Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Siasat Bandar Cipinang

Ribuan ton beras impor kelas medium membanjiri pasar Jakarta, lalu merembes ke kota-kota lain. Puluhan perusahaan importir dikendalikan segelintir pemain.

10 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KIOS Usaha Dagang Makmur Pangan di Blok B Pasar Induk Beras dan Palawija Cipinang, Jakarta Timur, itu terlihat kosong pada Selasa pekan lalu. Dari pintu gulung yang hanya dibuka selebar badan, terlihat sepasang meja-kursi di salah satu pojok ruangan. Seorang lelaki setengah baya yang mengaku bernama Adi menunggu di depan kios. "Saya hanya tenaga penjual," ujarnya kepada Tempo sambil bercerita bahwa juragannya punya beberapa kios lain di pasar induk itu.

Meski mengaku hanya sebagai penjaga kios kosong, Adi langsung antusias saat mendengar ada yang ingin membeli beras Vietnam dalam partai besar. Dia langsung menawarkan komoditas bosnya yang tersimpan di beberapa gudang.

Adi bercerita, induk semangnya merupakan salah satu pedagang besar yang menyuplai beras jenis itu ke berbagai toko di Cipinang, juga ke berbagai kota lain, seperti Bandung dan Surakarta. "Saya sendiri yang mengantarnya," katanya. Sekali kirim, jumlahnya 10-20 ton dan diangkut dengan truk. "Soal harga, silakan tawar-menawar langsung dengan bos."

Menurut dia, beras Vietnam yang ada di gudang juragannya adalah pasokan yang datang pada Desember tahun lalu. Tahun ini, beras akan datang lagi pada Maret. Dalam data kepabeanan yang diperoleh Tempo, nama CV Pangan Makmur (berkebalikan dengan nama kiosnya) terdeteksi mendatangkan beras tujuh kali pada tahun lalu, dengan total kiriman 558 ton. Data kedatangan terakhir adalah 24 Desember 2013.

Beras yang diimpor tercatat berjenis Japonica, Fragrant, dan Basmati. Ini beras premium yang memang diizinkan dibeli dari luar negeri oleh importir non-Bulog. Masalahnya, berbeda dengan izin yang mereka kantongi, banyak importir itu kedapatan mendatangkan beras dengan kualifikasi berbeda. Dalam beberapa pemeriksaan Bea dan Cukai, karung-karung yang disebutkan berisi beras premium itu rupanya diisi dengan beras kualitas medium, yang seharusnya hanya boleh diimpor Perum Bulog.

Laporan yang baru selesai disusun pekan lalu itu menyebutkan intelijen Bea-Cukai memeriksa beras impor dari Vietnam yang dikemas dengan karung merek AAA oleh CV Pari Pangan Utama. Dalam kemasan dan dokumen disebutkan barang itu merupakan beras wangi Thai Hom Mali atau kualifikasi premium. Tapi, setelah dicek, isinya ternyata beras medium dan dijual lebih murah dibanding beras kualitas sejenis yang dipasok dari hasil panen petani lokal.

"Tapi, setelah ramai-ramai beras Vietnam ini mencuat di media, beras medium itu tak ada lagi di kios. Semua disembunyikan," ujar Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Susiwijono Moegiarso. Meski begitu, Bea-Cukai telah menandai beberapa gudang di ­kawasan Pulogadung, Jakarta Timur, dan sekitar Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, sebagai tempat penimbunan.

Salah satu nama yang sempat dicurigai Bea-Cukai ikut memainkan beras Vietnam adalah Rudi Siswanto alias Apui, pemilik CV Sederhana Makmur dan CV Bintang Jaya Sejahtera. Ada pula nama Hendra, Hansen, Akwang alias Ganda, Gani, Awi, Yonathan alias Aboy, Ated, dan Tejo. Nama-nama itu berasal dari berbagai perusahaan yang selama ini terdaftar mengantongi persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan. "Sebenarnya hanya ada segelintir pemain utama di bidang ini," kata sumber Tempo. "Dari 98 importir non-Bulog yang punya izin itu, separuhnya dikendalikan hanya oleh tiga orang."

l l l

Ditemui di Blok K Pasar Induk Cipinang, Rabu pekan lalu, Rudi Siswanto membantah tudingan bahwa para importir beras premium sengaja mendatangkan beras kualitas medium dengan memanipulasi dokumen. Ia justru mengeluh, riuh-rendah dan gencarnya pemberitaan kasus ini telah mengganggu aliran rezeki mereka. "Dua minggu ini, omzet saya turun 50 persen," ujar Rudi. Ia juga mengaku kerepotan melayani banyaknya pemeriksaan dari Kepolisian Daerah, Bea-Cukai, dan Kementerian Perdagangan.

Ia balik menuding bahwa laporan oleh rekannya sesama pedagang beras, Billy Haryanto, kepada rombongan pejabat pemerintah saat inspeksi ke Pasar Induk beberapa waktu lalu bohong belaka. "Tidak ada itu beras medium dari Vietnam yang didatangkan importir. Yang boleh mengimpor beras medium dari Vietnam itu Bulog," katanya.

Beberapa pedagang yang ditemui Rabu dan Kamis pekan lalu di Cipinang umumnya juga menjawab seragam bahwa mereka bukan importir dan hanya menjual beras lokal. Tak lupa, mereka mengungkapkan kekesalan terhadap laporan Billy dan menganggap isu ini tak lebih dari buntut persaingan di antara para importir dan bandar beras besar.

Seorang pedagang lain yang tak mau disebut namanya mengatakan awalnya kisruh ini terjadi lantaran pada Januari lalu pasok­an beras lokal ke pasar induk sempat tersendat. Dari kebutuhan biasanya 2.500-3.000 ton per hari, hanya terpasok kurang dari separuhnya dalam beberapa hari di pekan ketiga bulan lalu. "Pada hari-hari itulah Billy melihat beras impor terlalu banyak di pasar, maka ia melapor ke rombongan pejabat yang datang menginspeksi pasar."

Billy, pengurus Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia, sempat dua kali dihubungi pekan lalu. "Saya tidak bisa berkomentar lagi," ujarnya. "Saat ini saya sakit."

Menurut Rudi, tak mungkin importir menyelundupkan beras medium dalam dokumen beras premium. Ia lalu menyodorkan dokumen pemeriksaan dari Vietnam, Bea-Cukai Indonesia, dan Vina Central-yang terafiliasi dari Surveyor-Sucofindo. "Semuanya sudah mengecek dan kami mengimpor beras premium. Tanya saja mereka," katanya.

Rudi mengaku membeli beras itu dua kali dari Vietnam sepanjang 2013, yaitu pada Mei dan Desember. "Masing-masing 200 ton," ujarnya. Dalam dokumen, harga beras itu US$ 740 per ton. "Kurs dolar saat itu Rp 12 ribu. Ditambah biaya transportasi dan pajak 2,5 persen, jatuhnya Rp 10.130 per kilogram. Mana mungkin kami jual lebih murah dari itu?" Rudi mempertanyakan keterangan Bea-Cukai dan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi.

Pengusaha yang mengaku sudah "bermain" beras sejak 1980 ini kemudian menyodok tumpukan karung beras kemasan 25 kilogram di kiosnya, yang sebagian besar bermerek AAA, Golden Gate, dan beras ketan cap Gajah. Rudi menunjukkan bulir-bulir beras yang keluar dari karung itu, yang menurut dia jelas merupakan kelas premium. Dia meyakinkan, kalaupun ada beras asing berjenis medium ini di pasar, kemungkinan besar itu selundupan dari Malaysia yang masuk lewat Jambi atau Medan. "Lewat pelabuhan-pelabuhan tikus."

Iwan Zakaria, Komisaris CV Pari Pangan Utama, juga membantah tudingan memainkan beras. "Kami mendapat izin impor premium," kata Iwan, Kamis pekan lalu, di kantornya di Jalan Layur Selatan, Pulogadung. Tapi ia tak bisa menjelaskan perbedaan beras premium dan medium. "Itu bos yang bisa," ia berkilah.

Setelah panjang-lebar menolak tuduhan adanya permainan itu, belakangan Iwan mengakui bahwa pinjam-meminjam bendera perusahaan dalam impor beras adalah hal biasa. Dia mengatakan empat CV miliknya pun dipinjamkan kepada "Bos" di Pasar Induk Cipinang. Bos yang ia maksud adalah Hendra, adik Rudi Siswanto, yang disebut-sebut memiliki pabrik pengemasan beras di Vietnam. "Semua yang kami impor itu beras Thai Hom Mali. Enggak ada beras medium," ujarnya.

Dalam pos tarif nomenklatur harmonisasi pabean yang berlaku di kawasan ­ASEAN, beras Thai Hom Mali adalah jenis beras wangi Thailand. Importasi melalui Vietnam dianggap melanggar ketentuan pabean ini. Ditambah dengan berbagai indikasi penyimpangan lain, Bea-Cukai segera mengoreksi kategori impor beras sebagai komoditas berisiko rendah. Fasilitas jalur hijau untuk beras sementara tak berlaku, dan beralih ke jalur merah dengan pengecekan lebih ketat.

Y. Tomi Aryanto, Akbar Tri Kurniawan, Amandra Mustika, Martha Thertina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus