Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD tengah menggodok aturan yang akan melarang pengamen ondel-ondel. Kehadiran pengamen ondel-ondel disebut tak selaras dengan khitah ondel-ondel sebagai unsur budaya Betawi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budayawan Ridwan Saidi mengatakan dalam budaya Betawi ondel-ondel awalnya digunakan untuk menolak bala. Seiring dengan perkembangan zaman, ondel-ondel mulai ambil bagian dalam keriaan berbagai acara masyarakat, seperti penyambutan tamu kehormatan, arak-arakan pengantin sunat, sampai pesta pernikahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Babe Ridwan menyesalkan wacana pelarangan ngamen ondel-ondel. "Sebab, fungsi ondel-ondel memang untuk diarak," ujarnya. Ridwan menegaskan bahwa boneka jumbo itu dari sananya memang untuk arak-arakan, bukan dipajang di ruang rapat paripurna, seperti omongan legislator.
Kalaupun mau diatur, dia melanjutkan, sebaiknya Pemprov DKI Jakarta dan DPRD membuat ketentuan agar para pengamen ondel-ondel tidak mengganggu arus lalu lintas kendaraan.
Seniman Betawi, Rano Karno, termasuk orang yang batinnya merasa terganggu saban melihat ondel-ondel digunakan untuk mengemis. Doel—panggilan Rano Karno—tidak menyalahkan para pengamen. "Ini secara simbolis menunjukkan bahwa kebudayaan Betawi sudah sangat terpinggirkan," ujar aktor yang melejit lewat Si Doel Anak Betawi karya Sjuman Djaya pada 1972 tersebut.
Dalam Peraturan Daerah Pelestarian Kebudayaan Betawi, dalam Pasal 4, menyebutkan pemerintah DKI bertanggung jawab melestarikan kebudayaan Betawi, seperti meningkatkan partisipasi, kreativitas, dan kesadaran masyarakat Jakarta terhadap pelestarian kebudayaan Betawi.
Lalu di Pasal 10 disebutkan bahwa pelestarian kebudayaan Betawi bertujuan untuk meningkatkan sikap positif masyarakat terhadap kesenian melalui pendidikan dan apresiasi seni di sekolah dan di luar sekolah. Namun ketentuan itu tidak memuat ondel-ondel secara eksplisit.
INGE KLARA SAFITRI | M. RYAN H