Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ROMBONGAN penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung tiba di rumah Lisa Rachmat di Jalan Kendalsari, Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu, 23 Oktober 2024, pukul 05.30 WIB. Dikawal dua personel Pusat Polisi Militer, belasan penyidik keluar dari lima mobil lalu merangsek ke halaman rumah. Tapi tim Jampidsus tak menemukan Lisa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka memburu Lisa lantaran ia dituduh menyuap tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya yang menangani perkara Gregorius Ronald Tannur. Mereka adalah Erintuah Damanik sebagai ketua majelis hakim serta Mangapul dan Heru Hanindyo sebagai anggota. Ronald dituduh membunuh kekasihnya, Dini Sera Afrianti, pada 4 Oktober 2023. Sebelum Dini tewas, Ronald diduga bertengkar dengan dia lalu melindasnya dengan mobil. Alih-alih menjatuhkan hukuman kepada Ronald, ketiga hakim itu membebaskannya pada 24 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat penggeledahan rumah Lisa, penyidik menemukan uang tunai. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan penyidik menyita duit senilai Rp 1,19 miliar, US$ 451.700, dan S$ 717.043. Ada juga sejumlah catatan transaksi. Mereka mengubek-ubek rumah Lisa di Surabaya selama delapan jam.
Pada saat bersamaan, penyidik menggeruduk salah satu unit apartemen eksekutif milik Lisa di Menteng, Jakarta Pusat. Ternyata dia ada di sana. “Dia langsung ditangkap,” kata Harli. Tim jaksa turut menemukan duit pecahan rupiah dan mata uang asing senilai Rp 2,12 miliar, bukti penukaran valuta asing, catatan pemberian uang, dan telepon seluler di unit apartemen Lisa.
Selain memeriksa kediaman Lisa, tim jaksa menggeledah unit Apartemen Gunawangsa Tidar, Surabaya, milik dua hakim, yakni Erintuah Damanik dan Mangapul. Ada lagi tim lain yang mendatangi rumah Erintuah di Semarang, Jawa Tengah. Tim jaksa lain menggeledah unit apartemen milik anggota majelis hakim lain, Heru Hanindyo, di daerah Ketintang, Gayungan, Surabaya. Penyidik menemukan total ratusan juta uang pecahan rupiah, pecahan ribuan dolar Amerika Serikat, pecahan dolar Singapura, serta sejumlah bukti lain.
Lisa dan ketiga hakim itu langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan atas tuduhan suap. Harli Siregar mengatakan tidak ada penyerahan uang saat keempat tersangka ditangkap. Mereka ditengarai bertransaksi beberapa waktu lalu sebelum ditahan. “Apakah transaksi sebelum atau sesudah sidang vonis Ronald, itu masih didalami,” ucap Harli.
Lisa Rachmat diduga tidak hanya menyuap hakim. Pengacara Dini Sera Afrianti, Dimas Yemahura Al Farauq, mengklaim pernah ditawari sejumlah uang oleh orang yang mengaku sebagai pengacara Ronald yang ditengarai adalah Lisa. Keluarga Dini Sera juga pernah ditawari sejumlah uang oleh seseorang. Fulus itu diberikan agar Dimas dan keluarga Dini tidak terlalu vokal menyuarakan perkara tersebut. Kasus kematian Dini memang menyita perhatian publik karena video detik-detik kematian korban tersebar luas di media sosial. “Jumlahnya hampir Rp 1 miliar,” ujar Dimas.
Tempo coba meminta konfirmasi atas semua tuduhan itu ke rumah Lisa di Surabaya. Saat didatangi, pintu pagar rumahnya tertutup rapat. Tempo lalu mendatangi kantor hukumnya, Lisa Associates Legal Consultant, yang masih satu kawasan dengan rumahnya. Seorang perempuan bernama Wanda mengatakan saat ini tidak ada pegawai yang bertugas di sana. Ia juga mengaku hanya pegawai biasa restoran milik Lisa yang sedang beristirahat siang.
Dimas Yemahura Al Farauq sudah sejak awal mencurigai sepak terjang Lisa Rachmat. Selama sepuluh kali sidang, Lisa tak pernah menampakkan diri. Ronald Tannur ditemani anggota tim pengacara lain saat persidangan berlangsung. Kejanggalan lain, agenda sidang vonis Ronald sempat ditunda dua pekan. “Saat hari-H malah ditunda lagi dua hari,” ucap Dimas.
Selama persidangan, Dimas juga sudah merasa hakim berat sebelah. Contohnya, saat ahli forensik dari Rumah Sakit Dr Soetomo memberikan keterangan, hakim mempertanyakan kesaksiannya. “Padahal itu ahli yang mengautopsi Dini Sera,” tutur Dimas.
Kecurigaan Dimas terbukti pada saat pembacaan vonis. Alih-alih dihukum sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum dengan hukuman 12 tahun penjara dan restitusi Rp 263,6 juta subsider enam bulan kurungan, Ronald malah divonis bebas. Majelis hakim menyatakan Ronald tidak terbukti membunuh atau menganiaya Dini Sera. Ia pun melenggang bebas.
Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, menutupi wajahnya dengan map saat digiring tim penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung ke mobil tahanan Kejaksaan Agung, 23 Oktober 2024./Puspenkum Kejagung
Merespons kejanggalan putusan vonis bebas Ronald, Dimas melaporkan ketiga hakim itu ke Komisi Yudisial pada 29 Juli 2024. Komisi Yudisial lantas memeriksa Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Fokus pemeriksaan mereka adalah klarifikasi dan penjelasan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Kemudian, berdasarkan rapat pleno, Komisi Yudisial memutuskan ketiga hakim tersebut terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Joko Sasmito menjelaskan, pelanggaran yang dilakukan tiga hakim itu di antaranya perbedaan antara fakta dan pertimbangan hukum soal unsur pasal dakwaan yang dibacakan di persidangan dengan yang tercantum dalam salinan putusan. Hal lain adalah penjelasan penyebab kematian Dini Sera. Selain itu, dalam putusan, ketiga hakim tersebut tidak pernah mempertimbangkan atau menyinggung bukti rekaman video detik-detik kematian Dini yang diajukan penuntut umum.
Atas temuan itu, Joko menjelaskan, Komisi Yudisial merekomendasikan pemberian sanksi berat kepada hakim Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Mereka mengusulkan kepada Mahkamah Agung agar memecat ketiganya melalui persidangan Majelis Kehormatan Hakim. “Rekomendasinya pemberhentian tetap dengan hak pensiun,” ujar Joko.
Juru bicara Mahkamah Agung sekaligus Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-Yudisial, Suharto, mengatakan pihaknya belum bisa merespons rekomendasi Komisi Yudisial. Ia beralasan, saat rekomendasi dihasilkan, putusan terhadap Ronald Tannur belum berkekuatan hukum tetap. Ia khawatir putusan etik terhadap ketiganya akan menyandera majelis hakim yang memproses permohonan kasasi perkara Ronald.
Suharto mengklaim MA akan bersikap setelah putusan kasasi keluar. Sidang putusan kasasi digelar pada Selasa, 22 Oktober 2024. Sementara itu, esoknya, penyidik Kejaksaan Agung malah menangkap ketiga hakim tersebut dan Lisa Rachmat. “Andaikan tidak ada penangkapan itu, kami akan merilis sikap MA,” ucapnya.
Dalam putusan kasasi, majelis hakim menganulir vonis bebas Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam putusan, Ronald dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sesuai dengan dakwaan alternatif penuntut umum dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Setelah putusan kasasi dikeluarkan, Ronald yang sebelumnya bebas kembali ditangkap pada Ahad, 27 Oktober 2024.
Komisi Yudisial sebenarnya sudah mengendus dugaan transaksi janggal di rekening Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Erintuah ditengarai menerima uang dalam bentuk dolar Amerika Serikat sepanjang Maret-Mei 2024. Nilainya mencapai Rp 1,6 miliar. Periode itu sama dengan periode persidangan Ronald Tannur. Kepada KY, Erintuah berkilah transaksi itu merupakan uang bisnis istrinya.
Ada juga transaksi bernilai ratusan juta rupiah dalam dolar Amerika di rekening Heru. Tapi, kepada KY, ia beralasan pengiriman uang itu berasal dari bisnis transaksi mata uang asing yang sudah dilakoninya sebelum menjadi hakim. “Kami masih merasa itu transaksi janggal,” kata Joko Sasmito. Namun hingga kini pemeriksaan kejanggalan rekening kedua hakim itu masih menggantung.
Pengacara Erintuah, Mangapul, dan Heru, Juniver Girsang, tak berkomentar panjang soal tuduhan transaksi janggal di rekening kliennya. Ia mengatakan akan meminta konfirmasi lebih dulu kepada ketiganya. Ia berjanji menjelaskan semuanya setelah menemui ketiga hakim itu. “Uangnya dari mana, apa kaitannya, akan kami dalami,” ujar Juniver.
Ketiga hakim tersebut juga menjadi langganan pemeriksaan Komisi Yudisial. Erintuah, misalnya, sudah 11 kali dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik. Empat di antaranya terbukti sebagai pelanggaran kode etik. Sementara itu, Mangapul dan Heru masing-masing pernah dua kali dilaporkan ke KY. Dari laporan itu, mereka sama-sama satu kali divonis melanggar etik oleh KY.
Penyidik Kejaksaan Agung juga akan mendalami peran ketiga hakim itu dalam pusaran mafia peradilan. Sehari setelah mencokok Lisa Rachmat, Erintuah, Mangapul, dan Heru, tim Kejaksaan Agung juga menahan Zarof Ricar di Bali. Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung itu diduga berkomunikasi dengan Lisa untuk menyuap para hakim.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menjelaskan, Lisa juga meminta hakim agung yang memutus perkara kasasi Ronald Tannur tetap mempertahankan vonis bebas kepada Zarof. Lisa sudah menyiapkan duit senilai Rp 5 miliar untuk hakim agung dan Rp 1 miliar buat Zarof jika permintaannya dikabulkan. “Tapi uang itu belum mengalir ke pihak lain,” ucap Harli. Hingga kini identitas hakim agung yang dimaksud itu masih menjadi teka-teki.
Pengacara Zarof, Handika Honggowongso, mengklaim belum bisa memberikan keterangan detail mengenai perkara yang menyeret kliennya. Tapi ia meminta masyarakat tidak berspekulasi karena bisa merugikan kepentingan hukum kliennya dan merusak kredibilitas MA. “Kami sedang menyiapkan langkah hukum untuk menangani perkara ini,” tutur Handika.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Riky Ferdianto, Lani Diana, Amelia Rahima Sari, Nur Hadi, dan Hanaa Septiana dari Surabaya berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Sidang Janggal Pembunuh Pacar"