Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum atau KPU, hari ini menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara nasional untuk pemilihan presiden, pemilihan legislatif dan dewan perwakilan daerah. Penetapan itu sempat berlangsung tegang karena adanya aksi gebrak meja oleh saksi dari partai politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum aksi gebrak meja, ketegangan bermula saat politikus Partai Demokrat Jansen Sitindaon tengah menyampaikan pendapatnya. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan banyak masalah yang tidak dapat dituntaskan KPU ataupun Bawaslu. Akibatnya, hal ini merugikan bagi partai politik sehingga harus menggerus suara mereka.
Jansen mencontohkan, salah satunya terkait rekomendasi Bawaslu untuk melakukan pemilihan suara ulang (PSU) atau hitung ulang di beberapa daerah pemilihan di Papua yang tidak dijalankan KPU Daerah. Namun, kata dia, hal itu justru tidak dilaksanakan oleh KPU Daerah.
"Jadi semua KPU di tingkatan adalah pelaksanaan rekomendasi. Jadi tidak ada alasan soal jarak, waktu, transportasi, kalau gitu memang yang paling enak itu mencari alasan. Memang sejak awal tidak diprediksi ke situ?" kata Jansen, di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa 21 Mei 2019.
Dalam kesempatan itu, Jansen juga mempertanyakan mengenai sikap KPU yang tak memiliki posisi yang jelas. Sebab, seringkali persoalan itu tidak bisa diselesaikan. KPU, kata Jansen, hanya menyerahkan persoalan ini kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Jansen menilai, sikap KPU itu, dinilai tak bisa menjalankan kewajibanya sesuai undang-undang. Padahal, kata dia, KPU tinggal melaksanakan keputusan atau rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh Bawaslu.
"Jadi tidak tepat bahasa yang mengatakan nanti bawa ke MK, bawa ke MK, kok sedikit-dikit buang ke MK, memang tempat sampah MK ini?," kata Jansen.
Selain itu, Jansen juga mengatakan bahwa masalah pemilu di Provinsi Papua ini tiap periode kasusnya selalu sama dan berulang. Ia mengaku heran masalah tersebut tidak disikapi dengan baik oleh KPU. Padahal seharusnya, sudah diantisipasi sejak awal oleh KPU dan juga Bawaslu.
Dalam protesnya, Jansen pun sempat menyinggung nama Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar dan Rahmad Bagja. Dia menilai komisioner ini memiliki kapasitas dan intelek dengan latar pendidikan luar negeri tetapi tak melakukan tindakan. Karena itu, ia menuntut Bawaslu menjelaskan semuanya dalam rapat pleno hari ini. Menurut dia, itulah alasan diadakan rapat pleno tersebut.
Mendengar pernyataan Jansen itu, salah satu perwakilan dari saksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sempat menyatakan kepada pimpinan sidang bahwa pernyataan Jansen, sudah melenceng. Namun, pernyataan itu justru dibalas oleh Jansen dengan menggebrak meja dan meninggikan suaranya.
"Jangan dipotong aku sedang bicara," kata Jansen sembari menggebrak meja.
Mendengar perilaku Jansen, politikus PDIP itu kemudian tak terima. Dia berdiri dan kemudian ikut menggebrak meja. Ia meminta Jansen untuk berlaku hormat kepada semua pihak. "Yang sopan dong kalau bicara, kau gebrak-gebrak meja" kata kader tersebut.
Saat keributan berlangsung, Ketua KPU Arief Budiman kemudian menengahi. Dia menuturkan bahwa KPU akan memberikan waktu masing-masing pihak untuk berbicara. Dia juga mengatakan, bahwa terkait rekomendasi bisa ditindaklanjuti oleh Bawaslu.
"Jadi saya pikir semua bisa menjawab, semua penjelasan baik Bawaslu provinsi maupun KPU provinsi semua bisa didengar silakan," kata Arief.
Adapun usai menerima semua tanggapan dan masukan dari saksi-saksi partai politik, KPU pun kemudian mengesahkan rekapitulasi Pileg untuk Provinsi Papua. Dalam ketetapan itu, KPU memutuskan pasangan Jokowi-Ma'ruf unggul dengan perolehan 3.021.713 suara. Sedangkan Prabowo-Sandiaga hanya mendapat 311.352 suara.