Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ridwan Saidi Sesalkan Larangan Pengamen Ondel-ondel

Budayawan Ridwan Saidi menilai Pemprov DKI Jakarta hanya perlu mengatur pengamen ondel-ondel bukan melarang.

10 Februari 2020 | 08.38 WIB

Gilang Ronaldo, 11 tahun, baju merah, bersama Malik Ahmad Ramadan (15) alias Madun, dan Martin Nurohim (25) alias Katek, saat ditemui sebelum memulai perjalanan nandak atau mengamen ondel-ondel pada Januari 2019. TEMPO/IMAM HAMDI
Perbesar
Gilang Ronaldo, 11 tahun, baju merah, bersama Malik Ahmad Ramadan (15) alias Madun, dan Martin Nurohim (25) alias Katek, saat ditemui sebelum memulai perjalanan nandak atau mengamen ondel-ondel pada Januari 2019. TEMPO/IMAM HAMDI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD tengah menggodok aturan yang akan melarang pengamen ondel-ondel. Kehadiran pengamen ondel-ondel disebut tak selaras dengan khitah ondel-ondel sebagai unsur budaya Betawi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Budayawan Ridwan Saidi mengatakan dalam budaya Betawi ondel-ondel awalnya digunakan untuk menolak bala. Seiring dengan perkembangan zaman, ondel-ondel mulai ambil bagian dalam keriaan berbagai acara masyarakat, seperti penyambutan tamu kehormatan, arak-arakan pengantin sunat, sampai pesta pernikahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Babe Ridwan menyesalkan wacana pelarangan ngamen ondel-ondel. "Sebab, fungsi ondel-ondel memang untuk diarak," ujarnya. Ridwan menegaskan bahwa boneka jumbo itu dari sananya memang untuk arak-arakan, bukan dipajang di ruang rapat paripurna, seperti omongan legislator.

Kalaupun mau diatur, dia melanjutkan, sebaiknya Pemprov DKI Jakarta dan DPRD membuat ketentuan agar para pengamen ondel-ondel tidak mengganggu arus lalu lintas kendaraan.

Seniman Betawi, Rano Karno, termasuk orang yang batinnya merasa terganggu saban melihat ondel-ondel digunakan untuk mengemis. Doel—panggilan Rano Karno—tidak menyalahkan para pengamen. "Ini secara simbolis menunjukkan bahwa kebudayaan Betawi sudah sangat terpinggirkan," ujar aktor yang melejit lewat Si Doel Anak Betawi karya Sjuman Djaya pada 1972 tersebut.

Dalam Peraturan Daerah Pelestarian Kebudayaan Betawi, dalam Pasal 4, menyebutkan pemerintah DKI bertanggung jawab melestarikan kebudayaan Betawi, seperti meningkatkan partisipasi, kreativitas, dan kesadaran masyarakat Jakarta terhadap pelestarian kebudayaan Betawi.

Lalu di Pasal 10 disebutkan bahwa pelestarian kebudayaan Betawi bertujuan untuk meningkatkan sikap positif masyarakat terhadap kesenian melalui pendidikan dan apresiasi seni di sekolah dan di luar sekolah. Namun ketentuan itu tidak memuat ondel-ondel secara eksplisit.

INGE KLARA SAFITRI | M. RYAN H

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus