Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diharapkan tak mengubah bentuk asli Bundaran HI dan Monumen Selamat Datang saat melakukan revitalisasi.
Sebagai cagar budaya, Monumen Selamat Datang harus dijaga kelestariannya.
Revitalisasi harus memberikan kegunaan bagi masyarakat agar tak sekadar mempercantik tampilan.
JAKARTA — Kalangan sejarawan dan pakar tata kota meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak memugar Monumen Selamat Datang secara serampangan. Tugu yang menjulang di ketinggian 10 meter itu merupakan titik sentral Bundaran Hotel Indonesia—kawasan persimpangan yang menjadi "ruang tamu" Jakarta. DKI hendak merevitalisasi Bundaran HI dalam waktu dekat. Pemerintah menunjuk PT Arkonin, yang menggandeng biro arsitektur Pavilion 95, sebagai pemenang sayembara desain.
Sejarawan Asep Kambali berharap pemerintah provinsi dan Arkonin tak akan mengubah ataupun menyentuh Monumen Selamat Datang, termasuk kolam di sekitarnya. Sebab, tugu yang juga dikenal dengan Patung Selamat Datang itu merupakan cagar budaya. "Jangan mengubah bentuk struktur Bundaran HI," kata Asep kepada Tempo, Kamis, 2 Juni lalu.
Pendiri Komunitas Historia Indonesia itu menyebutkan Bundaran HI sudah seharusnya dilestarikan. Tugu Selamat Datang merupakan bagian dari proyek mercusuar Presiden Sukarno. Patung perunggu berbentuk laki-laki dan perempuan dengan tinggi 5 meter itu dibangun pada Agustus 1961 oleh tim Edhi Sunarso dan Trubus Soedarsono, yang selesai dalam satu tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, 1971. Dokumentasi TEMPO/Beng Bratanata
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak awal, monumen yang didesain Wakil Wali Kota Jakarta Henk Ngantung itu difungsikan untuk menyambut tamu negara. Pada Agustus 1962, Jakarta menjadi tuan rumah Asian Games IV. Patung menghadap arah utara, arah datang kontingen dari Bandar Udara Kemayoran. Sementara itu, gelanggang, yaitu Gelora Bung Karno, Senayan, berada sekitar 6 kilometer di sisi selatan. Walhasil, para tamu pasti melewati Tugu Selamat Datang.
"Sejak itu, Bundaran HI menjadi gerbang masuk Indonesia," kata Asep. Dia mengatakan perantau yang mencoba mencari peruntungan di Ibu Kota pasti selalu mendatangi persimpangan di jantung Ibu Kota itu. Singkat kata, kita dianggap belum sampai di Jakarta kalau belum menginjakkan kaki di Bundaran HI.
Karena sejarah panjang itu, Asep berharap revitalisasi Bundaran HI membawa manfaat, terutama bagi pejalan kaki. Menurut Asep, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berada di jalur yang benar dengan mempertautkan pemugaran kawasan itu dengan moda transportasi umum.
Sejumlah kota besar dunia sudah mempraktikkan hal tersebut. Terlebih, moda transportasi umum sangat lekat dengan kehidupan masyarakat kota metropolitan yang tingkat mobilitasnya tinggi. "Intinya, jangan sampai menyentuh bentuk asli Monumen Selamat Datang," kata sejarawan lulusan Universitas Indonesia itu.
Senada dengan Asep, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menyarankan agar pemerintah DKI dan kontraktor menggandeng banyak pihak untuk memastikan pembangunan tak merusak atau mengubah bentuk asli Bundaran HI berikut Monumen Selamat Datang. "Penanganannya harus berhati-hati," katanya.
Di samping konservasi, Nirwono berharap revitalisasi Bundaran HI akan memperkuat koneksi dengan bangunan di sekitarnya dengan membangun akses pedestrian ke segala penjuru. "Penting juga memikirkan pembangunan tidak mengganggu lalu lintas yang selalu padat di Bundaran HI," kata Nirwono.
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo