Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dan Dewan Pengawas lembaga antirasuah periode 2019-2023 akan berakhir pada Desember 2024. Presiden Joko Widodo alias Jokowi membentuk panitia seleksi atau pansel KPK untuk menyaring pimpinan lembaga antirasuah itu periode berikutnya sesuai dengan undang-undang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyebutkan Pansel KPK akan beranggotakan 9 orang, yang terdiri dari 5 orang dari unsur pemerintah dan 4 orang dari unsur masyarakat yang akan ditetapkan melalui keputusan Presiden. Pansel KPK akan bertugas menyeleksi calon pimpinan KPK, kemudian menyerahkan hasil seleksi ke DPR RI untuk melakukan tes uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berikut tanggapan sejumlah pihak atas pembentukan Pansel KPK oleh Presiden Jokowi.

1. Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo: Harus Betul-betul Independen dan Kompeten

Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengatakan calon anggota pansel untuk pimpinan KPK periode 2024-2029 harus merupakan individu-individu yang memiliki kredibilitas dalam kompetensi dan integritas.

“Pimpinan pansel itu harus betul-betul anggota yang kredibel. Kredibel itu ditunjukkan dari kompetensi dan integritasnya,” kata Agus dalam diskusi publik bertajuk ‘Jelang Pembentukan Pansel Pimpinan dan Dewas KPK: Menakar Arah Pemberantasan Korupsi Jokowi’ pada Ahad, 12 Mei 2024 seperti dikutip Antara.

Agus menyarankan, agar dapat memilih calon pemimpin KPK yang berkualitas, pansel yang nanti terpilih tidak hanya memberikan penilaian berdasarkan pengetahuan secara teknis, tetapi juga berdasarkan pada kompetensi secara global dan umum serta integritas individu.

Menurut dia, saat ini, independensi menjadi nilai yang sangat penting dalam memilih calon pemimpin KPK. Dia bercerita, ketika dirinya masih menjabat Ketua KPK, dia mendapatkan keluhan mengenai banyaknya penyidik di KPK yang berafiliasi dengan orang luar.

Afiliasi tersebut dinilai akan menimbulkan konflik kepentingan. Dia pun berharap tidak ada lagi pimpinan KPK yang terafiliasi dengan lembaga lainnya, seperti kejaksaan maupun kepolisian.

“Betul-betul independen dan kompeten. Itu yang kita harapkan,” ujarnya.

Agus juga menyarankan KPK dan pemerintah kembali memperkuat kerja sama agar bisa melahirkan kebijakan-kebijakan yang efektif dalam upaya memberantas korupsi.

“KPK itu selalu bekerja erat dengan pemerintah. Bergerak bersama terkait apa yang perlu disentuh oleh KPK agar nanti yang menjadi programnya pemerintah bisa berjalan dengan lancar,” kata dia.

2. Mantan Penyidik Senior KPK Novel Baswedan: Akan Terlihat Ada atau Tidaknya Keinginan Jokowi Memberantas Korupsi

Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, mengatakan pembentukan Pansel KPK adalah ujian terakhir bagi pemerintahan Presiden Jokowi. Dia menyebutkan, dari proses pemilihan Dewas dan pimpinan KPK ini, akan terlihat ada atau tidaknya keinginan Presiden Jokowi memberantas korupsi.

“Ini ujian terakhir pemerintah, apakah ada keinginan untuk memberantas korupsi atau tidak,” kata Novel saat dihubungi pada Jumat, 10 Mei 2024. 

Novel mengatakan ada pengalaman buruk dari panitia seleksi pada 2019. Saat itu, kata dia, panitia seleksi justru menghasilkan pimpinan yang merusak KPK.

“Pengalaman buruk dari pansel Pimpinan KPK sudah nyata, hasilnya justru merusak KPK. Selain dengan revisi UU KPK itu sendiri dan tindakan-tindakan lain,” kata dia.

Novel juga mengatakan, apabila pemerintah ada kemauan untuk memperbaiki KPK, ada banyak tokoh yang punya komitmen dan integritas. Dia berharap tokoh seperti ini akan membantu pemerintah dengan menjadi panitia seleksi.

“Bila kali ini pansel Pimpinan KPK juga sama seperti sebelumnya atau bahkan lebih buruk, rasanya harapan pemberantasan korupsi di Indonesia makin suram,” kata Novel.

3. Peneliti ICW Diky Anandya: Bisa Muncul Konflik Kepentingan Jika Didominasi dari Unsur Pemerintah

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai rencana komposisi Pansel KPK untuk memilih calon pimpinan dan calon dewan pengawas komisi antirasuah itu tidak ideal. 

“Nantinya ada sembilan anggota Pansel KPK, lima dari pemerintah, empat dari masyarakat sipil. Ini rawan menimbulkan potensi konflik kepentingan,” kata Peneliti ICW Diky Anandya dalam diskusi ‘Jelang Pembentukan Pansel Pimpinan dan Dewas KPK: Menakar Arah Pemberantasan Korupsi Jokowi’ pada Ahad, 12 Mei 2024.

Diky mengatakan Presiden Jokowi harus memastikan para anggota Pansel KPK nantinya tak memiliki konflik kepentingan dan intervensi atas keputusan yang telah ditentukan. 

“Besar kemungkinan bisa muncul konflik kepentingan jika didominasi dari unsur pemerintah. Ini taruhan terakhir pemerintahan Jokowi, jangan sampai dicatat sebagai pemerintahan yang anti terhadap pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Dia juga mengatakan setiap anggota Pansel KPK seharusnya memiliki kompetensi dan kapabilitas pemahaman utuh terhadap situasi pemberantasan korupsi. Dengan begitu, kata dia, Pansel KPK dapat menilai mana peserta calon pimpinan dan Dewas KPK yang kemudian mampu memperbaiki KPK. 

“Pertimbangan soal aspek integritas ini kriteria utama dan paling penting, untuk menjamin agar proses seleksi bisa berjalan secara akuntabel dan partisipatif,” tuturnya.

Diky merujuk pada kinerja pansel lima tahun lalu ketika anggota pansel cenderung enggan menerima masukan dan kritik dari organisasi masyarakat sipil. Hal itu, menurut dia, berefek pada pemilihan komisioner yang mendapatkan masalah setelah menjabat di KPK.

“Dalam konteks Firli Bahuri, misalnya, pimpinan KPK bersurat langsung ke presiden menyatakan Firli bermasalah, tapi masukan itu hanya dianggap angin lalu. Ada pelanggaran kode etik bahkan puncaknya ketua KPK ditetapkan tersangka pemerasan,” ujarnya.

Menurut Diky, Presiden Jokowi harus memperbaiki situasi di KPK menjelang habis masa jabatan karena pemberantasan korupsi di era pemerintahannya jalan di tempat. 

“Alat ukur yang paling objektif adalah perolehan skor indeks persepsi korupsi Indonesia yang mengalami stagnasi selama 9 tahun terakhir,” kata dia.

4. Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha: Ujian Terakhir Jokowi untuk Memperbaiki KPK

Ketua IM57+ Institute, Praswad Nugraha, mengatakan komitmen Jokowi terhadap pemberantasan korupsi akan ditentukan dalam pembentukan Pansel KPK ini. Sebab, pelemahan KPK melalui revisi UU pada 2019 berdampak signifikan terhadap rekam jejak buruk lembaga antirasuah ini.

“Ini juga dapat menjadi momentum bagi Presiden pada masa akhirnya untuk memilih calon pimpinan KPK yang baik sebagai legacy terakhir,” kata Praswad saat dihubungi pada Jumat, 10 Mei 2024.

Praswad menyebut, apabila calon pimpinan KPK yang bermasalah tetap dipilih, artinya tidak ada perubahan terhadap proses pemilihan. Dia mengatakan rekam jejak calon pemimpin KPK tak boleh dianggap basa-basi tanpa kelanjutan.

“Saat itu (2019) saya selaku Ketua Advokasi WP (Wadah Pegawai) KPK telah menyampaikan seluruh informasi tentang track record capim (calon pimpinan), tetapi ternyata hanya jadi basa basi belaka tanpa kelanjutan. Makin bermasalah maka semakin dipilih. Artinya, tidak ada perubahan sikap,” kata Praswad.

BAGUS PRIBADI | ADIL AL HASAN | ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus